Apapun bisa terjadi jika Tuhan berkehendak. Dalam kasus Terryn bisa saja dia tidak akan bisa punya bayi yang lucu dan sehat, kegigihannya untuk menjalani program hamil hanya butuh waktu yang singkat. Semua adalah kebesaran Tuhan yang tidak akan pernah berhenti disyukuri Terryn. Hidup dengan paru-paru baru juga merupakan kemurahan Tuhan lainnya, bahkan Deva suaminya yang sudah siap menjadi pendonor di detik-detik terakhir digantikan oleh pendonor lain. Manusia memang berencana dan rencana Tuhan yang akan tetap berlaku dalam hidup manusia. Terryn sedang memilihkan baju untuk Sheira, usianya kini enam bulan. Artinya sudah setengah tahun juga operasi besar yang dijalani Terryn sudah berlalu. Walaupun harus meminum obat seumur hidupnya, Terryn bisa beraktifitas seperti biasa. Hanya saja Deva mengawasi Terryn dengan ketat agar jangan sampi beraktifitas berlebih yang membuatnya kelelahan. Terryn memakaikan Sheira baju yang cantik untuk menghadiri pesta ulang tahun Raka, putra Ashiqa dan Ra
Seorang laki-laki muda baru saja mengakhiri presentasi sangat penting dan bergengsi di hadapan para petinggi negara dan orang-orang dari perusahaan besar lainnya. Mereka bertepuk tangan dan memberi ucapan selamat serta dukungan setelah pria muda itu mendapat persetujuan dengan mega proyek pembangunan yang tidak sembarang perusahaan bisa mendapatkannya.Deva Danuarta tersenyum bangga dengan pencapaian gemilang anak muda itu dan semakin yakin jika di tangan anak itu Melda’s Constructions akan semakin maju. Dari sudut ruangan dia melihat sosoknya tengah disalami oleh beberapa orang penting dari dalam dan dari luar negeri. Semua puas dan antusias dengan penyampaiannya tadi dan mereka berharap agar usaha anak muda itu diberi kemudahan dan kesuksesan.“Ouh Papa ada di sini? Kenapa gak kasih tau Panji kalo Papa akan hadir juga, pasti panji akan jemput Papa.” Panji segera mendekati Deva dan menyalami dan mencium punggung tangan laki-laki yang dengan besar hati telah merawatnya selama tujuh be
Panji berdiri di dekat pintu kedatangan, Sheira hari ini tiba dari luar negeri. Seperti janjinya kepada ayahnya angkatnya dia akan menjemput gadis yang punya seribu macam cara untuk menyusahkan dirinya. Entah di mana letak salah Panji sehingga dari awal Sheira langsung membencinya. Mungkin karena saat pertama mereka bertemu Panji terlihat lusuh, gembel dan wajahnya sembab karena menangis. Minggu-minggu awal dia sangat kesulitan beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Juga betapa judes dan manjanya Sheira. Mama Yin selalu menegur sikap Sheira yang tidak sopan, mulai dari cara halus hingga cara kasar. Gadis kecil yang cantik seperti boneka itu tidak peduli karena sikap omanya yang selalu membelanya. Deva menjadi sangat pusing dengan ulah Sheira yang kian hari kian menjadi. Tahun berlalu Panji akhirnya jadi terbiasa dengan sikap kasar Sheira. Meskipun diperlakukan seperti babu, Panji tidak pernah keberatan dan menjalani semuanya dengan lapang dada. Toh dia masih memiliki cinta kasih
Panji memasang baik-baik pendengarannya hingga dia sangat yakin jika yang tengah berteriak-teriak di dalam itu adik angkatnya Sheira. Dengan perlahan Bony membuka pintu dan terkejut melihat dua gadis sedang saling menjambak rambut dan seorang laki-laki setengah telanjang kesulitan melerainya. "Astagaaa… Sheira!" Panji langsung melompat untuk memisahkan keduanya. Tenaga kedua perempuan itu sangat kuat bertarung satu dengan yang lainnya yang membuat Panji cukup kesusahan. Sheira bergerak kesana kemari menyerang perempuan yang berbaju tidur tapi telanjang itu karena bahan yang dipakainya sangat tipis dan pendek. Bony sempat menahan tawa karena pemandangan "indah" yang tidak pada tempatnya terombang ambing dalam jambakan Sheira. "Sheira sudah! … sudah… ayo kita pulang!" Panji menyentak Sheira agar bisa terlepas tapi Sheira belum puas dia masih menendang kesana kemari. Sementara Windy ditahan oleh Aldo. Sheira pun tersadar, jika Panji sudah melerai perkelahiannya dengan Windy dan mula
Terryn memeluk putrinya dengan hangat lalu mencium kedua pipinya dengan gemas. Gadis itu pun menyalami Deva dan dari Deva dia mendapatkan pelukan dan ciuman yang sama. Keduanya terlihat sangat senang akhirnya putri mereka telah kembali.“Ini ada bunga dan kue kesukaan Mama, tadi kami mampir membelinya, Mama pasti suka.” Sheira menunjuk pada bingkisan yang dipegang oleh Panji. Sebenarnya Terryn tahu jika itu adalah inisiatif Panji tapi Terryn menerimanya dengan suka cita.“Lho, pipi kamu kenapa Sheira sampai bengkak begitu?” Terryn menyentuh pipi Sheria yang tadi telapak tangan Windy sempat mendarat di sana. Panji menatap Sheira serius dan menunggu drama dari gadis biang masalah itu.“Ouh … itu Ma, ternyata kosmetik Sheira di Aussie kurang cocok dipakai di Indo jadinya wajah Sheira kayak alergi gitu. Sheira udah buang kok dan cepat-cepat ganti yang baru.” Alasan Sheira cukup masuk di akal dan Panji tersenyum kecil mendengarnya. Sheira mendehem sambil melotot ke arah Panji.“Ayo kita be
“Lalu siapa yang akan mengurusi semua keperluan kamu, kamu butuh seorang manajer ‘kan? Papa gak sreg kamu pilih jalan ini Sheira.” Deva menggeleng-geleng kepala tanda kecewa. Panji hanya masih melihat ke arah lain, sungguh gadis ini paling bisa membawa kejutan dalam rumah mereka.“Papa tenang aja, Sheira sudah punya manajer sendiri, Vero, selama di Aussie dia yang mengurus semuanya. Besok Vero datang dan akan Sheira perkenalkan kepada kalian.”“Duh … Sheira … Sheira … selalu saja kamu begini, mengambil keputusan sendiri, kalau ada apa-apa paling yang repot Panji lagi.” Deva berdecak mendengar penuturan putrinya itu.“Lho kenapa memang? Cucuku juga berhak menentukan jalannya sendiri. Memangnya hanya Panji saja yang berhak menentukan sendiri setiap keputusan di perusahaan? Kita kasih Sheira kesempatan kali ini, dia butuh dukungan kita, keluarganya,” timpal oma Imelda yang merasa jika Panji terlalu dipuja oleh putranya itu.Panji menahan nafas setiap oma Imelda berbicara, selalu saja ada
Panji baru saja menyelesaikan wawancara eksklusifnya dengan The Special. Oma Imelda, Deva dan Terryn menyalami kru majalah dengan wajah sumringah. Mereka sempat mendapat sedikit sesi wawancara untuk melengkapi berita mereka mengenai Panji. Tak bisa dipungkiri jika saat ini terbersit rasa bangga di dalam hati oma Imelda atas pencapaian Panji.“Ma, aku kembali ke apartemen lagi yaa malam ini, aku ‘kan udah nginap semalam.” Panji meraih tangan Terryn dan menggenggamnya erat, mereka masih duduk di teras samping usai wawancara dengan majalah itu.“Anak Nakal! Mama itu masih kangen banget sama kamu, nginap semalam lagi yaa? Besok kamu berangkat ke kantor dari sini.” Terryn masih menahan putra angkatnya, masih segar dalam ingatan Terryn berat rasanya kala itu harus melepas Panji untuk tinggal di apartemennya ketika dia baru memulai karir di perusahaan suaminya. Dengan dalih jika Panji ingin mandiri walaupun alasan sebenarnya adalah tingkah laku Sheira yang membuat Panji tidak pernah nyaman.
Mata Terryn berkaca-kaca, tak ada kesia-siaan sedikitpun bagi waktu Terryn untuk merawat dan membesarkan Panji. Pemuda ini ibarat berlian yang sudah ditempa sedemikian rupa dan sedang berkilau memukau.“Tuuh kaan … Mama mellow lagi. Maaf jika ada kata-kata Panji yang salah yaa, Ma. Panji tidak bermaksud membuat Mama sedih.” Panji mengelus lembut punggung tangan Terryn setelah mengusap air mata perempuan paruh baya itu.Terryn menarik napasnya panjang, nyeri dirasakannya kembali sehingga dia harus menekan dadanya. Sakit yang dideritanya sudah semakin sering kambuh.“Mama baik-baik saja? Dada Mama sakit?” Seketika tatapan Panji berubah jadi sangat khawatir.“Gak … Mama gak apa-apa, nyeri ini sudah biasa. Bisa jadi ini pertanda kalau waktu Mama sudah tidak banyak lagi,” jawab terryn dengan seulas senyum ketegaran.“Mama ngomong apa sih, ayo Panji antar Mama ke kamar yaa.” Panji mengulurkan tangannya agar dapat membimbing Terryn untuk beristirahat.Terryn tidak menolak dan mengikuti gera