Suara dering ponsel terdengar membuat Krystal yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Krystal mengerjap-ngerjap matanya beberapa kali, dan menyipitkan matanya kala dering ponsel milik Kaivan tak henti berbunyi. Ya, jelas Krystal tak berani menjawab telepon Kaivan. Dia masih ingat kala dirinya yang dibentak pria itu saat menjawab panggilan telepon. Dan Krystal tidak akan pernah mengulanginya kembali.“Kai, bangun… Ada telepon, Kai.” Krystal menggoyangkan pelan bahu Kaivan. Namun, nyatanya Kaivan tak kunjung bangun juga.“Kai, bangun… Ada telepon…” Krystal kembali berusaha membangunkan Kaivan yang masih tertidur pulas.Kaivan mendecakan lidahnya kala Krystal membangunkannya. Matanya masih mengantuk. Dia enggan untuk membuka mata. Didetik selanjutnya, Kaivan menarik tangan Krystal membawa tubuh wanita itu masuk ke dalam dekapnnya agar tidak lagi berisik. Reflek, Krystal memekik terkejut kala Kaivan membawa tubuhnya ke dalam dekapannya.“Kai…”“Diamlah. Aku mengantuk. Ini masih pag
“Kaivan…” Suara Livia berseru kala melihat Kaivan sudah menjemputnya di lobby bandara. Dengan wajah yang riang dan begitu bahagia Livia berlari menghampiri Kaivan dan memeluk erat sang suami.“Aku merindukanmu, Sayang.” Livia terus memeluk erat Kaivan. Menghirup aroma parfume citrus milik suaminya itu. Sedangkan Kaivan hanya diam kala Livia memeluk dirinya. Ya, Kaivan tidak membalas pelukan Livia juga tak menolak pelukan Livia itu.“Bagaimana dirimu di London? Apa kamu menyukainya?” tanya Kaivan dingin dan taut wajah datar.“Tidak enak. Aku lebih menyukai Jakarta karena di sini ada kamu,” jawab Livia manja.Kaivan tak merespon. “Yasudah, lebih baik kita pulang.”Livia menekuk bibirnya. Memeluk lengan Kaivan sambil berkata dengan nada manja, “Apa kamu tidak merindukanku, Sayang? Aku saja merindukanmu selama di London. Berjauhan denganmu sangat menyiksaku, Kaivan. Paling tidak katakan kalau kamu merindukanku.”Kaivan mengembuskan napas kasar. “Livia, ini sudah malam. Lebih baik
Suara ketukan pintu membuat Livia yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Perlahan Livia mengerjap-ngerjapkan matanya, dia menggeliat dan menginterupsi orang yang mengetuk pintu kamarnya untuk segera masuk ke dalam.“Selamat pagi, Nyonya Livia.” Sang pelayan menyapa Livia dengan sopan seraya membawakan nampan yang berisikan saparan.Livia menyipitkan matanya, menatap sang pelayan yang mendekat padanya. “Ini jam berapa sampai kamu sudah mengantarkan sarapan untukku?”“Suda jam delapan pagi, Nyonya,” jawab sang pelayan yang sontak membuat Livia terkejut.“Jam delapan?” Livia langsung membuka matanya. Dia menoleh ke samping—melihat ranjang Kaivan sudah kosong. Livia berdecak kesal. Merengut karena Kaivan sudah tidak ada di sampingnya.“Apa suamiku sudah berangkat ke kantor?” tanya Livia dengan wajah kesal pada sang pelayan yang berdiri di hadapannya.Sang pelayan mengangguk. “Sudah, Nyonya. Tuan baru saja berangkat. Sebelumnya saya ingin membangunkan Nyonya saat Tuan ingin berangk
“Krystal? Kamu kenapa?” Maya terkejut melihat Krystal tiba-tiba meneteskan air mata. Sepanjang latihan, Krystal cenderung pendiam bahkan terlihat tidak fokus seperti biasanya.“Ah, tidak, May. Mataku kelilipan debu,” dusta Krystal yang berusaha menutupi diri. Dia segera menyeka air matanya. Menunjukan bahwa dia baik-baik saja. Namun siapa yang percaya? Hidungnya memerah. Wajah muram dan terlihat begitu terluka.Maya mengembuskan napas panjang. “Jangan bohong, Krys. Aku tahu ada yang kamu tutupi. Sejak kita latihan kamu terlihat muram. Sebenarnya ada apa, Krystal?”“Maya, boleh aku menginap di rumahmu? Aku sedang kacau. Tapi aku mohon jangan bertanya apa pun. Aku masih belum ingin bercerita,” jawab Krystal yang matanya kembali berlinang air mata. Dia mulai lelah menutupi dirinya yang begitu hancur.“Ya Tuhan, Krystal. Jangan menagis. Aku jadi bingung kalau melihat kamu menangis seperti ini.” Maya langsung memeluk erat tubuh Krystal. Mengusap punggung temannya itu sambil melanjutkan, “K
Kaivan menatap Krystal yang tengah tertidur begitu pulas di dalam pelukannya. Dalam benak Kaivan saat ini adalah mengingat perkataan Krystal yang mengantakan bahwa wanita itu ‘Cemburu’ sebuah kata yang selama ini Kaivan tak sangka akan lolos di bibir Krystal. Sebelumnya Kaivan memang merasa ada yang berbeda dari Krystal, terlebih saat Krystal menanyakan tanda kemerahan yang ada di lehernya akibat ulah Livia. Sungguh, Kaivan tidak pernah menyangka kalau Krystal mengakui bahwa wanita itu cemburu. Kini Kaivan seolah dalam pilihan yang rumit. Dia tidak tahu bagaimana perasaannya dengan Krystal yang sebenarnya. Cinta? Rasanya itu terdengar konyol. Seorang Kaivan Bastian Mahendra tidak pernah dalam hidupnya mengucapkan cinta. Bagi Kaivan itu terdengar bodoh.Saat ini yang ada dalam pikiran Kaivan adalah, dia tidak bisa melepas Krystal. Namun, dia pun tidak bisa meninggalkan Livia. Meski selama empat tahun menikah dengan Livia, tidak ada kata ‘Cinta’ yang dia ucapkannya pada Livia, tetapi Ka
Kaivan mengempaskan tubuhnya ke kursi kerjanya. Memejamkan mata lelah. Ya, pikiran Kaivan begitu kacau. Kaivan memutuskan untuk ke mendatangi perusahaannya malam-malam seperti ini. Bukan tidak mau pulang menemui Krystal, tetapi dengan pikiran kacau ditambah luka lebam di wajahnya akibat pukulan sang ayah membuat Kaivan tidak ingin Krystal mencemaskan dirinya. Pun Kaivan tidak mau Krystal bertanya-tanya ada apa dengannya. Lebih tepatnya Kaivan belum ingin menceritakan apa yang terjadi. Kaivan takut kalau Krystal menjadi cemas.Suara ketukan pintu terdengar membuat Kaivan langsung mengalihkan pandangan ke arah pintu, dan menginterupsi untuk masuk. Ya, Kaivan tahu siapa yang datang. Sebelumnya Kaivan sudah meminta Doni menghapus semua foto dirinya yang tengah mencium Krystal.“Tuan.” Doni melangkah masuk ke dalam ruang kerja Kaivan. Dia menundukan kepalanya kala tiba di depan Kaivan.“Bagaimana? Apa kamu sudah menghapus foto-foto yang tersebar di internet itu?” tanya Kaivan dingin dengan
Kaivan menginjak pedal gas menambah kecepatan laju mobilnya. Ya, dia ingin segera pulang dan berbicara dengan Krystal tentang masalah yang terjadi. Awalnya memang Kaivan tidak berniat memberitahukan pada Krystal. Namun, jika sudah seperti ini mau tidak mau Kaivan harus tetap memberitahukan pada Krystal. Penyebaran di media sosial akan begitu cepat. Kaivan tidak ingin sampai orang lain yang memberitahu pada Krystal.“Shit!” Kaivan mengumpat kala terkena lampu merah. Dia hendak menerobos, namun terpaksa dia mengurungkan niatnya ketika melihat banyaknya pejalan kaki.Kaivan mengembuskan napas kasar. Didetik selanjutnya, tatapan Kaivan teralih pada dering ponselnya. Dia melihat ke layar—tertera nomor Doni yang tengah menghubunginya. Tanpa menunggu, Kaivan langsung menerima panggilan itu dengan airpods yang sudah sejak tadi terpasang di daun telinganya.“Ada apa?” jawab Kaivan dingin kala panggilan sudah terhubung.“Tuan, maaf mengganggu Anda tapi saya mendapatkan laporan dari salah satu p
“Iya, Ma. Aku tahu Kaivan tidak mungkin meninggalkanku. Mama tenang saja, Ma. Pernikahan Kaivan dan Krystal hanya demi mendapatkan keturunan. Aku mohon mama tenang dan tidak perlu cemas seperti ini. Katakan pada Papa untuk tidak perlu melihat pemberitaan di media. Maaf, aku menutupi ini dari kalian. Percayalah aku memiliki alasan sendiri kenapa menutupi hal ini. Sekarang aku hanya minta Mama dan Papa tidak usah berpikir macam-macam. Rumah tanggaku dengan Kaivan baik-baik saja Kaivan adalah suami yang baik dan bertanggung jawab. Aku yakin Kaivan menyayangiku, Ma. Yasudah, aku tutup dulu teleponnya, ya, Ma. Salamkan aku untuk Papa.”Livia menutup panggilan itu. Sesaat dia mengembuskan napas berat. Ya, gossip tentang Kaivan dan Krystal telah tersebar begitu luas. Bahkan hari ini Livia tidak henti mendapatkan panggilan telepon dari ibunya sendiri. Semua pertanyaan tetap sama. Yaitu mereka mempertanyakan tentang rumah tangganya dengan Kaivan. Dan hari ini rasanya Livia lelah harus menenang