Share

Misi Artefak Kedua

Bab 5: Misi Artefak Kedua

Setelah berhasil mendapatkan Batu Jiwa, Anisa dan timnya kembali ke desa dengan semangat yang tinggi. Mereka berkumpul di rumah Bu Martini untuk merencanakan langkah berikutnya. Pencarian mereka sekarang berfokus pada Cincin Matahari, artefak kedua yang diperlukan untuk ritual pembebasan Ayu.

"Nenek, apa lagi yang kita ketahui tentang Cincin Matahari?" tanya Anisa saat mereka duduk mengelilingi meja makan.

Bu Martini membuka kembali catatannya dan meneliti terjemahan dari kitab kuno. "Cincin Matahari terletak di sebuah kuil yang hanya muncul saat fajar pertama di musim semi," jelasnya. "Kita beruntung karena musim semi baru saja dimulai, jadi kita harus segera mencari kuil tersebut."

Pak Bima mengangguk setuju. "Aku pernah mendengar cerita dari para tetua desa tentang kuil yang muncul di pagi hari pertama musim semi. Kuil itu terletak di puncak bukit tertinggi di hutan."

"Kita harus berangkat sekarang juga," kata Anisa dengan tekad bulat. "Kita tidak bisa membuang waktu lagi."

Mereka segera bersiap dan membawa perbekalan yang cukup untuk perjalanan panjang. Dengan Batu Jiwa yang aman dalam tas Anisa, mereka berangkat menuju bukit tertinggi di hutan Sunyaragi. Perjalanan kali ini lebih menantang karena mereka harus mendaki bukit yang curam dan penuh dengan rintangan alam.

Selama perjalanan, mereka menghadapi berbagai tantangan seperti sungai yang deras dan medan berbatu yang licin. Namun, dengan kerja sama dan semangat yang tinggi, mereka berhasil mengatasi semua rintangan. Saat mereka mendekati puncak bukit, langit mulai berwarna oranye tanda fajar akan segera tiba.

Ketika mereka mencapai puncak bukit, mereka disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Di hadapan mereka, sebuah kuil kuno yang terbuat dari batu mulai muncul perlahan dari balik kabut pagi. Cahaya matahari pertama musim semi memantulkan sinar keemasan pada dinding kuil, membuatnya terlihat magis.

"Itu dia," kata Pak Bima dengan kagum. "Kuil Matahari."

Anisa dan timnya bergegas menuju kuil tersebut. Mereka memasuki kuil melalui pintu besar yang terbuka lebar, dan di dalamnya mereka menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan lukisan dinding kuno. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pedestal batu dengan cincin emas yang memancarkan cahaya hangat.

"Cincin Matahari," bisik Anisa dengan takjub. Dia mendekati pedestal dengan hati-hati dan mengambil cincin tersebut. Saat dia menyentuh cincin itu, dia merasakan gelombang energi mengalir melalui tubuhnya.

"Ini adalah artefak kedua," kata Anisa dengan penuh kemenangan. "Kita hampir menyelesaikan misi ini."

Namun, saat mereka bersiap untuk meninggalkan kuil, mereka mendengar suara gemuruh dari luar. Ternyata, roh penjaga kuil tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja. Sebuah sosok bayangan besar muncul di pintu masuk kuil, menatap mereka dengan mata berkilauan.

"Kita harus keluar dari sini!" seru Pak Bima.

Dengan cepat, mereka berlari keluar dari kuil, membawa Cincin Matahari dengan hati-hati. Bayangan besar itu mengejar mereka, namun dengan keberanian dan kecerdikan, mereka berhasil menghindar dan kembali menuruni bukit dengan selamat.

Setelah perjalanan yang panjang dan penuh tantangan, mereka akhirnya kembali ke desa dengan dua artefak di tangan. Penduduk desa menyambut mereka dengan sorak sorai dan kegembiraan. Anisa merasa lega dan bangga dengan pencapaian mereka sejauh ini.

Namun, misi mereka belum selesai. Mereka masih harus mencari artefak ketiga, Kain Pelindung, yang dipercaya berada di desa tetangga yang telah lama hilang. Dengan dua artefak yang telah mereka peroleh, mereka tahu bahwa mereka semakin dekat untuk menyelesaikan ritual pembebasan Ayu.

Di rumah Bu Martini, mereka berkumpul untuk merencanakan langkah selanjutnya. "Kain Pelindung adalah yang terakhir," kata Anisa dengan semangat. "Kita harus menemukan desa yang hilang dan mendapatkan artefak itu."

Pak Bima mengangguk. "Aku pernah mendengar cerita tentang desa itu. Kita bisa mencari petunjuk di peta kuno yang ada di perpustakaan desa."

Dengan semangat yang baru, mereka mempersiapkan diri untuk perjalanan berikutnya. Anisa merasa lebih percaya diri dengan setiap langkah yang mereka ambil. Dia tahu bahwa dengan timnya dan dukungan dari seluruh desa, mereka bisa mengatasi segala rintangan.

Keesokan paginya, mereka berangkat menuju perpustakaan desa untuk mencari petunjuk tentang desa yang hilang. Pencarian mereka membawa mereka ke berbagai dokumen dan peta kuno. Setelah beberapa jam mencari, mereka menemukan peta yang menunjukkan lokasi desa yang hilang di tengah hutan lebat.

"Ini dia," kata Anisa dengan semangat. "Kita tahu di mana kita harus pergi."

Dengan peta di tangan, mereka bersiap untuk perjalanan terakhir mereka. Misi mereka untuk membebaskan Ayu dan mengungkap rahasia hutan Sunyaragi hampir mencapai puncaknya. Petualangan mereka masih panjang, tetapi mereka tidak akan menyerah.

Dengan dua artefak di tangan dan semangat yang tidak tergoyahkan, mereka melangkah maju menuju tantangan berikutnya, siap untuk menghadapi apapun yang ada di hadapan mereka. Anisa tahu bahwa mereka akan berhasil, karena mereka memiliki keberanian, kecerdikan, dan dukungan satu sama lain. Petualangan mereka baru saja dimulai, dan mereka siap untuk menulis sejarah baru bagi desa Sunyaragi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status