Telah dua minggu Tantri melancarkan strategi untuk ‘mempertahankan’ suaminya dari godaan orang ketiga.
Dimulai dengan meminta makan siang bersama yang diiyakan Tristan, mereka makan bersama di kantin rumah sakit.
Hari berikutnya, ia membekali Tristan dengan ‘masakan yang dicoba dari resep baru’.
“Yah, aku kemarin nemu resep yang kayaknya enak, jadi tadi pagi aku masak. Ini kamu bawa untuk bekal makan siang ya, nanti kamu nilai apakah masih enak kalau sudah dingin, atau harus disajikan panas-panas.” Ia menyodorkan serangkaian kotak makanan, yang diterima Tristan tanpa mengatakan apa-apa.
Esok harinya lagi, “Yah, besok aku mau belanja bulanan. Kebetulan mau ke mal di daerah dekat rumah sakit. Nanti Ayah temani aku ya?&r
Malam setelah makan malam ulang tahun itu, Tiara tak bisa terpicing. Berjalan mondar-mandir di kamar, ia memikirkan telepon Tantri waktu makan malam tadi. Apakah dia curiga? Kepala dan hatinya bertentangan. Kepalanya terus memerintah untuk melupakan. Sementara hatinya berbisik cinta tidaklah salah.Kalau sudah begini, yang bisa dijadikan tempat memuntahkan segalanya adalah grup "Ajang Curhat".Segera ia mengetik di grup.[Mayday. Mayday. Gawat. @Alana kita harus ketemu. Segera. ASAP.]Tiara terpaksa hanya mencolek Alana, karena hanya dia yang ada di Jakarta dan bisa diajak bertemu langsung. Sementara Ruby berjarak lima belas jam penerbangan di Yunani sana, sejak menikah dan mengi
“Janji dulu, jangan menghakimi gua...” Tiara memulai sesi curhat.“Heh!” Alana langsung protes, “Lo kayak gak tau gua aja. Rasanya cuma gua yang punya prinsip everybody has their own reason -Setiap orang memiliki alasan mereka sendiri.”“Udah… denger dulu Ara mau ngomong apa.” Ruby menengahi, wajahnya terlihat serius di layar ponsel yang diletakkan berdiri di tengah meja.Tiara menghela napas. “Gua emang lagi… dekat, errr.. berkomunikasi aktif, sama seseorang.”“Sudah gua duga,” Alana berkomentar. “Terus, masalahnya di mana?”“Dia...&rdqu
Tristan tahu Tantri telah mencurigainya, hanya saja istrinya itu tidak mendapatkan bukti yang cukup untuk langsung menuduhnya. Namun, telepon di malam ulang tahun Tiara itu adalah sebuah peringatan. Tantri memberinya syok terapi, untuk memberitahunya bahwa dia tahu.Memang istrinya tidak menyerang atau bertindak agresif dengan mendatangi lalu memaki-maki. Dia bermain cantik, hanya menyalakan rasa bersalah di hati Tristan.Tristan mulai membatasi mengirim pesan dan foto tanpa arti pada Tiara. Unggahan di sosial media pun dikurangi. Dan pesan-pesan pribadi yang ia terima, diserahkan pada admin untuk menjawabnya.Meskipun demikian, kepalanya tetap dipenuhi Tiara. Setiap melihat makanan apapun, hampir secara otomatis tangannya mengeluarkan ponsel untuk memotret, sebelum kemudian tangannya menjadi kaku, lalu memasukkan k
Tiara menyeret kopernya masuk ke vaporetto, kapal besar yang menjadi alat transportasi utama di Venice. Semacam bus umum jika di darat.Ia sudah menyewa sebuah kamar dari seorang wanita berusia enam puluh lima bernama Marcia. Seorang profesor yang mengajar anak-anak yang kesulitan mengeja di Inglese Dinamico. Marcia hidup seorang diri di rumah dua lantai berkamar dua. Jadi dia menyewakan satu kamar pada pelancong-pelancong via sebuah situs penginapan.Waktu tepat menunjukkan jam dua belas siang, Marcia sedang mengajar, jadi Tiara harus mengambil kunci rumahnya ke kampus yang terletak di San
Tantri melihat suaminya benar-benar ‘terpenjara’ olehnya dua bulan ini. Di siang hari selalu pulang, dan jarang terlihat mengetik di ponsel. Tantri bernapas lega. Sepertinya upaya halusnya sukses.Namun, dua minggu kemudian, ia melihat suaminya tampak lebih pendiam. Ada kemuraman yang coba ditutupi. Hampir berhasil, sebab ketika memandangnya, suaminya memang masih tersenyum, tetapi Tantri bukan baru hidup satu dua tahun dengannya, dan ia menangkap mendung itu.Oleh karena itu, ketika suaminya mengatakan mendapat undangan seminar gizi di Italia sana, dan bermaksud melanjutkan program master satu tahun, ia langsung menyetujuinya.‘Lebih baik dia pergi jauh supaya kesempatannya benar-benar tertutup, tanpa aku berusaha menghalanginya.’ Begitu ia berpikir.
Tristan mengambil alih koper Tiara yang setinggi pinggangnya, membebaskan wanita itu hanya berjalan menenteng tas laptop dan tas selempangnya. Dengan panduan Google map dan petunjuk dari Marcia, mereka menemukan kampusnya tanpa kesulitan.Marcia ternyata bertubuh mungil, bahkan lebih pendek dari Tiara. Tingginya mungkin sekitar 150 cm. Ketika berjalan ke luar kelas menghampiri mereka, dia agak pincang.“Hai sweetheart,” Dia langsung memeluk Tiara dengan hangat. “Akhirnya kamu tiba juga. Tidak sulit kan menemukan kampus ini?”Tiara mengg
Bapak mencoret-coret di kertas. Tisu berlogo yang tadi digunakan untuk melapisi cangkir kertas berisi Cafe Latte panas pesanannya. Mereka sedang duduk menikmati sarapan di Starbucks. Jam sepuluh nanti Tiara ada meeting dengan beberapa pemasok. Sudah dua bulan ini Tiara selalu mengajak Bapak setiap ia pergi kerja di luar. Saat Tiara meeting nanti, Bapak akan menunggunya di kursi terpisah. Jika Tiara harus ke luar kota, giliran Agung adiknya yang bertugas mengajak Bapak. Ia tidak mau membiarkan Bapak di rumah seorang diri. Tiara memotong Spinach Quiche di atas piring di depannya, makanan yang selalu ia pesan setiap berkunjung ke sini. Mengoleskan sambal tipis-tipis, lalu mengunyahnya pelan tanpa suara. Melihat Bapak menulis, ia mengangkat cangkir berisi teh Camomile panas ke bibirnya. Panas air teh langsung mengusir rasa pedas di lidahnya. Cangkir teh itu hanya caranya agar tidak terlalu terlihat sedang mengintip apa yang sedang ditulis Bapak. Surat untuk Ibu. Lagi. Menulis surat a
alam itu, dengan terbata-bata Tiara menyampaikan kabar itu pada Agung, dan menugaskan Agung menyampaikan pada Bapak. Tiara tidak tega untuk mengabarkan pada Bapak, mulutnya pasti tidak bisa mengeluarkan suara, karena itu ia menyerahkan tugas berat itu kepada adiknya. Pagi itu juga, ia dan Agung langsung terbang ke Surabaya untuk menjemput jasad Ibu, dan membawanya ke Jakarta dengan pesawat charter. Setelah disemayamkan di rumah duka, Bapak baru dijemput datang untuk melihat Ibu terakhir kali, setelah dimandikan dan didandani.Ibu tampak seperti tidur, tidak ada yang menerima bahwa itu hanya jasmaninya, sedangkan rohaninya telah meninggalkan dunia. Di hari terakhir ketika upacara penutupan peti, sebuah peristiwa ganjil terjadi. Seekor kupu-kupu putih, benar-benar putih polos tanpa motif, tiba-tiba hinggap di ujung jari Bapak.Bapak tidak mengibaskan kupu-kupu itu, hanya menatapnya. Kupu-kupu itu hinggap beberapa menit, sebelum kemudian mengepakkan sayap dan terbang ke luar jendela.Tia