Riana menatap punggung Aiden yang menghilang dari hadapannya. Anak lelaki itu bukan menjawab apa yang dia tanyakan, malah berlalu begitu saja dari hadapannya. Jika yang melakukan itu adalah anak orang lain. Sudah dipastikan Riana akan memberikan teguran atas sikap sang cucu yang tidak sopan menurutnya itu. Setelahnya, dia beralih menatap di aman sang putra yang datang melangkah ke arahnya. Daren mengulas senyum pada sang mama. Sebelum akhirnya dia memeluk mamanya dan mengecup sebelah pipi Riana. “Mama sudah pulang?” tanya Daren pada sang mama. “Sudah. Satu jam yang lalu mungkin, mama sudah tiba di rumah.” Riana menjawab sang putra dengan masih memberikan tatapan lekat, menelisik sesuatu yang terjadi pada Daren dan juga anak-anaknya. Riana berpikir, jika ada sesuatu yang terjadi pada Daren dan juga sang putri. Dia berpikir, jika Darenemmarahi Ara, sebab masalah pekerjaan yang mungkin sedang banyak dan Ara yang tidak mau mengalah dengan situasi yang sedang terjadi pada ayahnya. “Ap
Riana yang mendengar kabar dari Daren, Sang putra itu pun terdiam. Sama sekali tidak menyangka dia akan mendapati kabar yang sangat mengejutkan baginya. Tentu saja terkejut, Ara sang cucu saja terkejut apa lagi dia. “Lalu apa yang jadi masalah sehingga Ara menjadi sedih seperti itu?” Tanya Riana bingung bahkan Sikap yang ditunjukkan oleh cucu perempuannya itu. Bukankah seharusnya Ara bahagia, bisa bertemu dengan mommynya seperti harapannya selama ini anak itu lakukan setiap malam? Lalu, menatap anak itu pulang-pulang allah menjadi sedih. Lalu apa yang buat cucunya seperti itu? Ah, wanita yang sudah tak muda namun tetap energik itu semakin bingung dengan tingkah cucu perempuannya itu. “Ada anak kecil yang panggil wanita tadi Bunda. Sebab itulah, Ara menjadi sedih. Harapannya seolah pupus dengan kehadiran anak tadi.” Daren menjelaskan kejadian sebenarnya pada sang mama. Berharap mamanya itu mengerti atas perubahan suasana hati yang terjadi pada putri kesayangannya itu.“Anak kecil?
Sinar matahari pagi menembus celah tirai jendela, menerangi kamar Ara dan Aiden yang masih tertidur lelap. Data keranjangnya, Ara menggeliat tidak nyaman. Kedua kelopak matanya yang semula tertutup itu pun perlahan terbuka, menyeimbangkan sinar yang masuk menembus iris matanya. Ia menghela nafas panjang wajahnya tambah murung. Ingatannya melayang kembali pada kejadian yang sudah berhasil membuat suasana hatinya selalu berkabung.Ara menjadi malas untuk kembali lagi ke Singapura. Dia tidak langsung bangun dari atas ranjangnya, melainkan anak wanita itu memilih untuk bermalas-malasanDi. Tak lama, Ara mendengar suara pergerakan dari seseorang yang ia yakin jika itu adalah Aiden, saudaranya. Ara mengabaikan, anak wanita itu lebih memilih memandang kaca jendela yang masih tertutup kain korban dan nampak cahaya dari luar yang menerawang. “Kau sudah bangun. Kenapa kau tak bangunkan aku,” seru Aiden dengan Syara datarn seperti biasanya pada sang adik saat tahu, Ara yang sudah membuka mata
Dengan tak membutuhkan kesulitan saat harus menangkap tubuh putri kecilnya yang sudah harum dengan aroma sabun bercampur dengan parfum anak-anak itu berhasil masuk ke dalam pelukannya. Dengan penuh kasih sayang, pria itu mencium gemas pipi mulus anak perempuannya. Ara yang mendapati perlakuan seperti ini dari sang Daddy itu pun tertawa cekikikan. Anak perempuan itu merasa geli dengan perlakuan yang dilakukan oleh Daren kepadanya itu. Tidak membutuhkan permintaan, anak perempuan itu pun langsung membalas ciuman sang ayah kemudian berujar kepadanya.“I love youtube more, Dad,” kata Ara pada sang ayah. Dengan sangat tulus, dia mengungkapkan kasih sayang ya besar-besarnya kepada sang Deddy yang selalu memberikan kasih sayang dan segala keinginan yang Ara mau.“Love you too, Princess. Harum sekali Princess-nya Daddy ini,” puji Daren pada Ara yang sudah sangat harum pagi ini. “Iya dong, Dad. Ara kan Princess. Jadi Ara harus tetap harum agar semua pangeran yang ingin mendapatkan Ara nant
“Astaga! Ada aja kelakuan gadis kecilku itu,” kata Daren setelah Ara, putri kecilnya itu berlari semakin menjauh dari hadapannya. Riana yang mendapati kelakuan cucu perempuannya itu menggeleng pelan. Dia kembali menoleh pada sang putra dan cucu lelakinya yang kembali fokus menatap buku di tangannya. “Kalau itu foto copy-mu,” kata Riana pada putranya itu. “Dia anak Daren, Ma,” jawab Daren dengan nada yang begitu bangga atas apa yang dilakukan oleh putranya itu. Dia menjulurkan tangan dan mnegusap puncak kepala putranya itu penuh kelembutan dan begitu perhatian. Aiden yang mendapat perlakuan seperti itu dari sang ayah mengulas senyum tipis. Anak lelaki itu pun membuka suara pada sang ayah dan juga omah-nya. “Thank’s, Dad.” Aiden menjawab apa yang Daren katakan kepadanya itu. Anak lelaki yang lebih dewasa dari usianya itu pun menoleh pada sang nenek. Dia pun mengulas senyum tipis dan kembali membuka kalimatnya. “Thank’s juga buat Oma,” katanya lagi berterima kasih yang Riana sendir
Riana yang mendengar keinginan dari cucunya itu pun hanya mampu menghela nafas beratnya. Sebab Dia sebagai seorang nenek tak bisa mengambil keputusan selain hanya membujuk Sang putra untuk mendukung keinginan dari cucu kesayangannya. Dia pun akhirnya memilih untuk memberi pengertian kepada Ara. “Omah akan bicarakan ini pada Daddy ya,” jawab Riana yang tak bisa memberikan keputusan untuk sendiri. Sebelum Riana berbicara kepada Darren atas keinginan yang diminta oleh Ara. Dia menoleh ke arah Aiden yang masih makan dengan sangat tenang. “Kalau kau bagaimana, Sayang?” Tanya Riana pada Aiden. Aiden menyelesaikan kunyah hanya terlebih dulu di dalam mulutnya sebelum memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan sang Omah untuknya.Aiden, anak lelaki itu akan selalu menatap lawan bicara jika sedang berbicara terhadap dirinya. Baik orang lain, maupun omahnya. “Aiden ikut keputusan Daddy dan Omah. Aiden tidak pernah mempermasalahkan dimanapun Aiden akan tinggal. Terpenting bagi Aiden a
“Kau mau ke mana?” tanya Riana yang telah melihat putranya itu keluar dengan menyampirkan jaket di badannya. Nelson telah keluar beberapa saat lalu dari ruang kerjanya. Entah hke mana lagi perginya pria itu dan Daren memutuskan untuk pergi juga setelah anak buahnya itu pergi lebih dulu meninggalkan ruangannya.Daren menghentikan langkah ke rumah dia menoleh pada sang Mama yang telah bertanya kepadanya.Darn menatap mamanya, dia pun mengulas senyum yang tak biasa Dia lakukan pada orang lain.“Daren keluar sebentar, Ma.” Dia berkata dengan penuh ketenangan pada mamanya itu. Riana yang mendengar jika Daren akan keluar rumah itu pun mengernyitkan kening. Sebab sebelumnya putranya itu bilang tidak akan kemanapun akan tinggal di rumah dan bermain bersama kedua anaknya.“Bukankah tadi kau bilang jika tidak akan ke mana pun? Lalu, mengapa kau berubah pikiran seperti ini? Apa ada sesuatu yang membuat dirimu berubah pikiran dan memutuskan untuk pergi?” tanya Riana penuh selidik pada putrany
Denisa merupakan tubuhnya di atas kasur, namun matanya tetap tak mampu bisa terpejam seperti saat-saat sebelum dia bertemu kembali dengan masa lalu yang susah payah ingin dilupakan.Bayang-bayang itu kembali muncul setelah pertemuan tak terduga itu terjadi dengan pria yang pernah menjadi suami kontrak dan dua anak yang ia yakin adalah anak-anak yang pernah dikandungnya.Isi kepalanya sangat penuh, terngiang dengan berbagai tanda tanya. Apakah Daren, suami kontraknya itu masih mengingatnya dalam keadaan dirinya yang sudah menggunakan penutup kepala.Atau mungkin, pria itu telah benar-benar melupakannya. Sebab, sejak dirinya hidup bersama dengan pria itu, Darren sama sekali tidak memberikan celah sedikitpun untuknya masuk ke dalam perlu hatinya.Pusara kegelisahan itu semakin tak tertahankan dengan berbagai pertanyaan yang terus muncul yang membuat dirinya terus menjadi gelisah.Apakah anak-anaknya itu mengenalnya? Atau bahkan sama sekali tidak mengenal siapa ibunya.Sesak rasa yang Dan