“A-Aryan?”Tubuh Krystal membeku. Tenggorokannya seolah tercekat. Lidahnya begitu kelu. Sepasang iris mata cokelat terangnya menunjukan keterkejutan. Napas Krystal memburu. Dia semakin melangkah mundur menjauh dari Kaivan dan sosok pria yang begitu dia kenali.Ya, bukan hanya Krystal yang membisu. Tapi Aryan pun diam seribu bahasa. Manik mata hitam Aryan menatap lekat manik mata cokelat terang Krystal. Tatapan tersirat penuh arti. Bahkan Aryan seakan hanyut ke dalam sebuah tatapan yang telah dia lakukan. Bagaikan keindahan samudera luas, Aryan telah hanyut di dalamnya.Kaivan menghunuskan tatapan dingin dan begitu tajam mengamati seksama Krystal dan Aryan yang sejak tadi saling menatap satu sama lainnya. Kaivan masih diam walau dirinya seakan ingin meledakan amarahnya. Terutama kala Aryan tak berkedip sedikit pun melihat Krystal.“Kalian saling mengenal?” seru Kaivan hingga membuat Aryan tersadar bahwa sejak tadi dirinya telah hanyut dalam tatapannya. Sampai Aryan lupa bahwa ada Kaiva
“Masa lalu?” Kaivan menangkup kasar kedua pipi Krystal. “Katakan padaku apa saja yang sudah kalian lakukan selama dua tahun? Jangan membohongiku, Sialan! Jika mantan pacarmu adalah orang yang tidak aku kenal, aku sama sekali tidak peduli! Tapi mantan pacarmu adalah teman baikku sendiri! Jawab aku! Apa yang sudah kalian lakukan selama dua tahun itu!” serunya dengan nada tinggi.“A-Aku—”Degupan jantung Krystal berpacu keras. Bagaimana Krystal bisa menjawab jika Kaivan menatapnya begitu tajam. Bahkan Krystal tak mampu bergerak sedikit pun. Kaivan menatapnya seolah dirinya adalah seorang tersangka yang melakukan kesalahan besar. Sungguh, Krystal tidak berani menjawab pertanyaan Kaivan. Dia takut dirinya salah bicara.“Kenapa kamu diam, Krys! Jawab aku!” sentak Kaivan tegas.“A-Aku tidak melakukan apa pun, Kai,” jawab Krystal gugup.“Shit! Kamu pikir aku percaya begitu saja! Aku mengenal Aryan dengan baik, Sialan! Tidak mungkin kalian tidak melakukan apa pun!” Kaivan mencengkram kuat kedu
Kaivan membuka kenop pintu kamarnya dengan pelan. Kemudian dia melangkah masuk ke dalam seraya menutup kembali pintu. Sesaat Kaivan terdiam, dia bergeming di tempatnya kala melihat Krystal meringkuk sambil memeluk selimutnya begitu erat. Wanita itu tidur dengan pulas. Namun, Kaivan melihat mata Krystal masih terlihat sembab. Menandakan saat tadi dirinya keluar, wanita itu pasti tak henti menangis. Rasa bersalah menyelimuti relung hati Kaivan. Tentu apa yang dilakukannya tadi pada Krystal membekas di hati wanita itu.Ya, Kaivan menyadari dirinya terlalu berlebihan. Dia melupakan bahwa dialah yang pertama untuk Krystal. Amarah dalam diri Kaivan telah mengendalikan dirinya. Hal yang membuat Kaivan tak mampu mengendalikan diri adalah ketika mendengar Aryan mencium Krystal. Seperti terkena api, Kaivan benar-benar terbakar kala mendengar itu. Jika ditanya apa alasan Kaivan marah, dia pun tidak tahu. Yang Kaivan tahu dia tidak suka mendengar kenyataan itu.Kini Kaivan melangkahkan kakinya me
Kaivan mengembuskan napas kasar kala mengingat semua perkataan Krystal yang menceritakan tentang hubungannya dengan Aryan. Ya, Kaivan tidak menyangka akan menikah dengan mantan pacar dari teman dekatnya. Selama ini Kaivan tak pernah tahu tentang Krystal yang pernah menjadi mantan pacar Aryan. Yang Kaivan tahu, Aryan tidak pernah menjalin hubungan lama dengan seorang wanita. Tetapi kenyataannya, Aryan pernah menjalin hubungan sampai dua tahun.Hal yang membuat Kaivan marah adalah kenapa harus Krystal yang menjadi mantan pacar teman baiknya sendiri. Ini memang bukan kesalahan Krystal. Namun entah, Kaivan tidak menyukai kenyataan itu. Kaivan tahu dia begitu egois. Bahkan mendengar Aryan pernah mencium Krystal saja, dia seperti dibakar oleh api. Sedangkan selama dengan Livia, Kaivan tidak pernah seperti itu. Bahkan ketika Kaivan tahu, dirinya bukanlah pria yang pertama menyentuh Livia—dia pun tak pernah memedulikan itu. Selama Livia bisa memuaskannya di ranjang, itu sudah cukup bagi Kaiva
Aryan mengumpat kasar. Dia mengendurkan dasinya dan langsung menghempaskan tubuhnya ke kursi kerjanya. Tampak wajah Aryan begitu memendung amarah kala tadi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Kaivan. Ya, bahkan cek yang dia berikan dirobek oleh temannya itu. Dalam benak Aryan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga Krystal mau menjadi istri kedua Kaivan. Jika hanya karena masalah uang rasanya tidak mungkin. Pasalnya, Aryan sangat mengenal Krystal. Sejak dulu ketika dirinya ingin memberikan uang pada Krystal, wanita itu selalu menolak. Bahkan setiap kali Aryan membawa Krystal ke tempat mahal, Krystal pun menolak.Suara ketukan pintu terdengar, membuyarkan lamanunan Aryan. Kini Aryan mengalihkan pandangannya ke pintu dan langsung menginterupsi untuk masuk.“Tuan Aryan.” Dimas, asisten Aryan melangkah mendekat pada Aryan.“Apa kamu sudah menemukan di mana Krystal tinggal?” tanya Aryan langsung pada asistennya itu. Sebelumnya dia memang meminta asistennya untuk mencari tahu tent
Suara dering ponsel terdengar membuat Krystal yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Krystal mengerjap-ngerjap matanya beberapa kali, dan menyipitkan matanya kala dering ponsel milik Kaivan tak henti berbunyi. Ya, jelas Krystal tak berani menjawab telepon Kaivan. Dia masih ingat kala dirinya yang dibentak pria itu saat menjawab panggilan telepon. Dan Krystal tidak akan pernah mengulanginya kembali.“Kai, bangun… Ada telepon, Kai.” Krystal menggoyangkan pelan bahu Kaivan. Namun, nyatanya Kaivan tak kunjung bangun juga.“Kai, bangun… Ada telepon…” Krystal kembali berusaha membangunkan Kaivan yang masih tertidur pulas.Kaivan mendecakan lidahnya kala Krystal membangunkannya. Matanya masih mengantuk. Dia enggan untuk membuka mata. Didetik selanjutnya, Kaivan menarik tangan Krystal membawa tubuh wanita itu masuk ke dalam dekapnnya agar tidak lagi berisik. Reflek, Krystal memekik terkejut kala Kaivan membawa tubuhnya ke dalam dekapannya.“Kai…”“Diamlah. Aku mengantuk. Ini masih pag
“Kaivan…” Suara Livia berseru kala melihat Kaivan sudah menjemputnya di lobby bandara. Dengan wajah yang riang dan begitu bahagia Livia berlari menghampiri Kaivan dan memeluk erat sang suami.“Aku merindukanmu, Sayang.” Livia terus memeluk erat Kaivan. Menghirup aroma parfume citrus milik suaminya itu. Sedangkan Kaivan hanya diam kala Livia memeluk dirinya. Ya, Kaivan tidak membalas pelukan Livia juga tak menolak pelukan Livia itu.“Bagaimana dirimu di London? Apa kamu menyukainya?” tanya Kaivan dingin dan taut wajah datar.“Tidak enak. Aku lebih menyukai Jakarta karena di sini ada kamu,” jawab Livia manja.Kaivan tak merespon. “Yasudah, lebih baik kita pulang.”Livia menekuk bibirnya. Memeluk lengan Kaivan sambil berkata dengan nada manja, “Apa kamu tidak merindukanku, Sayang? Aku saja merindukanmu selama di London. Berjauhan denganmu sangat menyiksaku, Kaivan. Paling tidak katakan kalau kamu merindukanku.”Kaivan mengembuskan napas kasar. “Livia, ini sudah malam. Lebih baik
Suara ketukan pintu membuat Livia yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Perlahan Livia mengerjap-ngerjapkan matanya, dia menggeliat dan menginterupsi orang yang mengetuk pintu kamarnya untuk segera masuk ke dalam.“Selamat pagi, Nyonya Livia.” Sang pelayan menyapa Livia dengan sopan seraya membawakan nampan yang berisikan saparan.Livia menyipitkan matanya, menatap sang pelayan yang mendekat padanya. “Ini jam berapa sampai kamu sudah mengantarkan sarapan untukku?”“Suda jam delapan pagi, Nyonya,” jawab sang pelayan yang sontak membuat Livia terkejut.“Jam delapan?” Livia langsung membuka matanya. Dia menoleh ke samping—melihat ranjang Kaivan sudah kosong. Livia berdecak kesal. Merengut karena Kaivan sudah tidak ada di sampingnya.“Apa suamiku sudah berangkat ke kantor?” tanya Livia dengan wajah kesal pada sang pelayan yang berdiri di hadapannya.Sang pelayan mengangguk. “Sudah, Nyonya. Tuan baru saja berangkat. Sebelumnya saya ingin membangunkan Nyonya saat Tuan ingin berangk