"Kenapa Mommy?" Kenzie bertanya padaku dengan wajah bingung.Aku tersadar dari lamunanku dan mencoba memberikan jawaban agar tidak mengkhawatirkannya. "Tidak apa-apa, Sayang"Kemudian, aku meletakkan ponsel di dalam tas dan akan bergegas pergi ke bagian administrasi. "Mommy akan ke bagian administrasi dulu, ya?"Kenzie mengangguk dan setuju akan hal tersebut.Ketika aku hendak melangkah ke luar, tiba-tiba Keenan sudah berada di hadapanku, dan berkata, "Tidak perlu, biar aku saja"Aku merasa ragu dengan usulannya dan mencoba menolaknya. "Tapi …," ujarku. Namun, Keenan dengan tegas dan menatapku sambil berkata, "Kamu bereskan saja barang-barang yang akan dibawa pulang. Biar aku yang kebagian administrasi." Meskipun ragu, aku merasa terharu dengan ketegasannya."Baiklah."Akhirnya, aku pun setuju dan Keenan pergi ke bagian administrasi. Sementara itu, aku memenuhi permintaannya untuk membereskan barang-barang yang akan kami bawa pulang dari rumah sakit. Aku merasa lega karena hari ini p
Fina mengangkat alisnya. "Tapi yang aku ucapkan itu memang benar. Wanita ini memang tidak punya harga diri."Keenan yang mendengar ucapan Fina, langsung memandangnya dengan tajam. "Fina! Hentikan omong kosongmu itu, kalau tidak aku akan membuat hidupmu menderita!""Apa yang kamu maksud, Keenan? Kenapa kamu selalu membela Kiara? Apa kamu masih punya perasaan terhadapnya?" tanya Fina dengan nada merendahkan."Aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun menghina Kiara, terkecuali kamu!" jawab Keenan sembari menatap Fina dengan serius.Tapi Fina terlihat semakin tidak bisa mengontrol emosinya. "Oh, hebat sekali kamu, Keenan!" Fina menatap ke arahku. "Pelet apa yang sudah kamu berikan pada Keenan, sampai dia begitu tergila-gila padamu?" tanya Fina dengan suara tinggi yang membuat wajahnya merah padam.Aku merasa heran dengan ucapan Fina yang semakin tidak masuk akal. "Apa maksudmu? Kenapa sedari tadi kamu terus saja menghinaku?" tanyaku dengan nada tidak percaya.Tak lama setelah itu, aku m
Keenan mengangguk. "Aku ingin kamu menjadi asisten untuk mengurus dan membersihkan apartemenku.""Maksudmu … aku jadi pembantu dan bekerja untuk mengurus apartemenmu?" tanyaku dalam kebingungan."Tepat sekali.""A-apa?""Aku mencari asisten rumah tangga," jelas Keenan dengan tenang, "aku mencari seseorang yang bisa membantuku dengan pekerjaan rumah tangga dan kepentingan pribadi. Aku membutuhkan seseorang yang bisa aku percayai dan dapat membantuku menyelesaikan tugas-tugas harian dengan cepat dan efisien. Kebetulan, kamu menjadi pilihan pertama karena selain aku mengenal kamu, aku juga yakin kamu akan menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan baik."Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Aku merasa kebingungan dan tidak mengerti maksud dari semua itu. Apa ia sudah gila? Aku diminta untuk menjadi pembantunya, mengurus apartemennya dan semua kepentingannya? Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, apalagi aku bukan seorang pembantu.Namun, pertanyaan masih menghantu
Aku terkejut ketika terbangun oleh suara alarm di ponselku, karena aku tahu hari ini aku harus datang tepat pukul 06:00 pagi untuk bekerja di apartemen Keenan. Kuangkat kepalaku dan melihat jarum pendek jam telah menunjukkan pukul 05:55 pagi. Segera aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan membersihkan diri.Ketika aku bersiap-siap, terlintas di pikiranku, sepertinya aku tidak akan berhasil sampai ke sana tepat waktu. Aku bertanya-tanya apakah Keenan akan marah padaku jika aku terlambat. Sungguh, ini adalah hari pertamaku bekerja dan aku sangat takut salah berbuat.Setelah aku keluar dari kamar, aku melihat Kenzie duduk di sofa dengan tatapan heran. "Mom, mau ke mana pagi-pagi begini?" tanyanya. Aku tersenyum padanya dan menjawab dengan lembut, "Emm … mommy harus pergi bekerja pagi ini, Sayang. Nanti kamu diantar Tante Sissi ke sekolah, ya."Kenzie mengangguk setuju dan berkata, "Baiklah, Mom, hati-hati di jalan."Setelah berpamitan, langkah ini segera bergegas keluar dari
Aku bergegas menuju kamar tidur Keenan setelah dia memanggilku untuk menemui dia di ruangannya. Aku merasakan ada keanehan dalam suaranya ketika memanggilku dengan suara keras. Sesampainya di depan pintu kamarnya, aku melihat Keenan menatapku dengan tatapan yang cukup tajam. Aku merasa tidak nyaman dengan tatapannya dan tidak tahu apa yang salah pada diriku. "Ada apa?" tanyaku sambil memandangnya dengan wajah bingung.Lelaki yang sudah ada di hadapanku itu, mengeluarkan suara yang terdengar cukup berisik. "Kenapa kamarku tidak dibersihkan?" Aku terdiam dan tidak tahu harus berbicara apa lagi. Keenan memang menyuruhku membersihkan seluruh apartemennya. Namun, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan kamar itu. Aku merasa takut dan trauma untuk masuk ke dalam kamarnya yang mengingatkanku dengan masalalu yang menyakitkan.Aku mencoba untuk menenangkan diriku dan berkata dengan hati-hati, "Maafkan aku. Aku akan segera membersihkan kamarmu, jika kamu memerintahkanku untuk melakuk
Saat tubuhku sudah bisa merasakan kenyamanan di atas tempat tidur, aku menyadari bahwa hari ini benar-benar melelahkan. Pekerjaan membersihkan apartemen Keenan yang semakin banyak permintaannya, benar-benar meninggalkan pegal dan capek di seluruh tubuhku. Lalu, tepat ketika aku mulai melakukan perenungan akan hari yang begitu berat untukku, ada suara ketukan yang terdengar dari pintu.Aku menoleh ke arah pintu dan ternyata yang mengetuk adalah anakku, Kenzie. Melihat wajah ceria Kenzie, rasa lelahku berkurang sedikit. Sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, Kenzie bertanya, "Mom, Kamu sudah pulang?"Aku mengangguk dan menjawab, "Iya, Sayang, mommy sedang istirahat. Apa yang membawa kamu ke sini?"Kenzie masuk ke dalam kamar dan duduk di sampingku. Dia memberikan senyuman termanisnya dan berkata, "Kenapa Mommy baru pulang? Mommy tak biasanya pulang malam-malam begini?"Melihat putraku yang terlihat begitu penasaran, aku merasa bingung harus berkata apa. Aku bekerja di apartemen Keenan, ta
Ketika aku membuka pintu apartemen, mataku langsung terbelalak saat melihat Marissa muncul di hadapanku. "Siapa?" Keenan yang tiba-tiba muncul dari belakangku, menanyakan siapa yang datang."Marissa," gumamku lirih.Aku lalu melihat ke arah Marissa yang sudah begitu terlihat marah, bisa kulihat rona matanya sudah memerah dengan kedua tangan yang sudah mengepal di sisi tubuhnya. "Apa-apaan ini? Sayang, kenapa dia ada di sini? Apa kalian diam-diam berhubungan di belakangku?" erang Marissa dengan tatapan yang tajam ke arahku."Dia bekerja di sini," jawab Keenan dengan santai."Bekerja? Untuk apa dia bekerja di sini? Ini hanya alasan kamu saja, kan?" desis Marissa dengan wajah yang merah padam."Aku sudah membayar utang darahku pada Kenzie dengan menyuruhnya membersihkan apartemenku," ungkap Keenan."Apa? Kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu tidak memberitahuku kalau mantan pacarmu ini bekerja di sini?" ujar Marissa dengan suara yang keras.Wajah Keenan tampak rileks meski Marissa beg
Tiba-tiba, Keenan muncul di depan kami, wajahnya terlihat terkejut melihat situasi yang tengah berlangsung. "Ada apa ini?" tanyanya dengan suara tinggi. "Kenapa kalian berteriak seperti ini?"Marissa mendekat ke arah Keenan, menyampaikan keluhannya, "Sayang, aku hanya ingin minuman dingin, tetapi dia menolak untuk membuatkan."Sepasang mata coklat Keenan melihat pecahan gelas di lantai, ia lantas bertanya, "Terus, kenapa gelasnya bisa jatuh?"Marissa dengan cepat menjawab, "Dia yang memecahkannya. Dia bilang tidak mau aku menyuruhnya, dia juga bilang kalau dia bukanlah pembantu yang harus disuruh-suruh, padahal aku sudah memintanya baik-baik."Sungguh, apa yang terjadi saat ini sangat di luar kendaliku. Aku tidak menyangka bila Marissa malah menudingku yang menjatuhkan gelas, aku tidak tahu mengapa dia bisa berbuat seperti itu.Aku memilih untuk tetap diam, meresapi semua tuduhan yang dilemparkan padaku. Keenan memandang kami berdua dengan serius, mencoba memahami sisi cerita masing-m