"Mas ...! Di sini!" Rizal melambaikan tangannya pada Mas Faris yang sedang celingak celinguk mencari sosoknya. Resto depan rumah sakit memang terkenal ramai bila di jam jam istirahat kantor. Jadi tak heran kalau tadi Faris sempat bingung mencari keberadaan Rizal yang tertutup oleh ramainya pengunjung."Apa kabar, Mas?" Rizal berdiri dan mengulurkan telapak tangannya, menyalami Mas Faris yang sudah berdiri di depannya."Baik, terima kasih, Rizal. Maaf kalau aku ganggu waktu kamu, sedang tak terikat pasien kan?" ujar Faris sambil menerima ajakan jabatan tangan Rizal."Untuk dua jam ke depan aku bebas. Mas mau aku pesankan makanan atau minuman?" tawar Rizal ramah. Sambil kembali duduk berhadapan dengan Faris.Mas Faris kemudian memesan yang dia inginkan pada seorang pelayan yang kebetulan sudah berdiri di sampingnya menunggu pesanan Faris."Rizal, sebelumnya, aku mau berterima kasih, karena kamu sudah bersedia, siap siaga menjaga anakku dan Ivana saat sedang hamil. Aku bersyukur akhir
Ada yang berbeda dari penampilan panti saat ini, halaman depannya yang luas kini terpasang tenda berwarna hijau dengan berhiaskan pita berwarna warni di setiap sudut dan dia antara sudut ke sudut. Beberapa mobil dan pick up seliweran tak berhenti menaikkan dan menurunkan barang.Ya! Besok adalah hari pernikahan antara Ivana dan Rizal. Wajar bila dirayakan dengan meriah.Tampak pula mobil Papa Adi yang baru datang bersama Mama Via, membawa serta tiga orang wanita dan satu lelaki yang turut bersamanya."Dam! Ivana di mana?" tanya Papa Adi pada Ayah Damar yang sedang berkomunikasi di telpon dengan arah membelakanginya. Di teras rumah.Ayah Damar yang juga telah menyelesaikan hubungan ponselnya segera berbalik arah begitu mendengar Papa Adi bertanya keberadaan Ivana.Akan tetapi Ayah Damar sejenak termangu saat tahu siapa yang sedang berdiri bersama Mama Via. "Mak ...!" panggil Ayah Damar yang melangkah mendekati wanita tua berkerudung seadanya itu. Tak peduli pada Papa AdiKemudian me
"Sah ....?!" tanya Ayah Damar yang sedang memegang erat tangan Rizal pada saksi yang berada di antara dua sisi meja yang berhadapan. Dengan memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, secara bergantian."Sah ...!" sahut beberapa orang yang hadir di acara ijab kabul antara Rizal dan Ivana. Dengan semangat karena bahagia."Alhamdulillah ...!" seru para tetamu undangan dan sanak saudara."Aamiin, aamiin ...!" Kembali terdengar saling bersahutan saat seorang ulama yang sengaja di undang membacakan doa atas pernikahan Rizal dan Ivana yang baru saja terjadi. Dengan khidmat, yang di ikuti para undangan.Setelah selesai dengan doanya. Kemudian Ulama tersebut memberikan tanda pada Ayah Damar, untuk memanggil pengantin perempuannya agar mendampingi pengantin pria. Ayah Damar memberikan tanda juga pada Naya yang berada di ujung tangga.Dengan di jemput Mama Via dan Bulek Tina, Ivana tampak manglingi sekali, sangat cantik walau pun dengan menggunakan make up sederhana di balut gaun pengantin hi
Sementara itu di sebuah kedai es krim yang letaknya pas berada di depan gedung tempat Ivana dan Rizal melangsungkan acara pernikahannya. Terlihat seorang wanita yang berpenampilan seksi, mengenakan kaca mata, dengan segelas es krim di atas meja di hadapannya.Tak ada yang luput dari pengintainnya karena tanpa di sadari oleh siapa pun, kamera yang ia letakkan di atas meja sedang merekam semua dengan sempurna.Juga saat Faris keluar dari gedung bersama Naya, Mama Via dan seseorang yang tak di kenalinya, Namun, bukan itu yang sedang jadi pusat perhatiannya, dia fokus pada lelaki yang telah menolak dirinya, yang sedang menggendong seorang bayi.Bella! Perempuan yang sedang memata matai itu tampak sangat marah, saat melihat Faris menggendong bayi. Kemudian dengan sangat gusar dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang.[Hallo, aku harap kamu bisa segera mengikuti ke mana perginya sebuah mobil berwarna hitam yang barusan keluar dari gedung itu.][Baik, Nyonya. Akan saya lak
Pagi ini semua sudah kembali normal, kecuali Ivana dan Rizal yang mulai harus membiasakan diri semuanya berdua. Keluarga Ibu Ana sudah kembali semalam pulang ke desa, di antar oleh supir pribadi keluarga Agung. Pernak pernik pernikahan di halaman dan dalam rumah pun sudah bersih, hanya menyisakan beberapa ucapan dan sisa karangan bunga dari para relasi Ayah Damar dan Rizal."Pagi ...! Ayah, sudah sarapan belum?" tanya Ivana yang sedang menuruni tangga, pada hari pertama dengan status yang berbeda. "Sudah, kemarin!" jawab Ayah Damar yang masih asyik mengutak atik ponselnya, dengan muka yang serius, Namun menjawab sembari menggoda Ivana."Ih, Ayah bisa aja," jawab Ivana dengan pipi yang blushing. Meneruskan langkahnya ke arah dapur."Kamu tuch yang aneh, jam lima pagi gini, nanya sarapan. Belum ada yang ke dapur, Va.""Mau aku buatin sarapan?" tanya Ivana."Buatlaah yang enak, sekarang ada suamimu yang akan menilai masakanmu."Lagi, Ayah Damar masih betah saja menggoda Ivana."Rizal
[Apa yang sudah kau dapatkan dari hasil penyelidikanmu, kemarin?] Melalui ponsel, Bella menghubungi orang yang di bayarnya untuk mengikuti mobil Faris kemarin. Setelah sebelumnya ada kiriman share lokasi di aplikasi berwarna hijau.[Share lokasi sudah saya kirimkan Nona, dan bayi yang di gendong adalah bayi Ivana dengan Faris,] lapor orang itu.[Kamu yakin? Hahaha! ] Entah apa yang ada di pikiran Bella hingga tertawa sekeras kerasnya. Sepertinya ada yang menyenangkan di pikiran.[Yakin, Nona. Semua orang yang menyewa toko ke panti mengatakan hal yang sama,] jawab orang suruhan Bella yang tak mengerti kenapa Nona yang di laporinnya bisa tertawa keras seperti itu.[Bagus! Kalau begitu nanti malam culik bayi itu, tenang saja aku bayar dua kali lipat, dan langsung aku transfer uangmu, hari ini juga.] Tak perlu menunggu jawaban dari orang yang dia tanya, Bella melemparkan ponselnya kembali ke atas ranjang. "Siapa yang menyangka, uang yang kudapat dari Faris, kugunakan untuk menculik an
[Halo, Pak Parman] sapa Faris saat nada ponselnya tersambung dengan nomer yang dia tuju.[Ya ... halo, ada apa Ris, kenapa nelpon jam jam malam seperti ini, ada di mana kamu?] tanya orang yang Faris telpon.[Maaf, Pak kalau saya mengganggu waktunya, tapi karena kondisinya mendesak jadi saya terpaksa hubungi bapak malam malam begini. Saya mau minta tolong segera kirimkan empat pengawal malam ini dan empat lagi untuk besok ke lokasi yang sudah saya kirimkan ke anda baru saja] harap Faris.[Rumah siapa itu?] tanya Pak Parman yang merasa asing dengan lokasi yang dikirim Faris lewat aplikasi hijau.[Itu rumah mantan istri saya, Pak. Ghina, anak saya baru saja lolos dari percobaan penculikan tadi. Dan saya khawatir akan ada lagi yang ingin berbuat jahat pada anak kandung saya.] Faris menjelaskan ketakutannya kenapa hingga mengharuskan mendapatkan pengawalan di rumah.[Astaufirullah, baik Ris, akan segera aku kirimkan. Untuk sementara stand by laah kau dulu di dekat anakmu] saran Pak Parman
[Hallo, Assalamualaikum, Papa. Bagaimana?] Faris langsung menekan gambar ponsel, untuk menerima panggilan saat di lihatnya ada nama Papa tertera di layarnya.[Panti bagaimana? Orangnya Pak Parman sudah datang belum?] tanya Papa Adi, malah balik bertanya.[Panti aman, Papa. Alhamdulillah, orangnya Pak Parman sudah datang, dan nampaknya Beliau lebih mengerti apa yang kita butuhkan, satu di antara empat orang yang di kirimnya adalah perempuan, jadi bisa menjaga lebih dekat dengan si kembar.] Dengan panjang lebar Faris menceritakan situasi dan kondisi di panti.[Alhamdulillah kalau begitu, urusan di sini juga sudah mulai jelas, tentang siapa dan motif apa yang melatar belakangi semua kejadian di Panti. Namun, lebih baik di bicarakan nanti saja di panti, sebentar lagi kami semua balik, kok][Siap, Pa. Kami menunggu cerita Papa di sini!][Iya, selalu waspada, Ris!] Papa Adi langsung mengakhiri komunikasi telponnya dengan Faris secara sepihak.****Satu jam berselang setelah Papa Adi menel