Makan malam di kediaman Deva Danuarta berlangsung hangat. Deva tidak menyangka jika sekretaris Panji yang cekatan, pintar dan penuh sopan santun adalah adik junior Panji di kampus dan sekarang menjadi calon istri Panji. Perekrutan Sita pun melalui jalur formal dan memang saat itu hanya Sita yang layak setelah melewati berbagai tes dan wawancara.“Jadi apa kalian sudah menentukan kapan kalian akan menikah?” tanya Deva pada putranya. Panji melempar senyum pada Sita dan SIta tampak bersemu malu-malu.“Tadinya kami ingin secepatnya, Pa, tapi Sita minta sampai kedua adiknya melewati ujian akhir dulu. Jadi mungkin beberapa bulan kedepan lagi.” Panji baru saja menyelesaikan makan malamnya. Kali ini Panji cukup lega karena oma Imelda tidak hadir bersama mereka. Dirinya sedikit khawatir karena Sita belum tahu jika oma Imelda sangat membencinya dan takut jika akan berimbas kepada Sita juga.“Masakan ikan kuah kuning Mama memang gak ada duanya!” seru Panji sambil mengelus perutnya. Terryn menye
Sudah tiga bulan berjalan sejak lamaran Panji di kantornya itu berlalu Baik Panji maupun Sita sama-sama disibukkan dengan pekerjaan mereka.Mereka ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan penting terlebih dulu sebelum pernikahan mereka digelar. Setelah wawancaranya di majalah The Special, proyek yang diterima Melda’s Constructions semakin banyak dan membuat perusahaan Melda’s Constructions semakin terkenal luas.Perkembangan karier Sheira pun melesat hebat, hanya dalam waktu singkat namanya sudah melambung sebagai Rising Star. Berbagai kontrak diterima Sheira yang membuatnya semakin sering terlihat di layar kaca dan papan reklame besar di pinggir jalan. Oma Imelda semakin bangga atas pencapaian cucu kesayangannya itu dan semakin melimpahkan kasih sayangnya kepada Sheira.Suatu hari Terryn mengajak anak-anaknya untuk makan siang bersama. Terryn meminta agar Sheira sebisanya hadir untuk kebersamaan mereka. Kondisi Terryn pun sebenarnya semakin lemah tapi Terryn dan Deva memutuskan untuk ti
Panji berusaha berkonsentrasi dengan presentasi yang dilakukan asistennya itu, Bony memaparkan rencana pembangunan proyek terbaru mereka dengan semua keterkaitan skala besar mega proyek yang tengah mereka pegang.Peserta rapat sepakat jika pembangunan dilakukan secepat mungkin karena berbagai ijin telah mereka kantongi dan tidak ada masalah dalam pembebasan lahan. Sungguh tangan Midas kata para kepala divisi yang mengagumi tangan dingin Panji. Bony merapikan kertas kerjanya, dia sudah berulang kali melirik Panji yang lebih banyak terdiam dan menghela napas. Dia sudah hafal dengan bahasa tubuh Panji yang demikian.“Gak mau cerita Bos? Berat niih keliatannya?” Bony menyodorkan sekaleng minuman ringan yang dingin, menurutnya Panji butuh sesuatu yang segar untuk membuka pikirannya yang tengah ruwet.“Anak manja itu menghina Sita dengan telak, aku gak nyangka dia bertingkah semakin buruk. Oohh Tuhaan … Salah aku apa ….?" Panji mengusap kedua wajahnya, pemuda itu benar-benar terlihat lelah
Sheira melihat nomor kamar hotel di depannya dan mencocokkannya dengan isi pesan pengirim. Hatinya sedikit was-was karena baru kali ini dia ingin membicarakan pekerjaan tanpa didampingi Vero dan di sebuah kamar hotel pula. Sheira memutuskan bertemu karena nama pengirim pesan itu nama perempuan, Miranda.Dengan ragu Sheira mengetuk pintu dan tanpa menunggu lama seorang wanita terlihat dari balik pintu sambil tersenyum ramah, dia mengenakan setelan baju kerja yang formal. Sheira tampak sedikit bernapas lega. Pikiran negatif serta perasaan was-was yang menyelimutinya lenyap seketika.“Silakan masuk, maaf yaa saya meminta datang ke hotel karena setelah ini saya harus ke kota lain dan waktu saya hanya kosong di jam sekarang. Ayo masuk, jangan bengong di situ dong,” sambut Miranda dengan senyum ramah.Sheira melangkah pelan dan mengamati ruang hotel VIP yang luas dan berfasilitas lengkap itu. Dia duduk setelah Miranda mempersilakannya dan menyajikan minuman. “Maaf, tapi saya tidak minum
“Gimana tadi les pianonya, Vi? Apa ada lagu baru hari ini?” tanya Sita pada Vivi adik asuhnya yang baru saja keluar dari salah satu deretan ruko. Vivi menjadi salah satu murid yang belajar memainkan alat musik di ruko yang berwarna biru muda itu. Sudah menjadi rutinitas Sita jika dia pulang lebih awal dari kantor maka dia yang mengantar dan menjemput Vivi salah satu adik asuhnya.“Tadi Vivi belajar lagu baru, Kak. Seru deeh! Kata ibu guru, Vivi bisa cepat belajar, gimana gak cepet Vivi ‘kan sering dengar lagu itu di box musik yang kak Tata belikan.” Vivi tersenyum lebar, Tata adalah nama panggilan kesayangan untuk Sita di panti asuhan. Semua anak-anak panti memanggilnya kakak Tata bahkan Panji sering ikut-ikutan memanggil Sita dengan nama panggilan itu.“Yaa udah, sekarang kita pulang yuuk , udah larut malam. Maaf yaa kakak tadi ada urusan sedikit jadi telat deeh jemput Vivi.” Sita memasangkan helm berwarna pink pada Vivi.“Gak apa-apa kok, Kak, bang Fian malah lebih parah lagi kadang
Beberapa saat sebelumnya….Tubuh Sheira gemetar, pandangannya masih kabur, dia tidak bisa melihat jelas wajah perempuan dan anak kecil yang ditabraknya di atas motor mereka. Genangan darah menutupi separuh wajah perempuan dewasa itu yang helmnya terlempar jauh saat dia terhempas. Sheira mendekati anak kecil yang tergeletak di depan toko boneka terdengar rintihannya yang lemah.“Tante … Tolongin kakak aku … To-tolong….” Perlahan mata Vivi menutup, dia hanya sekilas melihat wajah Sheira yang memucat. Gadis itu segera kembali ke mobilnya untuk menelpon Vero.“Halo, Sheira, ada apa?” tanya Vero yang baru saja akan naik ke tempat tidurnya.“Kaaak … tolong aku Kak … Aku gak sengaja menabrak orang Kak … perempuan dewasa itu tampaknya luka parah dan ada anak kecilnya juga, Kaaaak … Aku takuuut.” Sheira menangis sambil memperhatikan keadaan sekeliling yang tampak sunyi, toko di daerah ini sudah banyak tutup dan belum ada kendaraan yang lewat.“Apa?! Astaga Sheiraaa…!!!” teriak Vero yang tak
Sheira merendam tubuhnya dalam bathup yang berisi air hangat, beberapa lilin aroma terapi dinyalakannya. Gadis itu memperbanyak busa di dalam bath up dan menggosok-gosok tubuhnya yang telah digerayangi Aldo. Dia tidak pernah membayangkan jika Aldo akan sejahat itu pada dirinya. Selama dia menjalin hubungan dengan laki-laki itu ketika kuliah dulu, Sheira menjaga diri dan kehormatannya sebaik mungkin. Bibirnya memang pernah dikecup Aldo tapi dia tidak membiarkan Aldo berbuat jauh pada dirinya.Air mata Sheira jatuh tak tertahankan lagi ketika dia melihat kedua telapak tangannya yang penuh busa-busa. Beberapa jam yang lalu tangan itu telah terkena darah perempuan yang ditabraknya. Sheira kembali tergugu mengingat dua peristiwa yang mengguncang jiwanya. Dia memang tidak terlalu suka pada Sita yang akan dinikahi Panji, tetapi bukan berarti Sheira akan sanggup membuat Sita terluka seperti ini.Andai dirinya bisa berendam diri semalaman untuk melunturkan rasa bersalahnya mungkin akan dila
“Wooow … whoo whooo … memangnya kamu mau apa? Mata dibalas mata, nyawa dibayar nyawa? Ini negara hukum Pak Bos!” Bony tahu jika Panji ini jarang marah tetapi sekali marah sampai di lubang semut kalau Panji mau kejar pasti dikejarnya.Panji terdiam, matanya terpejam. Suara itu masih terngiang-ngiang di kepalanya juga jeritan Vivi dan Sita.“Aku akan membuat dia membayar perbuatannya, mendekam di dinginnya penjara untuk waktu yang sangat lama sampai dia akan mengira kematian akan menjemputnya di dalam sana.” Lelaki muda itu benar-benar meradang oleh dendam.Bony kembali melirik Panji yang tidak pernah main-main jika sudah mengancam orang lain. Panji hampir tidak pernah bermasalah dengan rekan, klien atau partner bisnisnya tapi bukan berarti dia tidak pernah bermasalah dengan siapa pun. Bosnya itu pernah duel dengan beberapa preman karena telah mengganggu pembangunan proyeknya. Jika dia mengancam untuk mematahkan lengannya makan itu akan terjadi sekaligus dengan rontoknya gigi atau luk