Share

Terjemahan Ukiran

Bab 4: Terjemahan Ukiran

Anisa dan timnya berjalan kembali ke desa dengan hati-hati, membawa kitab kuno yang mereka temukan di gua. Matahari telah tenggelam sepenuhnya, dan hanya cahaya bulan serta obor yang menerangi jalan mereka. Meskipun lelah, mereka merasa semangat karena telah menemukan petunjuk penting dalam pencarian mereka.

Setibanya di desa, mereka langsung menuju rumah Bu Martini. Nenek Anisa sedang menunggu dengan cemas di beranda, dan wajahnya berseri-seri saat melihat Anisa dan timnya kembali dengan selamat. Anisa segera menceritakan penemuan mereka, termasuk ukiran pada batu dan kitab kuno yang mereka bawa.

"Nenek, kita membutuhkan bantuanmu untuk menerjemahkan ukiran ini," kata Anisa sambil menyerahkan salinan ukiran batu tersebut.

Bu Martini mengambil salinan ukiran itu dan mengamatinya dengan seksama. "Ini adalah bahasa kuno yang jarang sekali digunakan sekarang," katanya. "Namun, aku pernah mempelajarinya dari nenekku. Kita akan mencoba menerjemahkannya."

Mereka semua berkumpul di ruang tengah rumah Bu Martini, sementara neneknya mulai bekerja menerjemahkan ukiran itu. Waktu terasa lambat saat mereka menunggu dengan penuh harapan. Setelah beberapa saat, Bu Martini mengangkat kepalanya dan mulai menjelaskan.

"Ukiran ini berbicara tentang 'Ritual Pembebasan' yang harus dilakukan di Kuil Tertinggi di tengah hutan," kata Bu Martini dengan suara bergetar. "Kitab kuno ini adalah kunci, tapi kita juga membutuhkan beberapa artefak lain untuk menyelesaikan ritual ini."

Anisa merasakan campuran antara ketegangan dan antusiasme. "Apa saja artefak yang kita butuhkan, Nek?" tanyanya.

Bu Martini melanjutkan, "Ada tiga artefak yang disebutkan di sini: Batu Jiwa, Cincin Matahari, dan Kain Pelindung. Setiap artefak memiliki kekuatan khusus yang diperlukan untuk membebaskan Ayu dari kutukan."

Pak Bima, yang duduk di dekat jendela, mengangguk dengan penuh pengertian. "Aku tahu tentang Batu Jiwa. Ada sebuah legenda yang mengatakan bahwa batu itu terletak di dalam sebuah gua yang dijaga oleh roh-roh pelindung."

"Cincin Matahari," tambah Bu Martini, "dikatakan tersembunyi di sebuah kuil yang hanya muncul saat fajar pertama di musim semi. Sedangkan Kain Pelindung dipercayai berada di desa tetangga yang telah lama hilang."

Anisa merasa beban di pundaknya semakin berat, tetapi dia juga merasa tekadnya semakin kuat. "Kita harus menemukan ketiga artefak ini secepat mungkin," katanya dengan penuh semangat. "Semakin cepat kita melengkapi ritual ini, semakin cepat kita bisa membebaskan Ayu."

Tim pencarian memutuskan untuk beristirahat semalam dan memulai pencarian artefak pertama keesokan paginya. Mereka berencana untuk mencari Batu Jiwa terlebih dahulu karena letaknya yang paling dekat dengan desa.

Keesokan paginya, setelah sarapan cepat, Anisa dan timnya kembali berangkat ke hutan. Mereka mengikuti petunjuk Pak Bima yang pernah mendengar tentang lokasi gua tempat Batu Jiwa berada. Perjalanan kali ini terasa lebih berat karena mereka semakin memasuki wilayah hutan yang belum pernah mereka jelajahi sebelumnya.

Setelah berjalan selama beberapa jam, mereka akhirnya menemukan sebuah gua yang tersembunyi di balik semak belukar. Pintu masuk gua tampak gelap dan menakutkan, tapi mereka tidak punya pilihan lain selain masuk ke dalam.

Dengan hati-hati, mereka menyalakan obor dan melangkah masuk ke dalam gua yang dingin dan lembap. Suara tetesan air dan gemuruh angin membuat suasana semakin mencekam. Namun, mereka terus maju dengan tekad yang kuat.

Di dalam gua, mereka menemukan banyak lorong berliku yang membuat mereka harus memilih jalan dengan hati-hati. Setelah beberapa kali tersesat, mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan kristal berkilauan. Di tengah ruangan, mereka melihat sebuah altar batu dengan sebuah batu berkilauan yang tampak sangat indah.

"Batu Jiwa," bisik Pak Bima dengan kagum. "Kita menemukannya."

Anisa mendekati altar dengan hati-hati. Dia merasakan getaran kuat saat mendekati Batu Jiwa. Dengan hati-hati, dia mengambil batu itu dan merasakan energi yang mengalir melalui tubuhnya. "Ini adalah satu dari tiga artefak yang kita butuhkan," katanya dengan penuh semangat.

Namun, sebelum mereka bisa merayakan, mereka mendengar suara gemuruh dari belakang. Lorong yang mereka lewati mulai runtuh, dan mereka harus segera keluar dari gua. Dengan cepat, mereka berlari menuju pintu keluar, membawa Batu Jiwa dengan hati-hati.

Mereka berhasil keluar dari gua tepat sebelum pintu masuk runtuh sepenuhnya. Dengan napas tersengal, mereka memandang ke gua yang sekarang tertutup. Meskipun perjalanan baru saja dimulai, mereka merasa yakin bahwa mereka bisa menemukan artefak lainnya dan menyelesaikan misi mereka.

Dengan Batu Jiwa di tangan, mereka kembali ke desa untuk merencanakan langkah selanjutnya dalam petualangan mereka. Petualangan ini masih panjang, tetapi semangat dan tekad mereka tidak tergoyahkan. Mereka siap menghadapi segala tantangan untuk membebaskan Ayu dan mengungkap rahasia hutan Sunyaragi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status