Share

Teringat Masa SMA

"Hahh..., Mas, aku sudah ngantuk," ucap Kyana.

"Ya sudah, kamu pergilah tidur duluan, aku sebentar lagi nyusul."

Kyana yang mengenakan daster kini melangkah masuk kamar. Tama melihat istrinya, dia sepertinya bosan dan merasa tidak tertarik dengan ajakannya.

Tama kembali bersandar, dia merasa sudah tidak sabar menunggu hari esok, untuk mulai bekerja dan jumpa lagi dengan Bu Welas, seorang wanita yang sangat baik hati dan penolong. 

"Bu Welas...!" ucap Tama sambil membayangkan wajah cantiknya.

Saat asiknya berhayal, tiba-tiba dia teringat saat masih di SMA. Memory otaknya, kini mengingat bahwa dia pernah melihat Welas.

"Yups, benar-benar. Aku pernah melihat Welas, saat ada perlombaan Bidang Study antar sekolah."

Tama, sudah yakin, dia sudah jelas mengingat kapan dan dimana dia pernah melihat Welas. Tama tersenyum sendiri, dia menggelengkan kepalanya mengingat hal tersebut.

Tama sudah merasa ngantuk. Kini masuk kamar dan mengambil tempat di samping Kyana. Kyana masih tahu suaminya datang. Seperti biasanya, dia selalu minta dipeluk suami, setiap kali tidur bersama.

Tangan Kyana, lebih dahulu memeluk suaminya. Dia berharap agar suaminya membalas pelukannya saat tidur bersama.

Tama mengambil tangan Kyana dari pinggangnya. Dia meletakkannya kembali ke bantal Kyana. Kyana sontak membuka matanya, dia seakan tidak terima bila suaminya menolak pelukannya.

"Mas Tama, aku ingin tidur dengan pelukan kamu Mas," ucap Kyana manja.

"Aku capek Kyana, aku sekarang pengen istirahat sendiri dan jangan diganggu," jawab Tama. 

Hati Kyana saat itu seakan tersayat. Dia sedih dengan ucapan suaminya tiba-tiba berubah pada malam itu. Kyana mencoba sabar, dia sedikit menerima alasan Tama, yang merasa capek pada malam itu.

Malam semakin larut, Tama dan Kyana sudah tertidur lelap. Zya masih menghayal di kamar sebelah, sudah tidak sabar untuk menerima cuan dari Welas.

"Kringg...," 

Alarm ponsel jadul milik Tama, kini terdengar. Sebelum tidur, Tama sengaja mengaturnya agar dia tidak terlambat untuk pergi kerja ke Perusahaan Welas. Tama melihat istrinya masih tertidur dengan rambut kusut dan acak-acakan. Perasaan muak dan bosan membuat dia tidak mau membangunkannya, malah langsung pergi ke sumur di belakang rumah untuk mandi secepatnya.

Kyana sudah bangun, kini baru sadar suaminya sudah tidak disampingnya lagi. Dia melihat ke dapur dan mendengar suaminya sudah mandi di sumur belakang rumah.

"Ya Tuhan, aku sudah terlambat, aku tidak sadar kalau hari ini Mas Tama sudah mulai masuk kerja," ucap Kyana.

Zya mendengar suara piring, klentang-klenting, kini bangun dan keluar dari kamar. Zya melihat kakak iparnya sedang sibuk masak, kini lebih memilih duduk di ruang tamu sambil menghayal.

Tama sudah mandi dan berpakaian rapi, kini keluar dari dalam kamar. Stelan jas dengan dasi coklat menambah penampilan Tama, menjadi lebih gagah, tampan dan berwibawa.

Kyana melihat suaminya keluar dengan penampilan yang jauh berbeda dari biasanya, Kyana kini pangling dan hampir tidak percaya. Kyana menampar pipinya, untuk memastikan apakah yang dilihatnya nyata ataukah mimpi belaka.

"Auww...,"

Kyana menjerit sendiri karena merasa sakit dengan tamparannya. Dia sadar kalau penampilan suaminya itu adalah nyata.

"Mas Tama, Mas dapat baju bagus seperti ini, darimana?" tanya Kyana.

Tama tersenyum, dia merasa hebat dengan perubahannya yang sekarang jauh berubah. Tama tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia melihat ke meja makan dan mengerutkan keningnya.

"Mas Tama, sarapan dulu ya!"

"Enggak ah.. aku sarapannya nanti saja di luar," jawab Tama.

"Tapi Mas..,"

"Aku harus cepat, jadi aku buru-buru mengejar waktu. Belum lagi jalanan macet, aku kesana kan, naik ojek."

Kyana hanya diam, meskipun merasa sakit hati, dia tetap mencoba menerima alasan yang dikatakan oleh suaminya. Zya yang mendengar pembicaraan keduanya, kini malah datang dan ikut ambil alih seakan jadi kompor gas, bagi Kyana.

"Mas Tama buru-buru bukan karena jalanan macet, kok. Dia pasti buru-buru, karena pengen cepat jumpa sama Non Welas, bukan?"

Tama melihat ke arah Zya, Kyana memilih untuk kembali ke dapur dan membiarkan suaminya pergi begitu saja. Tama tidak perduli dengan istrinya yang terlihat cemburu, dia malah mengambil tas, dan secepatnya berangkat kerja.

Setelah Tama pergi, kini Zya berencana membuat kakak iparnya bertambah cemburu. Zya yang duduk di meja makan, kini masuk ke dapur melihat kakak iparnya mencuci piring kotor.

"Mbak Kyana sebentar lagi akan dikalahkan oleh Non Welas, lebih baik Mbak Kyana sekarang mundur, daripada makin sakit hati bila suami Mbak, direbut orang," ucap Zya.

Kyana memandang wajah Zya, mukanya merah dengan kata-kata yang terucap dari mulut adik iparnya.

"Kenapa Mbak melihatku seperti itu? Apa Mbak marah? Atau tidak yakin dengan apa yang aku katakan?" sindir Zya.

"Zya, kamu bicara apa?" Jangan-jangan kamu dalang dari semua ini," jawab Kyana.

"Ihh.. aku bicara benar, kok. Kenapa Mbak Kyana jadi menyalahkan aku?"

Hmmmm... Kyana menghela nalas yang panjang, dia menggelengkan kepalanya melihat adik iparnya sampai hati berkata demikian.

Melihat kakak iparnya terdiam, Zya malah tersenyum sinis, karena merasa benci pada Kyana. Zya keluar dari dapur, dia melihat sebuah sapu tangan terletak di lantai rumah. Kyana yang datang  karena ingin menjemur kain, kini melihat Zya mengambil saputangan yang terletak di lantai.

"Saputangan siapa Zya?" tanya Kyana.

"Wahhh.. satu kesempatan lagi untuk membuat wanita ini sakit hati," bathin Zya.

"Oh..., ini ada saputangan Non Welas, mungkin terjatuh dari kantong Mas Tama," ucap Zya.

Kyana melihat saputangan yang diambil Zya, persis dengan saputangan yang dia lihat di kantong suaminya. Rasa cemburunya jadi nyata dan bertambah yakin kalau yang dikatakan Zya, memang benar.

"Apa Mbak belum yakin dengan apa yang aku katakan?" ucap Zya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status