Gedung PKM mulai penuh sesak saat kepanitian orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas mulai berkumpul. Tempat yang terbiasa lenggang di malam hari, sekarang terasa penuh sesak terisi aktivis yang bergelut dalam kegiatan yang bernuansa idealisme. Rapat yang semula direncanakan berada di gedung PKM beralih ke Gedung pertemuan yang memuat puluhan aktivis. Hiruk pikuk aktivis menggema di malam hari saat beberapa argumen saling menyerang. Masing-masing kukuh mempertahankan konsepnya untuk dijalankan saat kegiatan orientasi.
Beberapa pasang mata menatap tajam ke arah Roy saat keputusan rapat di ambil dengan sebelah pihak. Tak urung, beberapa aktivis sempat protes menentang konsep yang akan dijalankan. Konsep terkait atribut dan barang apa saja yang dibawa oleh peserta orientasi dirasa memberatkan mahasiswa baru mengingat ada pemberian tugas setiap hari yang harus dikumpulkan dihari selanjutnya. Namun, dukungan dari beberapa ketua himpunan jurusan dan ketua organisasi fakultas yang membeking Roy, tak elak memusnahkan pendapat aktivis yang menolak konsep yang disodorkan Roy. "Rian kamu lihat sekarang, betapa lihainya Roy mulai memplot orang dan mendominasi konsep," ucap Frans yang memilih netral diantara dua argumen. "Posisi Roy saat ini ketua panitia, otomatis dia menggunakan wewenangnya untuk mensabotase dan mengendalikan jalannya kegiatan ini, namun setidaknya ada beberapa konsep yang dia terima terkait alur pelaksanaan, dan memberikan beberapa akses sub kegiatan untuk dipegang pihakku dan tentunya monitoring dari tangan kanan Roy," seru Rian menyikapi pernyataan Frans "Kelompok kamu memang pandai bersilat lidah, lihat saja tahun ini yang menduduki presiden Mahasiswa dipegang siapa?" Bisik Roy disela-sela riuhnya aktivis yang break selepas keputusan dibacakan Roy. "Masing-masing punya konsep dan lini yang berbeda, terutama berpengaruh pada sudut pandang dalam pengambilan keputusan, namun setidaknya keputusan tersebut untuk kepentingan bersama bukan eksklusif untuk kelompok," jelas Rian menanggapi hasil keputusan Roy. "Kenapa Zeni tidak mengikuti kepanitian fakultas, banyak aktivis yang memainkan peran ganda dalam kepanitiaan," rasa penasaran Frans terhadap sikap Zeni "Menurutku dia punya ranah yang membatasi alur geraknya, mengingat dia kurang suka adu argumentasi dengan beberapa aktivis yang terjun di inti organisasi jurusan maupun fakultas." jelas Rian menanggapi pertanyaan Frans "Namun Zeni sering terlihat mengikuti seminar di tingkat fakultas, pernah terlihat dia mengikuti acara di kampus teknik. Terlihat dari penampilannya kalau Zeni terlihat pemilih saat berkiprah pada organisasi tertentu," selidik Frans "Tiap aktivis bebas memilih mau bergabung di organisasi manapun, yang penting sesuai dengan konsep diri. Menurutku Zeni lebih condong ke organisasi pendidikan, sosial dan kerohanian terlihat dia aktif di ketiga lini organisasi tersebut," "Aku kurang mengenal Zeni, jadi hanya sebatas mengetahui lewat sepak terjangnya di organisasi. Dan satu hal lagi Rian, kesemuanya bisa berubah terkait proses kehidupan. Jawaban Frans yang ambigu membuat Rian acuh, dan memilih fokus memfaatkan waktu breaknya menikmati snack yang tersedia. Rita berusaha mencari sosok Rian diantara kumpulan aktivis yang berada didalam gedung. Pola duduk lesehan peserta rapat yang tidak berkelompok sesuai divisi kepanitian, mengakibatkan Rita kesulitan mencari Rian. "Dimana Rian, aku mau memberikan kunci motornya," gumam Rita. Sorot matanya cemas melihat pesan untuk Rian belum mendapatkan balasan. Edo yang sedang duduk dekat jendela melihat gerak gerik Rita. Edo memang tidak satu divisi kepanitian dengan Rita, namun cukup akrab dengan Frans dan Rian. "Tap.... tap... tap .... terdengar suara langkah Edo yang berjalan menghampiri Rita. "Kamu sedang mencari siapa?" suara bariton Edo terdengar. "Aku mencari Rian," sahut Rita dengan mengulas senyum ramah Edo yang mengetahui Rita satu divisi kepanitian dengan Rian menunjukkan posisi duduk Rian baris kedua didepan podium. Edo merupakan tangan kanan Roy sehingga bertugas mengawasi aktivis yang vocal dan kritis seperti Rian. Perlahan Rita berjalan menuju podium, namun sosok Rian belum terlihat. "Apa Rian pindah posisi duduk ya?" pikir Rita. Frans mengernyitkan dahinya menyaksikan Rita berdiri di dekat podium, "Anak buah kamu apa mau menyampaikan hasil rapat malam ini?" Mendengar suara Frans, segera Rian melihat kearah podium dan menemukan Rita dengan raut wajah bingung. Rian berjalan menghampiri Rita "kamu mencari siapa," suara khas Rian membuyarkan konsentrasi Rita "Aku mencari kamu?" tangan Rita mengambil kunci motor disaku celananya dan menyerahkan kunci tersebut ke Rian " Sudah kamu antar Zeni sampai selamat di kosnya?" cecar Rian sembari menerima kunci motor dari Rita "Sudah Rian, aman?" Rita melihat Rian dengan curiga. "Apa ada hubungan antara Rian dan Zeni," batin Rita dalam hati "Terima kasih, nanti urutan ke-3 divisi humas akan memaparkan hasil kerjanya, sebaiknya kita duduk berkelompok untuk memudahkan koordinasi," tawar Rian yang mendapat persetujuan dari Rita "Aku akan menghubungi anggota lain," sembari membuka ponsel dan mengirim pesan ke grup chat kepanitiaan humas fakultas. Keduanya berjalan mencari tempat yang kosong untuk kesepuluh anggotanya. Waktu break sudah selesai. Satu persatu kepala divisi mulai memaparkan terkait pencapaian dan kendala selama persiapan kegiatan orientasi mahasiswa baru. Peserta rapat diperbolehkan mengkritisi terkait kinerja tiap divisi. Sampai akhirnya beberapa pertanyaan terkait divisi humas yang di naungui Rian sempat mengalami goncangan terkait surat kepanitiaan yang hilang dan kurang solidnya tim divisi humas. Dengan sigap Rian menjawab pertanyaan tersebut secara lugas dan rasional. Sejak awal Roy memantau setiap pemaparan oleh tiap divisi. Tiba dipenghujung rapat Roy mengambil alih acara. Roy selaku ketua panitia menekankan untuk bersikap profesional kepada seluruh aktivis yang menjalankan peran ganda dalam kepanitian orientasi fakultas dan jurusan. Meskipun pelaksanaan kegiatan berbeda namun terkadang waktu rapat berbenturan yang mengakibatkan terjadi beberapa hambatan. Diharapkan untuk lebih memprioritaskan hal yang urgen, kata-kata Roy disela-sela penutupan rapat malam ini. Disisi lain, Zeni masih sibuk dengan aktivitas rutinnya di kos. Masih terlihat beberapa tugas kuliah yang teronggok diatas meja belum tersentuh sama sekali. "Semangat .. Besok hari sibuk," gumam Zeni menyemangati diri sendiri. Bergegas Zeni mulai menata surat kepanitian sesuai urutan pendistribusian. Map plastik yang sudah terisi surat disimpan dengan rapi bersebelahan dengan tas. Jari jemari Zeni mulai menyusuri layar ponsel melihat ada notifikasi pesan masuk. "Jadwal pelaksanaan tugas pengabdian masyarakat akan diajukan dan informasi lebih lanjut bisa menghubungi pihak universitas di gedung auditorium lantai 1 bagian pengabdian masyarakat" pesan dari komting kelas yang berada di grup W******p. Zeni mengambil note didalam tas, dan mulai menulis jadwal untuk kegiatan besok. Terutama konsultasi pengajuan judul skripsi yang belum di ACC dosen pembimbing. Waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, bergegas Zeni mulai mengerjakan deadline tugas kuliah untuk besok pagi. Satu persatu tugas mulai dikerjakan dengan sisa tenaga namun konsentrasi dan semangat masih menyala. Ditemani alunan musik instrumen yang mengalun di media player, Zeni mulai memainkan jari jemarinya di keyboard komputer memanfaatkan formula perhitungan angka dengan Microsoft Excel. Suara mesin printer ditengah malam menandakan Zeni sudah selesai mengerjakan tugas kuliahnya. Flashdisk yang terkoneksi dengan komputer dimanfaatkan untuk menyimpan soft file tugas. Print out mulai disusun berdasarkan halamannya dan siap disimpan didalam tas. Rasa penat datang bersamaan rasa kantuk yang tak tertahankan menandakan reaksi tubuh yang menginginkan istirahat. Zeni melangkah kakinya menuju kamar. Terlihat Lisa teman sekamarnya sudah tertidur pulas. Dengan pelan Zeni merebahkan tubuhnya di atas kasur, perlahan matanya menutup disertai hembusan nafas yang teratur menandakan sang pemilik sudah terbawa ke alam mimpi.Matahari pagi tersenyum hangat mengiringi langkah kaki Zeni memasuki ruang Tata Usaha Fakultas Ekonomi. "Permisi pak, apakah pak Seno sudah datang? Ini ada tiga surat untuk pak Seno terkait pelaksanaan kegiatan orientasi mahasiswa baru?" Sapa Zeni kepada pak Anto dengan menyerahkan tiga amplop beserta suratnya."Beliau sedang rapat saat ini, besok akan ada konfirmasi terkait surat ini" jelas pak anto dengan menerima surat dan mulai membaca perihal surat tersebut. "Baik pak Anto, terima kasih informasinya," senyum Zeni mengakhiri percakapan dengan pak Anto."Aku harus menyelesaikan distribusi surat kepanitian hari ini," pikir Zeni. Raut wajah Zeni terkejut melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 08.30 pagi, sebentar lagi kelas Analisis Laporan Keuangan (ALK). Segera Zeni berjalan menuju ruang jurusan. Terlihat Rian sedang berkumpul dengan beberapa mahasiswa didepanvruang kepala jurusan. Zeni menghampiri Rian dan mahasiswa lainnya, "Apakah pak Pramono berada di ruangan?" "Beliau ada
Zeni sedang menunggu antrian untuk melengkapi berkas persyaratan tugas pengabdian masyarakat. Vilia masih bersikeras belum ingin pulang, dan masih setia menemani Zeni. "Terima kasih Vilia mau menemanku, aku masih antri dua mahasiswa lagi, ini rasanya enak kamu beli dimana? Seru Zeni sambil memakan snack yang tersedia. "Dikantin dekat perpus pusat, jam segini masih buka, biasanya sudah tutup ya? Apa ini karena pengumuman di Auditorium ya?" "Mungkin mengikuti kondisi sekarang, dimana masih banyak mahasiswa di gedung auditorium, aku merasa aneh Vil, memang ada berkas persyaratan untuk mengikuti tugas pengabdian masyarakat ya? kamu keliatan tidak mengurus berkas apapun Vil? Aku cuma isi RKS saat ambil tugas pengabdian masyarakat," tegas Zeni "Iya, Zen, aku tadi sempat tanya Rian dan Giant mereka juga sama sepertiku cuma isi KRS saja beserta SKS?" Mungkin ada kebijakan terbaru Zen?" "Semoga saja dipermudah ya Vil. Rian dan Giant apa masih sempat ketemu Pak Pramono?" Zeni melihat
Vilia tersenyum saat membaca pesan dari Giant. Saat ini Giant dan Rian masih antri menunggu pak Pramono. "Keren... luar biasa ... hari ini semua lembur termasuk KaJurnya," gumam Vilia. Dengan tergesa-gesa Zeni menghampiri Vilia. "Vilia kamu ada acara?" "Ada apa Zeni? kamu kelihatan khawatir?" Vilia mencoba menelisik raut wajah Zeni. "Aku minta tolong antar ke Stasiun ya?" pinta Zeni menunjukkan raut wajah yang memelas. "Kamu mau kemana? Ini sudah sore lho?" selidik Vilia. "Aku disuruh pulang sekarang, ada kepentingan mendesak?" Zeni berbicara dengan nada cemas. "Oke, kamu mau ke kos dulu atau terus ke stasiun?" tawar Vilia. "Terus ke stasiun saja Vil, ini aku sudah pesan tiket kereta secara online.""Oke," jawab Vilia. Keduanya segera berjalan menuju parkiran motor di depan gedung Auditorium.Sepeda motor metic membawa keduanya menuju stasiun yang terbesar di kota Surabaya. Lalu lintas sore ini macet sehingga membutuhkan waktu agak lama menuju ke stasiun. "Aku antar sampai dep
Zeni masih heran melihat reaksi berlebihan Frans. "Apa cuma perasaanku saja ya?" pikir Zeni. Keduanya hening sesaat, yang terdengar hanya helaan nafas lembut ditambah semilirnya angin malam. Dengan memasang ekspresi wajah setenang mungkin, dan menekan gejolak hati yang kacau, Frans memberanikan diri untuk mulai membuka percakapan kembali yang sesaat terhenti. " Ayo Zen, kita berangkat sekarang, nanti malam bertambah semakin larut," ajak Frans dengan nada suara setenang mungkin. "Oke, Frans." spontan jawaban keluar dari mulut Zeni. Keduanya pun berjalan beriringan menuju area parkir stasiun. Frans segera menghubungi supir yang menjemputnya. Area parkir stasiun cukup lenggang, yang terlihat hanya beberapa hilir mudik kendaraan yang lalu lalang. Pukul 23.00 malam hari, keduanya sudah meluncur meninggal stasiun menuju Rumah sakit kota. Supir dengan leluasa membawa mobil Pajero hitam dengan kecepatan tinggi melintasi area jalan yang sepi. Lobi rumah sakit cukup sepi. Hanya ter
Baskoro masih diam membisu, pikirannya dibiarkan bebas berkelana, lebih memilih memanjakan matanya untuk menikmati nuansa malam di apartemen miliknya. Dengan posisi duduk di balkon, ditemani semilir angin malam, belum mampu membius kedua matanya untuk terlelap. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, namun perasaannya masih gusar. Informasinya dari kaki tangannya terkait ledakan di sebuah proyek masih mengganggunya. "Aneh, kenapa proyek seperti itu bisa meledak? Dan sepertinya polisi angkat tangan terhadap kasus tersebut." pikir Baskoro. "Profil pemiliknya juga misterius, Ayyas! Apa dia pemain baru di bisnis ini." gumam Baskoro. Bunyi ponsel di atas nakasnya terdengar, segera Baskoro melangkahkan kakinya menuju sumber suara tersebut. Terlihat sebuah nama Garvin muncul di layar ponselnya. Segera dia meraih benda pipih tersebut dan menekan tombol berlogo telepon warna hijau. Terdengar suara familiar diseberang telepon. "Hallo Bas, kamu besok ada agenda? Aku rencana besok t
Zeni berlari-lari kecil menuju ruang ICU. Hampir sepuluh menit dia menghabiskan waktu menuju ruangan tersebut. Jarak tempuh yang agak jauh dari Musholla, saat Zeni menghabiskan waktu pagi harinya disana. Terlihat Tante Denti sedang duduk didepan ruang ICU. Zeni segera menghampiri dan memposisikan duduk bersebelahan dengannya. "Tante, apa yang terjadi." Terlihat raut wajah cemas di wajahnya, perlahan tangan Zeni menggenggam tangan Tante Denti. Nafas Tante Denti tersengal-sengal setelah menangis. Dia berusaha mengatur nafasnya sebaik mungkin untuk menjawab pertanyaan dari Zeni. "Tadi kedua orangtuamu sempat kritis, patient monitor tidak menunjukkan detak jantung. Sekarang sedang dilakukan tindakan oleh perawat." Mendengar jawaban dari Tante Denti, Zeni hanya beristighfar didalam hati. Dia sudah mulai menata hati, pikiran, jiwa dan raga untuk tetap tegar mengatasi kemungkinan terburuk. "Kita pasrah saja Tante, yang penting sudah berikhtiar semaksimal mungkin." ucapan dari Zeni m
Pagi ini aktivitas padat mahasiswa terlihat di kampus, terutama di depan Ruang Kajur Akuntansi sudah terdapat beberapa mahasiswa. Rian masih menunggu satu giliran untuk masuk ke dalam ruangan tersebut. Giant keluar dari ruangan, dan tersenyum melihat Rian. "Sekarang giliranmu. Aku tunggu kamu ya? pinta Giant. "Nanti kita ada kelas pagi." "Iya, Giant. Aku konsultasi sebentar mau urus nilai." tegas Rian sembari memasuki ruang kajur. Desain ruang kajur yang berciri khas ruang kantor bertambah semakin terlihat menawan dengan ornamen lukisan dan logo jurusan yang menempel di dinding. Segera Rian berkonsultasi terkait nilai yang belum keluar sampai semester ini. Dengan ramah Pak Pramono mulai menjelaskan dan memberi instruksi kepada Rian untuk segera membawa surat keterangan yang dibubuhi tanda tangannya, meminta TU jurusan untuk mengeluarkan nilai mata kuliah sesuai jumlah SKS serta Dosen pengampu yang tertera di surat tersebut. Setelah selesai berkonsultasi, Rian keluar dari
"Tante!" Pekik Zeni. Dia terkejut melihat tubuh Tante Denti sudah berada diatas lantai ruang ICU. Dia segera berlari ke arah Tante Denti. Pekikan suara Zeni terdengar oleh perawat yang berjaga di ruang ICU. Dua orang perawat yang bertugas di ruangan ini, segera datang menuju sumber suara. Terlihat Zeni sedang menggerakkan tubuh Tante Denti berusaha memulihkan kesadarannya. Perawat segera mendekat dan memberi pertolongan pertama pada Tante Denti. "Kita bawa segera perempuan ini ke ruang emergency." seru salah satu perawat. Zeni shock mendengar perkataan dari perawat tersebut. "Bagaimana keadaan Tante saya?" tanya Zeni dengan khawatir. "Denyut nadinya lemah serta mengalami kesulitan saat bernafas." Segera perawat tersebut mengangkat tubuh Tante Denti dan memindahkannya ke atas brankar kosong pasien. Brankar tersebut di dorong perawat menuju ke ruang emergency. Tubuh Zeni terasa lemas, melihat perlahan brankar yang digunakan Tante Denti menghilang dari pandangannya. Pikirann