Kaivan membuka kenop pintu kamarnya dengan pelan. Kemudian dia melangkah masuk ke dalam seraya menutup kembali pintu. Sesaat Kaivan terdiam, dia bergeming di tempatnya kala melihat Krystal meringkuk sambil memeluk selimutnya begitu erat. Wanita itu tidur dengan pulas. Namun, Kaivan melihat mata Krystal masih terlihat sembab. Menandakan saat tadi dirinya keluar, wanita itu pasti tak henti menangis. Rasa bersalah menyelimuti relung hati Kaivan. Tentu apa yang dilakukannya tadi pada Krystal membekas di hati wanita itu.Ya, Kaivan menyadari dirinya terlalu berlebihan. Dia melupakan bahwa dialah yang pertama untuk Krystal. Amarah dalam diri Kaivan telah mengendalikan dirinya. Hal yang membuat Kaivan tak mampu mengendalikan diri adalah ketika mendengar Aryan mencium Krystal. Seperti terkena api, Kaivan benar-benar terbakar kala mendengar itu. Jika ditanya apa alasan Kaivan marah, dia pun tidak tahu. Yang Kaivan tahu dia tidak suka mendengar kenyataan itu.Kini Kaivan melangkahkan kakinya me
Kaivan mengembuskan napas kasar kala mengingat semua perkataan Krystal yang menceritakan tentang hubungannya dengan Aryan. Ya, Kaivan tidak menyangka akan menikah dengan mantan pacar dari teman dekatnya. Selama ini Kaivan tak pernah tahu tentang Krystal yang pernah menjadi mantan pacar Aryan. Yang Kaivan tahu, Aryan tidak pernah menjalin hubungan lama dengan seorang wanita. Tetapi kenyataannya, Aryan pernah menjalin hubungan sampai dua tahun.Hal yang membuat Kaivan marah adalah kenapa harus Krystal yang menjadi mantan pacar teman baiknya sendiri. Ini memang bukan kesalahan Krystal. Namun entah, Kaivan tidak menyukai kenyataan itu. Kaivan tahu dia begitu egois. Bahkan mendengar Aryan pernah mencium Krystal saja, dia seperti dibakar oleh api. Sedangkan selama dengan Livia, Kaivan tidak pernah seperti itu. Bahkan ketika Kaivan tahu, dirinya bukanlah pria yang pertama menyentuh Livia—dia pun tak pernah memedulikan itu. Selama Livia bisa memuaskannya di ranjang, itu sudah cukup bagi Kaiva
Aryan mengumpat kasar. Dia mengendurkan dasinya dan langsung menghempaskan tubuhnya ke kursi kerjanya. Tampak wajah Aryan begitu memendung amarah kala tadi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Kaivan. Ya, bahkan cek yang dia berikan dirobek oleh temannya itu. Dalam benak Aryan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga Krystal mau menjadi istri kedua Kaivan. Jika hanya karena masalah uang rasanya tidak mungkin. Pasalnya, Aryan sangat mengenal Krystal. Sejak dulu ketika dirinya ingin memberikan uang pada Krystal, wanita itu selalu menolak. Bahkan setiap kali Aryan membawa Krystal ke tempat mahal, Krystal pun menolak.Suara ketukan pintu terdengar, membuyarkan lamanunan Aryan. Kini Aryan mengalihkan pandangannya ke pintu dan langsung menginterupsi untuk masuk.“Tuan Aryan.” Dimas, asisten Aryan melangkah mendekat pada Aryan.“Apa kamu sudah menemukan di mana Krystal tinggal?” tanya Aryan langsung pada asistennya itu. Sebelumnya dia memang meminta asistennya untuk mencari tahu tent
Suara dering ponsel terdengar membuat Krystal yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Krystal mengerjap-ngerjap matanya beberapa kali, dan menyipitkan matanya kala dering ponsel milik Kaivan tak henti berbunyi. Ya, jelas Krystal tak berani menjawab telepon Kaivan. Dia masih ingat kala dirinya yang dibentak pria itu saat menjawab panggilan telepon. Dan Krystal tidak akan pernah mengulanginya kembali.“Kai, bangun… Ada telepon, Kai.” Krystal menggoyangkan pelan bahu Kaivan. Namun, nyatanya Kaivan tak kunjung bangun juga.“Kai, bangun… Ada telepon…” Krystal kembali berusaha membangunkan Kaivan yang masih tertidur pulas.Kaivan mendecakan lidahnya kala Krystal membangunkannya. Matanya masih mengantuk. Dia enggan untuk membuka mata. Didetik selanjutnya, Kaivan menarik tangan Krystal membawa tubuh wanita itu masuk ke dalam dekapnnya agar tidak lagi berisik. Reflek, Krystal memekik terkejut kala Kaivan membawa tubuhnya ke dalam dekapannya.“Kai…”“Diamlah. Aku mengantuk. Ini masih pag
“Kaivan…” Suara Livia berseru kala melihat Kaivan sudah menjemputnya di lobby bandara. Dengan wajah yang riang dan begitu bahagia Livia berlari menghampiri Kaivan dan memeluk erat sang suami.“Aku merindukanmu, Sayang.” Livia terus memeluk erat Kaivan. Menghirup aroma parfume citrus milik suaminya itu. Sedangkan Kaivan hanya diam kala Livia memeluk dirinya. Ya, Kaivan tidak membalas pelukan Livia juga tak menolak pelukan Livia itu.“Bagaimana dirimu di London? Apa kamu menyukainya?” tanya Kaivan dingin dan taut wajah datar.“Tidak enak. Aku lebih menyukai Jakarta karena di sini ada kamu,” jawab Livia manja.Kaivan tak merespon. “Yasudah, lebih baik kita pulang.”Livia menekuk bibirnya. Memeluk lengan Kaivan sambil berkata dengan nada manja, “Apa kamu tidak merindukanku, Sayang? Aku saja merindukanmu selama di London. Berjauhan denganmu sangat menyiksaku, Kaivan. Paling tidak katakan kalau kamu merindukanku.”Kaivan mengembuskan napas kasar. “Livia, ini sudah malam. Lebih baik
Suara ketukan pintu membuat Livia yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Perlahan Livia mengerjap-ngerjapkan matanya, dia menggeliat dan menginterupsi orang yang mengetuk pintu kamarnya untuk segera masuk ke dalam.“Selamat pagi, Nyonya Livia.” Sang pelayan menyapa Livia dengan sopan seraya membawakan nampan yang berisikan saparan.Livia menyipitkan matanya, menatap sang pelayan yang mendekat padanya. “Ini jam berapa sampai kamu sudah mengantarkan sarapan untukku?”“Suda jam delapan pagi, Nyonya,” jawab sang pelayan yang sontak membuat Livia terkejut.“Jam delapan?” Livia langsung membuka matanya. Dia menoleh ke samping—melihat ranjang Kaivan sudah kosong. Livia berdecak kesal. Merengut karena Kaivan sudah tidak ada di sampingnya.“Apa suamiku sudah berangkat ke kantor?” tanya Livia dengan wajah kesal pada sang pelayan yang berdiri di hadapannya.Sang pelayan mengangguk. “Sudah, Nyonya. Tuan baru saja berangkat. Sebelumnya saya ingin membangunkan Nyonya saat Tuan ingin berangk
“Krystal? Kamu kenapa?” Maya terkejut melihat Krystal tiba-tiba meneteskan air mata. Sepanjang latihan, Krystal cenderung pendiam bahkan terlihat tidak fokus seperti biasanya.“Ah, tidak, May. Mataku kelilipan debu,” dusta Krystal yang berusaha menutupi diri. Dia segera menyeka air matanya. Menunjukan bahwa dia baik-baik saja. Namun siapa yang percaya? Hidungnya memerah. Wajah muram dan terlihat begitu terluka.Maya mengembuskan napas panjang. “Jangan bohong, Krys. Aku tahu ada yang kamu tutupi. Sejak kita latihan kamu terlihat muram. Sebenarnya ada apa, Krystal?”“Maya, boleh aku menginap di rumahmu? Aku sedang kacau. Tapi aku mohon jangan bertanya apa pun. Aku masih belum ingin bercerita,” jawab Krystal yang matanya kembali berlinang air mata. Dia mulai lelah menutupi dirinya yang begitu hancur.“Ya Tuhan, Krystal. Jangan menagis. Aku jadi bingung kalau melihat kamu menangis seperti ini.” Maya langsung memeluk erat tubuh Krystal. Mengusap punggung temannya itu sambil melanjutkan, “K
Kaivan menatap Krystal yang tengah tertidur begitu pulas di dalam pelukannya. Dalam benak Kaivan saat ini adalah mengingat perkataan Krystal yang mengantakan bahwa wanita itu ‘Cemburu’ sebuah kata yang selama ini Kaivan tak sangka akan lolos di bibir Krystal. Sebelumnya Kaivan memang merasa ada yang berbeda dari Krystal, terlebih saat Krystal menanyakan tanda kemerahan yang ada di lehernya akibat ulah Livia. Sungguh, Kaivan tidak pernah menyangka kalau Krystal mengakui bahwa wanita itu cemburu. Kini Kaivan seolah dalam pilihan yang rumit. Dia tidak tahu bagaimana perasaannya dengan Krystal yang sebenarnya. Cinta? Rasanya itu terdengar konyol. Seorang Kaivan Bastian Mahendra tidak pernah dalam hidupnya mengucapkan cinta. Bagi Kaivan itu terdengar bodoh.Saat ini yang ada dalam pikiran Kaivan adalah, dia tidak bisa melepas Krystal. Namun, dia pun tidak bisa meninggalkan Livia. Meski selama empat tahun menikah dengan Livia, tidak ada kata ‘Cinta’ yang dia ucapkannya pada Livia, tetapi Ka