PEMBELAAN DAREN“Wah wah wah.”Suara seorang pria yang diiringi dengan sebuah tepukan tangan itu mengalihkan perhatian Danisa yang sedang serius menatap ponsel di tangannya.Dia mengalihkan pandangannya, menuju ke pusat suara yang tak asing baginya. Kedua matanya pun membulat, ketika menyadari pria yang berkata itu sudah melangkah semakin dekat menuju ke arahnya.Entah, takdir apa yang membuatnya harus bertemu dengan pria yang sama sekali tidak ingin pernah ia temui lagi tersebut.Tatapan penuh seringai misteri, dari sang pria yang memiliki sebuah urusan yang belum terselesaikan dengan Danisa. Hal itu berhasil membuat Danisa membeku di tempatnya. Bagaimana bisa dia bertemu dengan pria yang sama sekali tak diinginkan itu. Danisa mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Dia mampu bernafas lega, kala tak ada orang lain di sekitar mereka selain resepsionis yang berada di meja kerjanya.“Pepatah yang bilang, jika dunia tak selebar daun kelor itu memang sebuah fakta. Nyatanya, tak perlu a
PROTES DARENDanisa tiba lebih dulu ke Unit apartemennya dari pada Daren yang masih ada di lobby bersama dengan Adlrik. Sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Danisa dirundung kecemasan yang teramat dalam. Dia mengkhawatirkan jika Daren dan Adlrik harus terlibat baku hantam lagi seperti pertemuan terakhir mereka yang melakukan itu karena harus membela kehormatannya.Dia pun dibuat cemas, dengan perintah Daren yang memintanya untuk meninggalkan mereka dengan kembali ke apartemennya terlebih dulu. Setiba di depan pintu unitnya, dia memasukkan kode pintu agar penjaga yang membawa barang-barang itu bisa masuk. “Taruh di atas meja saja,” kata Danisa yang diiringi anggukan ramah dari pria yang sedang membantunya. Danisa mengeluarkan dua lembar uang dolar Singapura pada petugas yang sudah membantunya tadi. Tak lupa dia pun mengucapkan terima kasih padanya. “Terima kasih,” kata Danisa pada sang petugas. Meski sedang cemas, Danisa tetap menunjukkan sikap ramahnya itu pada petugas tersebut
KECEMASAN TENTANG ADLRIKDaren berlalu begitu saja selesai mencuci tangan dan meminta Danisa untuk membawakan kopi ke dalam kamarnya.Dia masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, maka Darren ingin memeriksanya di dalam kamarnya. Terdapat meja kerja di sana, dan Daren bisa lebih leluasa melakukan pekerjaannya di dalam kamar.Danisa menatap pria punggung pria yang sudah menghilang dari tatapannya tersebut. Dia sedang mencerna, maksud dari kalimat Daren yang bilang jika dirinya di kamar.Danisa berpikir, apa Daren menunggu dirinya di kamar? Lalu, untuk apa? Tidak tidak. Ada yang salah di sini. Danisa meyakinkan dirinya sendiri, jika buka itu yang Daren maksudkan. Selesai membuatkan kopi, Danisa menuju ke kamar suaminya untuk membawakan kopi suaminya. Sebelumnya, dia lebih dulu mengetuk pintu kamar tersebut. Sebelum akhirnya, dia membuka dengan perlahan setelah mendapat jawaban dari dalam.“Kopinya sudah jadi,” kata Danisa pada sang suami. “Hm. Taruh saja,” jawab Daren si
Daren disibukkan dengan setumpuk pekerjaan yang sedang ia tangani. Pembukaan anak cabang baru dan berbagai vendor yang bekerja sama membuatnya semakin bertambah menjadi sangat sibuk. Tiga hari belakangan ini, pria gagah dan tampan itu kembali ke apartemennya saat malam sudah larut. Dan dia tak mendapati sang istri masih terjaga, yang berarti jika Danisa sudah terlelap.Tak jarang saat Daren kembali, pria itu sudah mendapati sang istri tertidur pulas di kamarnya. Bahkan, semalam Danisa yang berniat menunggu suaminya datang itu tertidur di ruang tengah saat menonton televisi. Tak sadar dirinya saat Daren mengangkatnya, karena Danisa yang sudah mendapati dirinya di atas ranjangnya saat pagi sudah mulai menyapa dirinya dan membangunkan Danisa lewat terik mentari yang sudah mulai menampakkan sinarnya. Bagi Danisa, ini adalah pertama kali dirinya bangun kesiangan. Karena biasa dia yang sudah bangun lebih dulu, dan menyiapkan sarapan untuk Daren sebelum pria itu berangkat ke kantornya. D
“Iya.” Daren menjawab panggilan dari dokter sekaligus teman yang menjadi patner yang menangani rencananya bersama Danisa. Sebelumnya, dia memastikan jika sudah berada jarak aman dari sang mama. Dia tak ingin jika sang mama yang selalu ingin tahu urusannya itu akan bertanya. Jadi, mencari aman adalah hal yang sedang dipilihnya dari segala tanya yang akan diberikan oleh sang mama terhadap dirinya.“Darren, apa kau sedang sibuk hari ini?” Tanya Crhisty pada sang teman di ujung sambungan telepon yang sedang dilakukannya itu. “Hm. Aku ada di rumah. Hari ini aku sedang libur, apa ada hal penting yang ingin kau sampaikan padaku?” Tanya Daren langsung, karena memang dia merasa ada hal penting yang ingin Christy sampaikan padanya. Hal yang jarang dilakukan oleh teman wanita Daren lakukan, melakukan panggilan langsung pada dirinya. Terlebih, semua orang yang kenal dengan pria itu tahu. Jika Daren adalah pria yang begitu sulit tersentuh oleh makhluk yang dinamakan wanita.“Ya. Kau benar sek
MIMPI DANISADaren dan Danisa segera menuju ke rumah sakit di aman Dokter Christy melakukan praktek kerjanya. Dengan perasaan yang berdebar, atas rasa penasaran yang terjadi pada diri mereka itu mengiringi setiap menit bagi Daren dan Danisa. Rasa penasaran itu lebih jelas terjadi pada pria yang berada di balik kemudinya. Berbeda dengan Danisa, dia lebih bisa bersabar saat harus mendapati kabar jika sang dokter harus menemui mereka segera. “Daren,” panggil Danisa pada sang suami.“Hm.” “Semalam aku bermimpi. Kalau aku merasa melayang terbang begitu tinggi ke awan.” Danisa mengubah posisi duduknya, untuk lebih bisa menatap suaminya. Wajah Danisa terlalu bersemangat, ketika menatap penuh pada pria yang ada di hadapannya itu.“Apa kau tahu? Selain aku bisa mimpi terbang dengan bisa menatap banyaknya awan putih dari atas, ada sesuatu lagi yang membuatku tak ingin terbangun?”Daren menaikkan sebelah alisnya, saat wanita di sampingnya sudah mulai membuka suara dan cerita ke macam-macam y
“Lakukan saja sesuai rencana awal. Tak perlu kau tanyakan terus. Bukankah kau tau, kalau aku tak pernah merubah keputusan. Mengapa pakai tanya,” kesal Daren pada sang teman yang terus berusaha memastikan dirinya untuk. Mencoba cara alami. Mengingat usia pernikahan yang baru seumur jagung, dan keduanya bisa menunggu. Tapi, sepasang pengantin baru ini sepertinya tak sabar untuk segera memiliki keturunan. Dokter Christy menghela nafas panjangnya, saat harus menghadapi kekerasan kepalaan Daren tersebut. Sulit sekali meyakinkan pria itu, meski usaha yang dilakukannya sudah semaksimal untuk membujuk. Ternyata tidak membuahkan hasil sedikitpun.“Aku tahu, aku hanya ingin memberi kesempatan buat kalian lagi,” pasrah sang dokter pada akhirnya. Dia tak punya lagi pilihan, selain mengikuti keinginan Daren pastinya. “Dok. Kami sudah mengambil keputusan ini sejak sebelum menikah. Tolong… jangan paksa kami. Sudah kami sampaikan tujuan awal kami, ingin segera memiliki anak. Karena kami ingin memb
Setelah melewati perdebatan panjang antara Danisa pada Daren, dengan terpaksa akhirnya Daren memberikan izin pada Danisa untuk kembali bekerja. Hari ini Danisa sudah memulai aktivitasnya. Dan dia pun sedang bersiap di kamarnya. Saat keluar, ternyata bersamaan dengan Daren yang baru menutup pintu kamarnya. “Hai, kita sarapan dulu. Aku sudah niat sarapan buat kita,” kata Danisa pada sang suami. Daren yang masih kesal tidak menanggapi. Dia berlalu begitu saja menuju meja makan. Keduanya menikmati sarapan pagi bersama dalam diam. “Aku akan berangkat lebih dulu. Karena aku harus datang sebelum kau Tiba di kantor.” Danisa membuka suara pada sang suami, setelah keduanya makan dalam diam satu sama lain. “Siapa yang buat aturan seperti itu. Kita ke kantor bersama,” jawab Daren dengan nada tajam tak ingin terbantah. Danisa yang mendengar pun hanya terdiam sesaat. Dia tahu, jika suaminya tidak ingin dibantah. Maka, Danisa akan menurutnya. “Okey. Tak masalah.”Semua karyawan pun sudah tah