Riana tiba setengah jam setelah pemberitahuan kabar yang diberikan oleh Leo kepada wanita tersebut. Langkahnya begitu lebar, terlihat kekhawatiran begitu jelas pada wajah wanita itu.Setelah mendapati putranya yang sedang berdiri di depan ruang pemeriksaan itu pun Riana segera menghampiri. Tentu saja kabar yang didengarnya dari Leo, asisten putranya dia sangat cemas dengan kabar yang sudah dialami oleh Danisa, menantunya.Meski kesal pada foto yang ia lihat atas masa lalu yang dimiliki oleh sang menantu. Tetapi, setelah mendengar penjelasan Leo sepanjang jalan menuju ke rumah sakit, Riana sudah mampu mengontrol diri dan kekecewaan yang dialaminya itu mulai mereda. Tidak Riana pungkiri, jika Danisa sejak menjadi menantunya selalu bersikap baik. Bahkan, kasih sayang yang dia tunjukkan padanya itu terlihat sangat tulus, selayaknya seorang anak pada mama kandungnya sendiri. “Bagaimana, Danisa dan anak-anakmu, Daren?” Tanya Riana ketika tiba tepat di hadapan Sang putra.Daren yang mendapa
Dokter Christie yang mendengar pertanyaan Daren itu mengalihkan perhatiannya. Dia menatap Daren yang terlihat sangat cemas, melepas pelukan yang dilakukan oleh Riana untuknya. Meski Sebenarnya dia cemas, tetap memberikan senyum kepada dan karena tidak ingin membuat Riana, Mama pria tersebut cemas akan kabar yang hendak dirinya sampaikan.“ Aku ingin memberi kabar, jika rahim Danisa terus mengalami kontraksi. Pemeriksaan jantung anak-anak kalian cukup bagus, jadi aku mau meminta persetujuanmu untuk bisa melahirkan mereka segera sebab kontraksi itu terus terjadi di rahim istrimu.” Daren masih mencerna setiap kalimat yang disampaikan oleh sang teman itu untuknya. Dia tak lantas senang begitu saja, karena dia tahu jika usia kandungan dan sebelum cukup umur untuk melahirkan. Kekhawatiran masih terjadi padanya, sehingga dia belum menjawab penjelasan yang diberikan oleh dokter Christie kepada dirinya. Dokter Christie sangat memahami mimik kekhawatiran pria yang hendak menjadi Ayah tersebu
Daren dan Riana sedang berdiri di depan sebuah ruangan khusus yang diperuntukkan untuk merawat bayi yang dilahirkan dalam keadaan khusus. Kedua anak Daren sudah terlahir ke dunia. Dan kini, dia bersama sang Mama sedang berdiri di depan ruangan khusus yang sudah dipersiapkan untuk kedua anaknya dengan beberapa perawat di dalamnya sedang mengawasi. Mereka terlahir dalam keadaan baik-baik saja, detak jantung yang bagus dan sehat. Hanya saja, berat badan kedua bayi itu belum mencukupi karena memang bulan kelahiran anak-anak tersebut belum terpenuhi dari batas normal seharusnya. Bayi laki-laki seberat seberat 2.000 gram, sedangkan bayi wanita yang lebih berat 200 gram dari laki-laki yang sudah berhasil dilahirkan oleh Danisa. Sebuah berat badan yang sangat ideal dari bayi kembar yang sering ditangani oleh dokter Christie yang sebelumnya dijelaskan pada Riana dan Darren. Karena hal yang biasa Christie tangani, saat dia membantu proses kelahiran bayi kembar rata-rata yang ia dapatkan d
“ Ya sudah, aku keluar. Tak apa kan aku tinggal kau seorang diri di sini. Aku yakin, nanti sebentar lagi Daren dan Tante Riana akan datang ke sini.” Dokter Christie yang sudah membantu langsung Danisa memompa asinya itu pun meminta izin untuk keluar dari ruang perawatan pasiennya.Danisa melebarkan senyumnya. Tidak ingin sang dokter mencemaskan dirinya, Danisa harus menunjukkan kepada wanita yang sudah sangat berjasa kepada dirinya itu jika dia baik-baik saja.Ya, sangat berjasa bagi Danisa. Karena sang dokter langsung yang turun tangan dalam membantu dirinya sejak program kehamilan yang dilakukannya hingga proses kehamilan, lalu inisiasi dini, dan bahkan saat dan dia sedang berusaha melakukan proses pumping itu wanita tersebut terus berada di sisinya.Sedangkan Daren, suaminya tak ada di ruang yang sama bersamanya. Danisa yakin, jika pria itu saat ini sedang berada di ruang perawatan bayi-bayinya. Karena memang dia tahu, jika bayi-bayi tersebut adalah tujuan utama Darren. “Aku tak
“Danisa,” Panggil Daren pelan ketika memasuki ruang perawatan istrinya, tapi dia mendapati tidak adanya wanita itu di atas ranjang perawatannya. Daren datang dengan sebuket mawar merah yang begitu indah di tangannya. Selain itu, dia pun membawa makanan yang Danisa suka untuk menemani malamnya. Daren sudah memutuskan untuk tidak mengakhiri kontrak pernikahan yang dia lakukan bersama Danisa. Dia sudah tersadar saat beberapa hari lalu dia berbincang dengan Danisa soal kontrak kerja yang dia lakukan itu, tak sengaja Riana mendengarnya dan berhasil membuat amukan wanita yang sangat Daren sayangi tersebut.Tentu saja, kemurkaan yang dilakukan oleh wanita tersebut pada sang putra. Sama sekali tidak menyangka jika anak dan menantunya itu melakukan kerjasama gila, menurutnya. “Apa kau gila? Bisa-bisanya kau melakukan kerjasama gila seperti itu! Apa kau mau, anak-anakmu tidak memiliki seorang ibu?” Amuk Riana saat kembali dari rumah sakit bersama Daren yang mengantarnya. Riana yang ingin m
Daren melangkahkan kakinya dengan begitu tak sabar untuk bertemu dengan wanita dan anak-anaknya yang ia yakin ada di sana.Langkah lebarnya itu tidak membutuhkan waktu lama untuk membawa pria bertubuh tegap dan gagah itu untuk tiba di sana.“Selamat malam, Tuan,” sapa salah satu perawat yang bertugas menjaga bayi-bayi dan di ruang intensif tersebut.Daren tersenyum, disertai anggukan yang diberikan olehnya pada perawat yang telah menyapa pria kaku itu.“Malam,” jawab Daren. Hal yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh pria itu, dengan memberikan jawaban perawat yang selalu menyapa jika dirinya datang.Jawaban atas apanya dilakukan oleh Darren itu berhasil membuat perawat itu saling tatap satu sama lain bersama rekan kerjanya yang kebetulan saat ini ada dua perawat di dalam ruangan tersebut.“Dimana istri saya?” Tanya Daren dengan bahasa formal dan kakunya. Dia yang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Denisa karena ingin mengungkapkan sesuatu hal besar dalam hidupnya, pria it
“Itu, Nona Danisa. Sepertinya dia sedang menuju ke ruang bayu,” kata petugas yang sedang menunjukkan arah di mana Danisa sedang melangkah menuju ke ruang perawatan anak-anaknya.Daren mengangguk, membenarkan Apa yang dilihat dan dikatakan oleh petugas tersebut kepadanya.“Ya. Tadi perawat bilang jika Danisa sempat mengunjungi anak-anak kami.”Daren masih dengan tangan yang sedang memegang ponsel itu terus berusaha menghubungi Danisa. Tetapi panggilan dan usaha yang dilakukan olehnya sia-sia. Panggilan yang dia lakukan sama sekali tidak terhubung, bahkan pesan yang sejak tadi Ia kirim tidak terbaca dari si penerima yang tidak lain adalah Denisa.“Coba kau percepat rekamannya,” pinta Daren. Dia sangat tak sabar kamu untuk mencari keberadaan wanitanya. Berharap, jika Danisa memang hanya ingin keluar mencari angin. “Pak,” panggil petugas. Saat Daren yang masih sedang berusaha mencari keberadaan Danisa. Daren mengalihkan pandangannya, ikut menatap di mana layar PC berada. “Apa?” Jawab
“Bunda Nisa, tanaman bunganya mau ditaruh di mana ya?” Tanya anak kecil berusia sekitar empat setengah tahun yang sedang memegang pot berisi bibit bunga matahari di tangan anak tersebut. Danisa yang mendapati panggilan dari anak wanita yang sangat cantik dan energik itu pun menoleh mengulas senyum teduhnya. Dia yang baru mengisikan tanah bercampur dengan pupuk ke dalam pot-pot berukuran yang lebih besar untuk ditanam bibit-bibit bunga itu pun menepuk tangan agar tidak kotor. Dia bangkit dari duduknya, beralih menuju ke arah sang anak yang bernama Claudia yang telah memberikan bibit tanaman yang dia pinta sebelumnya. “Bawa sini, Sayang. Apa namanya akan Ibu pindahkan ke pot yang lebih besar, agar Bunga mataharinya ini bisa tumbuh subur dan bebas.” Danisa mengambil alih pot yang diberikan anak tersebut kemudian kembali ke tempatnya semula. Pot yang jauh lebih besar sudah siap dengan tanah dan pupuk di dalamnya. Danisa hendak memindahkan bibit bunga matahari yang Sudah tumbuh subur