“Krystal, ini untukmu.” Maya memberikan jus mangga untuk Krystal. Lalu dia duduk di samping Krystal yang duduk di lantai seraya meluruskan kaki.“Terima kasih, May,” jawab Krystal yang kini mulai meminum perlahan jus mangga yang diberikan oleh Maya. Wajah Krystal terlihat murung. Sepasang iris mata cokelat terangnya terlihat jelas menunjukan kepedihan dan luka. Ya, Krystal tidak pandai menutupi suasana hatinya. Wajah cantik wanita itu terlihat tak ada lagi pancaran kebahagiaan. Yang ditunjukan Krystal adalah sebuah masalah yang seolah terbelenggu di dalam dirinya.“Kamu kenapa, Krys? Tidak biasanya wajahmu seperti orang yang sedang patah hati. Apa kamu ada masalah?” tanya Maya yang sejak tadi begitu penasaran.“Tidak. Aku tidak apa-apa, May. Hanya lelah saja,” ucap Krystal dengan suara pelan.“Kamu tidak bisa membohongiku, Krys. Aku yakin pasti ada suatu masalah yang mengganggumu. Lihat saja wajahmu muram seperti ini,” jawab Maya yang yakin kalau ada yang membebani pikiran Krystal. Pa
Krystal menatap sebuah bunga adenium yang sangat indah di hadapannya. Taman belakang rumah Kaivan banyak ditanami bunga adenium di pot-pot besar. Bunga adenium biasa disebut orang dengan istilah kamboja Jepang. Keindahan warnanya membuat Krystal tampak enggan beranjak dari tempat di mana dia berada saat ini. Ya, hari ini Krystal tidak memiliki latihan balet. Dia pun memilih untuk mendatangi taman belakang rumah Kaivan. Sudah sejak lama Krystal mengagumi keindahan bunga adenium yang ada di taman belakang rumah Kaivan. Pikiran dan hati yang kacau akan sedikit terobati melihat bunga yang indah itu.“Kamu di sini rupanya.”Suara bariton menyentak, menbuyarkan lamunan Krystal yang tengah menatap bunga adenium itu. Krystal langsung mengalihkan pandangannya pada sumber suara yang menegur dirinya.Sesaat Krystal terdiam kala Kaivan mendekat padanya. Tadi pagi, Krystal memilih banyak menghindar dari Kaivan. Bahkan Krystal hanya membantu Kaivan menyiapkan pakaian, kemudian dia memilih untuk seg
“Kaivan.” Suara seorang wanita dengan sedikit kencang dan tersirat tegas memanggil Kaivan. Reflek Kaivan dan juga Krystal mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu. Seketika raut wajah Kaivan langsung berubah kala melihat sosok yang begitu dia kenali mendekat ke arahnya dan Krystal.Krystal langsung terdiam melihat sosok wanita paruh baya yang masih sangat cantik dan anggun melangkah menghampirinya dan Kaivan. Didetik selanjutnya, Krystal menyadari bahwa Kaivan sedikit mengambil jarak dengannya. Krystal sedikit melirik Kaivan—pria itu terlihat begitu dingin dan sorot matanya tampak tegas kala wanita paruh baya itu mendekat padanya.“Kenapa kamu di sini, Kaivan? Lalu siapa ini?” Suara wanita paruh baya itu dengan nada yang terdengar tak ramah dan menatap dingin Krystal.Krystal pun ikut menjaga jarak dari Kaivan. Tampak Krystal tak berani menatap wanita paruh baya di hadapannya yang menatap dirinya begitu dingin dan tajam seolah dirinya musuh.“Kenapa Mama di sini?” Kaivan ber
“Krystal, aku tidak bisa sarapan denganmu. Hari ini aku harus bertemu dengan rekan bisnisku dari Los Angeles yang datang ke Jakarta.”Kaivan berucap seraya menyesap kopi yang baru saja diantar oleh sang pelayan padanya. Ya, pagi ini Kaivan meminta sang pelayan untuk mengantarkan sarapan ke dalam kamar. Namun, sayangnya belum juga Kaivan sarapan—dia sudah mendapatkan telepon dari asistennya tentang meeting pagi ini.“Apa tidak bisa sarapan sebentar saja, Kai?” tanya Krystal seraya menatap Kaivan.“Tidak. Jalanan sering mecet. Aku tidak bisa terlambat datang ke kantor.” Kaivan menjawab dengan nada datar dan langsung menyambar kunci mobil yang ada di atas meja. Namun, kala Kaivan hendak pergi, tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam benaknya. Kaivan langsung mengalihkan pandangannya, menatap Krystal. “Krystal,” panggilnya.“Iya, Kai?” Krystal mendongakan kepalanya, melihat Kaivan yang berdiri di hadapannya.“Siapa Giska? Maksudku kenapa tiba-tiba kamu menggunakan nama Giska di saat kemarin ib
“A-Aryan?”Tubuh Krystal membeku. Tenggorokannya seolah tercekat. Lidahnya begitu kelu. Sepasang iris mata cokelat terangnya menunjukan keterkejutan. Napas Krystal memburu. Dia semakin melangkah mundur menjauh dari Kaivan dan sosok pria yang begitu dia kenali.Ya, bukan hanya Krystal yang membisu. Tapi Aryan pun diam seribu bahasa. Manik mata hitam Aryan menatap lekat manik mata cokelat terang Krystal. Tatapan tersirat penuh arti. Bahkan Aryan seakan hanyut ke dalam sebuah tatapan yang telah dia lakukan. Bagaikan keindahan samudera luas, Aryan telah hanyut di dalamnya.Kaivan menghunuskan tatapan dingin dan begitu tajam mengamati seksama Krystal dan Aryan yang sejak tadi saling menatap satu sama lainnya. Kaivan masih diam walau dirinya seakan ingin meledakan amarahnya. Terutama kala Aryan tak berkedip sedikit pun melihat Krystal.“Kalian saling mengenal?” seru Kaivan hingga membuat Aryan tersadar bahwa sejak tadi dirinya telah hanyut dalam tatapannya. Sampai Aryan lupa bahwa ada Kaiva
“Masa lalu?” Kaivan menangkup kasar kedua pipi Krystal. “Katakan padaku apa saja yang sudah kalian lakukan selama dua tahun? Jangan membohongiku, Sialan! Jika mantan pacarmu adalah orang yang tidak aku kenal, aku sama sekali tidak peduli! Tapi mantan pacarmu adalah teman baikku sendiri! Jawab aku! Apa yang sudah kalian lakukan selama dua tahun itu!” serunya dengan nada tinggi.“A-Aku—”Degupan jantung Krystal berpacu keras. Bagaimana Krystal bisa menjawab jika Kaivan menatapnya begitu tajam. Bahkan Krystal tak mampu bergerak sedikit pun. Kaivan menatapnya seolah dirinya adalah seorang tersangka yang melakukan kesalahan besar. Sungguh, Krystal tidak berani menjawab pertanyaan Kaivan. Dia takut dirinya salah bicara.“Kenapa kamu diam, Krys! Jawab aku!” sentak Kaivan tegas.“A-Aku tidak melakukan apa pun, Kai,” jawab Krystal gugup.“Shit! Kamu pikir aku percaya begitu saja! Aku mengenal Aryan dengan baik, Sialan! Tidak mungkin kalian tidak melakukan apa pun!” Kaivan mencengkram kuat kedu
Kaivan membuka kenop pintu kamarnya dengan pelan. Kemudian dia melangkah masuk ke dalam seraya menutup kembali pintu. Sesaat Kaivan terdiam, dia bergeming di tempatnya kala melihat Krystal meringkuk sambil memeluk selimutnya begitu erat. Wanita itu tidur dengan pulas. Namun, Kaivan melihat mata Krystal masih terlihat sembab. Menandakan saat tadi dirinya keluar, wanita itu pasti tak henti menangis. Rasa bersalah menyelimuti relung hati Kaivan. Tentu apa yang dilakukannya tadi pada Krystal membekas di hati wanita itu.Ya, Kaivan menyadari dirinya terlalu berlebihan. Dia melupakan bahwa dialah yang pertama untuk Krystal. Amarah dalam diri Kaivan telah mengendalikan dirinya. Hal yang membuat Kaivan tak mampu mengendalikan diri adalah ketika mendengar Aryan mencium Krystal. Seperti terkena api, Kaivan benar-benar terbakar kala mendengar itu. Jika ditanya apa alasan Kaivan marah, dia pun tidak tahu. Yang Kaivan tahu dia tidak suka mendengar kenyataan itu.Kini Kaivan melangkahkan kakinya me
Kaivan mengembuskan napas kasar kala mengingat semua perkataan Krystal yang menceritakan tentang hubungannya dengan Aryan. Ya, Kaivan tidak menyangka akan menikah dengan mantan pacar dari teman dekatnya. Selama ini Kaivan tak pernah tahu tentang Krystal yang pernah menjadi mantan pacar Aryan. Yang Kaivan tahu, Aryan tidak pernah menjalin hubungan lama dengan seorang wanita. Tetapi kenyataannya, Aryan pernah menjalin hubungan sampai dua tahun.Hal yang membuat Kaivan marah adalah kenapa harus Krystal yang menjadi mantan pacar teman baiknya sendiri. Ini memang bukan kesalahan Krystal. Namun entah, Kaivan tidak menyukai kenyataan itu. Kaivan tahu dia begitu egois. Bahkan mendengar Aryan pernah mencium Krystal saja, dia seperti dibakar oleh api. Sedangkan selama dengan Livia, Kaivan tidak pernah seperti itu. Bahkan ketika Kaivan tahu, dirinya bukanlah pria yang pertama menyentuh Livia—dia pun tak pernah memedulikan itu. Selama Livia bisa memuaskannya di ranjang, itu sudah cukup bagi Kaiva