Semua orang kucurigai sekarang terlebih teman-teman Ami yang kemarin datang berkunjung. Aku mencari tahu lewat Angga seberapa dekat mereka. Cewek ataupun cowok sama-sama aku curigai karena tidak ada hal yang mustahil. Bisa saja Ami di ajak sahabat wanitanya nonton film tapi ternyata malah berbuat yang tidak-tidak.Teman laki-laki pun tidak luput dari perhatianku. Kemaren ada tiga orang yang datang. Gerak gerik ketiganya sangat mencurigakan bisa saja salah satu dari mereka pelakunya.****Hari ini hari Minggu. Rencananya aku akan mengintrogasi Angga untuk mencari tahu lebih dalam tentang teman-teman mereka kemarin. Adakah yang dekat dengan Ami atau sahabat, terutama yang laki-laki yang sering bersama dengan Ami.Aku masuk ke dalam kamar Angga. Seperti biasa Angga sibuk dengan ponselnya. Aku menghampiri dia."Sudah makan?" tanyaku.
BAYI SIAPA?Part 8Aku tengah berbelanja di tukang sayur. Sebenarnya aku lebih suka belanja di pasar dan sangat jarang berbelanja di tukang sayur keliling karena selain kurang lengkap, terkadang sering terjadi obrolan yang menurutku tidak penting. Kali ini terpaksa, sebab tidak ada yang menjaga Aqila jika aku ke pasar. Mbok Iin kasihan harus menjaga Aku dan Aqila."Tumben Bu Atik berbelanja di sini," ucap Bu Mirna salah seorang tetangga."Iya, Bu belum sempat ke pasar," jawabku."Sibuk sama cucu baru ya Bu?" tanya Bu RT.Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Bu RT tanpa bisa menjawabnya, mau kujawab apa? Aqila itu bukan anak Amran."Iya, dengar-dengar Amran sudah menikah, Bu Atik ini gimana sih, nikahin anaknya gak ngundang-ngundang," ucap Bu Rina.
BAYI SIAPA?Part 9"Bun, sarapan dulu yuk!" Ajak suamiku."Bunda gak lapar, Yah.""Temenin ayah sarapan aja."Aku langsung mengekor pada Mas Abi yang mengajakku untuk sarapan. Namun, aku sama sekali tidak merasa lapar. Masalah ini menguras pikiran dan membuatku tidak nafsu makan."Bun, jangan terlalu banyak pikiran," ucap suamiku."Tidak, hanya saja tatapan Amran terhadap Ami sulit di jelaskan.""Kamu mencurigai Amran?""Tentu saja. Semua laki-laki di rumah ini aku curigai.""Termasuk ayah?"Aku mengangguk. Mas Abi hanya tersenyum dan mulai menyodorkan sesendok nasi goreng hangat buatan Mbok Iin ke depan bibirku."Makan dulu. Setelah maki
Part 10"Kak, boleh minta minum?" tanya seorang gadis berkuncir dua menghampiriku yang tengah berada di depan kulkas.Aku bingung siapa gadis itu. Aku tidak punya adik perempuan, ada pun Angga adik laki-lakiku yang super rese."Nih," ucapku menyodorkan sebotol air dingin.Anak itu berlari kecil. Aku mengikuti kemana dia pergi dan berhenti tepat di kamar mbok Iin.Mau apa dia di sana. Mungkin saudara mbok Iin yang sedang berkunjung ke sini.Aku segera pergi dari dapur dan menuju ke dalam kamar untuk melanjutkan tugas kuliah. Tiba-tiba saja ada seseorang yang masuk dan merengek ingin di ajarkan membuat PR. Tidak lain dan tidak bukan dia adalah Angga. Adik laki-laki yang menjengkelkan.Aku beranjak dari kamarku dan menuju ruang tamu tempat Angga membuat PRnya. Anak perempuan itu ada di sana juga. Aku t
BAYI SIAPA?Part 11Hening, rumah ini menjadi sunyi. Hanya sesekali terdengar suara Aqila yang menangis. Semua orang larut dalam pikirannya masing-masing. Mbok Iin terpukul dan mengurung diri di dalam kamar. Aku bisa mengerti perasaannya sekarang. Dia pasti merasa gagal mendidik Ami. Itu juga yang aku rasakan saat tahu Ami hamil dan mengugurkan kandungannya.Amran sendiri tidak menjawab pertanyaanku. Dia juga memilih pergi entah kemana. Tinggallah aku yang tengah memasak makanan untuk makan siang kami.Sambil sesekali melihat Aqila yang berada di dalam kamar aku membuat menu makan siang. Tidak tega menyuruh mbok Iin untuk memasak sekarang, dia butuh waktu sendiri memikirkan semua yang terjadi.Meskipun pikiranku entah kemana, aku coba untuk tetap menjadi ibu yang baik. Angga pasti lapar saat pulang sekolah nanti. Aku hanya mem
BAYI SIAPA?Part 12Pov AmiDua garis merah terpampang dengan jelas di atas sebuah alat tes kehamilan yang berada di tanganku. Air mata luruh seketika sebab aku belum menikah. Bingung sudah pasti, karena aku masih SMA.Buru-buru aku simpan benda pipih itu di tempat yang aman. Takut Ambu melihatnya dan aku dalam masalah. Sambil terus memikirkan bagaimana kedepannya kelak nasibku.Sekarang aku harus apa? Kuapakan janin yang akan tumbuh dalam perutku ini. Usiaku belum genap tujuh belas tahun dan masih sekolah pula. Ini semua terjadi karena kebodohanku.Atas nama cinta, aku melakukan hal yang belum seharusnya dengan seorang laki-laki. Entah Dia yang pandai merayu atau aku yang terlalu bodoh serta bisikan setan dalam diri yang sangat kuat hingga kami melakukan hubungan itu.Dengan
BAYI SIAPA?Part 13Kutatap wajah Amran yang tengah memegang tubuhku dan Aqila. Apa yang aku pikirkan dan curigai selama ini benar adanya. Amran, putra sulungku yang menghamili Ami. Jujur saja aku sulit percaya hal ini.Aku sangat mengenal Amran. Tidak mungkin dia melakukan hal itu. Namun, Amran mengakui semuanya. Sesak, aku merasa gagal menjadi orang tua. Gagal mendidik anak dengan baik.Menangis pun tiada guna sekarang. Nasi telah menjadi bubur. Berpikir juga aku tidak bisa. Kecewa, marah, sedih bercampur jadi satu dalam hati ini.Semua yang ada di rumah terdiam. Mbok Iin sangat syok. Ami masih menangis. Amran masih memegang tubuhku."Ada apa ini?" tanya Angga yang baru pulang.Anak itu pasti bingung dengan semua yang terjadi. Aku pun sama bingung harus bagaimana?
BAYI SIAPA?Part 14Pov AmranSeketika aku terdiam saat bunda bilang Ami keguguran. Aku pikir selama ini dia adalah ibu dari Aqila, kenyataannya bukan. Masalah di atas masalah. aku pergi meninggalkan bunda yang bertanya apakah aku pelaku yang menghamili Ami. Tentu saja bukan, aku memang mencintai gadis cantik itu. Namun, tidak akan berbuat demikian sebab bunda dan ayah tidak pernah mengajarkannya.Kupacu mobil dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan apa yang harus dilakukan sekarang. Di otakku hanya ada Ami yang tengah tersenyum manis. Ya, gadis itu adalah kuncinya. Dia harus berkata yang sebenarnya.Aku tidak marah saat bunda menuduhku sebagai pelaku yang menghamili Ami. Hanya saja sedikit kecewa karena bunda tidak percaya dan mencurigai aku. Beliau tidak salah, siapapun bisa jadi tersangka di dalam rumah kami