Peluncuran produk baru tinggal hitungan minggu, tapi lima jam lalu terjadi kebocoran data oleh hacker. Semua ahli IT langsung digerakkan untuk mengirim jutaan virus supaya data yang sudah dicuri rusak. Mereka bukan startup, Nathanael Grup sudah beroperasi sekitar 20 tahun, dari mulai membuat software untuk komputer jadul hingga memiliki banyak aplikasi andalan. Produk Nathanael Grup kini lekat di masyarakat, dari penyimpanan data, jual beli, treveling hingga urusan pembayaran. Tingkat keamanan mereka sangat tinggi dan tidak mudah dibobol oleh hacker. Roan merasa ada penyusup di perusahaannya, berbeda dari Rin yang mencurigai Mirna, ia malah mencurigai orang lain."Kau sudah datang?" tanya Lazio sembari mengangkat gelas berisi wine. Roan tidak pernah mengenal Pram, pemimpin Siluet, keluarga mafia nomor 1 di Asia Tenggara sebelumnya. Tapi katanya sebelum Siluet jatuh ke tangan Lazio, pemimpin sebelumnya sangat keji. Roan duduk berhadapan dengan Lazio, mereka berada di halaman rumah
Roan mengembuskan napas berat setelah melihat Rin pergi sembari menangis, ia hendak mengejar tapi Mama menarik tangannya. Tidak mengizinkan ia mengejar Rin. "Aku mau ngejar Rin, Ma." Roan melepaskan tangan Mamanya. "Rin bakal tambah marah kalau kamu salah ngomong lagi," kata Mama. Membuat langkah Roan berhenti. "Kalau nggak dikejar aku takut dia kenapa-napa." Roan tidak menghiraukan perkataan Mamanya dan memilih pergi mengejar Rin, napasnya terengah-engah, melihat ke kanan dan kiri. Tidak ada Rin di depan rumah.Roan tidak pantang menyerah, ia mencari Rin dengan berlari sembari menelepon. Roan keluar gerbang. Sayangnya telepon Rin tidak diangkat. Ia semakin khawatir. Takut terjadi hal buruk pada istrinya yang tengah hamil itu. "Kamu di mana, Rin?" gumamnya. Keringat bercucuran. Roan menyangga badan dengan memegang lutut, ia sudah berjalan sangat jauh. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Rin.Matahari bersinar terik padahal baru pukul 8, panas polusi kendaraan membuatnya batuk,
Rin melepaskan genggaman tangannya pada Roan, lalu tersenyum canggung pada Lazio. Tatapan Roan langsung berubah tajam melihat gelagat sang istri. Ia menggenggam tangan Rin kembali hingga membuat mata Rin melotot. "Kalian ... mesra." Komentar Lazio. Sebelah alisnya terangkat.Pria berbadan tinggi itu mengamati Rin dan Roan bergantian. Roan memakai jas mahal seperti biasa, sepatunya mengkilap dan rambutnya juga rapi. Sementara Rin memakai androk selutut, baju putih dan rambutnya bergelombang. Wajah Rin cukup imut di mata Lazio hingga membuat bibirnya terangkat, pria itu mengulurkan tangan."Lazio, sahabat dekaaaaattt Roan." Lazio memperkenalkan diri sebagai sahabat, padahal bagi Roan mereka tidak pernah berteman. Rin segera melepaskan tangan Roan dan menerima jabatan tangan Lazio. "Saya Rin, sekretarisnya Pak Roan." "Sekaligus istri." Roan menambahi. "Oh, ini istrimu. Aku baru tahu. Santai aja jangan terlalu formal." Lazio cukup ramah di mata Rin. Roan melepaskan jabatan tangan m
Aku tidur sepanjang penerbangan, mualku tidak separah awal kehamilan, tapi sebagai gantinya aku mudah lelah dan mengantuk. Beruntung ada Roan yang selalu menjagaku. Pesawat jet ini sangat nyaman, ada dapur dengan makanan yang lengkap. Desainnya sangat elagan dan cantik. Pramugarinya juga cantik dan ramah, kupikir pesawat ini memang didesain untuk para milyarder. Bisa aku bayangkan seberapa kaya temannya Roan itu.Oh ya, Bapakku ikut. Dia berfoto layaknya pemilik pesawat jet. Wajahnya merekah seolah ini memang liburannya. Sementara mertuaku, mereka tenang di sisi kursi yang berbeda. Tidak mau diganggu oleh kebisingan Bapak. Aku melihat keluar setelah dibangunkan Roan, kami telah sampai di pulau Maladewa. Dari atas terlihat sangat cantik. Air lautnya bening dengan pantai pasir putih. Pantas saja para orang kaya menjuluki tempat ini pulau surga. "Rina lihat itu, Bapak sudah pernah ke sini 7 tahun lalu. Keren, kan?" Bapak tersenyum lebar, bangga menunjukkan liburannya memakai uang jud
Gaya hidup bapak seperti orang kaya, liburan dan berpesta. Main perempuan juga. Hanya saja keuangannya tidak mumpuni karena pengangguran dan menjilat di sana sini. Untuk memenuhi gaya hidup Bapak yang suka pamer liburan di media sosial, bapak berjudi. Juga menyusahkan ku. "Pak, niatku membawamu ke mari adalah membuangmu. Tapi aku nggak nyangka Bapak udah akrab sama tempat ini. Tapi walaupun begitu aku tetap akan meninggalkanmu di sini, jadi aku nggak akan ngasih penginapan." Aku bicara terus terang. "Apa? Kamu berniat membuang orang yang sudah merawatmu?!" Teriaknya tambah emosi. Dia mendorong Roan hingga terhuyung ke samping. Mencengkeram kuat tanganku, terasa sakit. "Kapan Bapak merawatku?! Bapak udah buang aku sejak kecil!" Balasku."Kau pikir, kalau aku tidak mengambilmu dari tempat sampah, apa kau sekarang masih bisa hidup?!" Teriaknya lagi. Eh, apa? Mengambilku dari tempat sampah. Apa itu berarti aku bukan anak kandungnya? Apa itu yang membuat Bapak dan ibu mengabaikanku
Suasana mendadak aneh, Roan kembali setelah mengantar Bapak ke petugas keamanan. Wajahnya melihatku dengan iba, juga Tuan besar yang biasa tegas kini mengasihaniku. Hal yang lebih aneh adalah Nyonya Rosa menangis untukku. Melihat gelagatnya kurasa dia tulus. Aku jadi salah tingkah kalau semua orang seperti ini. Walaupun hidupku sangat kacau, tapi aku sungguh baik-baik saja. Nyonya Rosa melepas pelukannya, menghapus air di sudut mata. Kupikir dia akan semakin membenciku yang merupakan anak tong sampah. Ternyata dia malah iba. "Kami akan berusaha mencari orang tua kandungmu," kata Nyonya Rosa. "Nggak perlu, Ma. Aku beneran nggak papa." Orang tua ku kaya atau miskin, sama-sama menyusahkan. Bisa aku tebak bahwa ayahku kaya dan ibuku miskin. Kalau sangat kaya maka aku bisa terlibat perebutan hak waris yang merepotkan. Beruntung kalau aku tidak diracuni anak ayahku yang lain. Apalagi aku hanya di luar nikah. Tidak mungkin banyak dapat warisan. Kalau ibuku sudah bisa diperkirakan miski
Kami duduk di kayu, melihat laut lepas dan ombak. Tidak terlihat indah di malam hari. Tapi pantai ini banyak orang berlalu lalang dan lampu yang menyala terang. "Apa kamu masih sedih?" tanya Roan. "Sejak awal aku nggak sedih," jawabku. "Jangan bohong," kata Roan.Aku menggeleng. "Aku nggak bohong. Aku nangis karena kayaknya kalian pikir aku sedih."Kami saling diam, Roan melihat ke depan. Mengikuti arah pandanganku. "Syukurlah kalau kamu nggak sedih.""Mungkin karena dari awal aku ngrasa nggak punya orang tua, jadi waktu tahu ternyata aku memang nggak punya orang tua, rasanya biasa aja." "Apa kamu nggak mau cari orang tua kandungmu?" "Kalau ketemu pun mau ngapain? Kita hanya orang asing." "Meskipun begitu, mereka tetap orang tuamu." "Cariin aja ayah kandungku, biar kalau aku mati di nisanku jelas binti siapa." "Hahaha, kamu bisa aja bercanda.""Aku nggak bercanda." Suasana berubah, Roan tidak jadi tertawa. Wajahnya canggung. "Baiklah." Kami menikmati suasana malam di pulau M
Kupikir hidupku terlalu sempurna, hal-hal baik terjadi setelah menikah. Semua berubah 180 derajat. Aku memiliki Roan yang menyayangiku, mengandung baby sultan dan mertua yang baik. Semua berjalan sangat lancar sampai aku lupa bahwa ini diawali dengan kebohongan. Niat awal pernikahan adalah menipu kedua orang tua Roan, berakting dan membodohi mereka. Niat yang sangat buruk untuk orang yang sudah membesarkan dari kecil. Orang tua Roan sangat menyayangi putra kesayangannya itu. Namun, balasannya adalah penipuan. Mereka sakit hati dan mengusir kami, Roan berusaha menjelaskan bahwa memang awalnya seperti itu. Tapi selebihnya kami sungguh suami istri dan saling menyayangi. Hanya saja kedua orang tua Roan terlanjur kecewa dan marah. Dulu aku tidak peduli dengan kedua orang tua Roan, bagiku yang penting dibayar. Aku sering bersikap kurang ajar pada Nyonya Rosa di awal pernikahan karena tidak menganggapnya mertua. Tapi sekarang semua berubah, kasih sayang kedua orang tua Roan padaku nyata.