*Happy Reading*Sesuai kesepakatan bersama para penghuni kosan yang merasa jadi korban ulah mesum si anak pemilik. Akhirnya pelaku pun dilaporkan ke polisi. Tentu saja kejadian ini sangat meresahkan mereka. Apalagi kosan tersebut sebenarnya memang khusus kosan putri. Jadi, bisa bayangkan kan, gimana kecewanya mereka?Bunyi sirine mobil polisi yang menggaung di tengah malah, alhasil menimbulkan geger untuk sekitar. Termasuk orang tua si pelaku, alias pemilik kosan yang Nissa tempati selama tujuh bulan ini. Sebagai orang tua, tentu saja sang ibu sempat keberatan anaknya digelandang polisi tanpa aba-aba begitu. Meski sudah di jelaskan duduk perkara pun, wanita paruh baya itu tetap mencoba membela. "Cctv itu memang salah satu fasilitas kosan ini, Pak. Kami sengaja memasangnya untuk menghindari adanya tindak kriminal seperti pencurian atau semacamnya. Itu hal wajar, kan?" bela wanita itu, yang bernama Mak Ijah. Sambil memegangi anaknya dan menghalangi para polisi membawa sang putra pergi
*Happy reading*"Abang, Nissa pusing," keluh Nissa sambil memijat keningnya."Oh, ya udah. Ayo pergi. Kamu harus cepat istirahat." Raid beranjak dari tempatnya. Berniat membimbing Nissa untuk berdiri jua. "Ish! Bukan pusing itu!" Nissa malah protes. Sambil memukul pelan lengan Raid. "Loh? Lalu?""Ck, maksud Nissa, pusing dengerin penjelasan Abang yang berbelit-belit. Ayolah, Bang. Bisa langsung ke intinya aja nggak? Nissa lagi males mikir, nih," ungkap Nissa akhirnya. Membuat Raid mengulas senyum pengertian. Dia lumayan lega setelah melihat Nissa tak lagi terlihat terguncang. Sepertinya moodnya sudah membaik. Syukurlah."Intinya, mau bagaimana pun si mesum tadi mencoba meretas cctv kamarmu. Itu tidak akan berhasil.""Kenapa?""Karena meski kamu jauh, dan tidak dalam pengawasan. Kamu masih dalam pengawasan Frans.""Frans? Kenapa jadi nyambernya ke Frans?" Nissa makin penasaran. Raid mengulas senyum lagi, "Coba ingat-ingat. Apa Frans ada kirim sesuatu padamu setelah tinggal di sini?"
*Met saur ....""Seandainya ini bukan jam 3 pagi. Tentu saja aku akan dengan senang hati mengabulkan permintaanmu."Nissa mengulum senyum dengan pipi kembali merona, setiap kali mengingat ucapan plus kedipan nakal dari mata Raid malam itu.Sial! Padahal niat awalnya dia cuma ingin menggoda saja. Eh, malah baper beneran. Naseb! Naseb! Mana setelah itu Raid juga tak berhenti memberikan perhatian, membuat hati Nissa makin susah saja untuk bersikap biasa dan malah makin baper.Bagaimana nggak baper. Setelah Nissa di tempatkan di sebuah apartemen, yang bersebelahan dengan apartemen yang Raid tinggali. Pria itu memang langsung pergi, tapi gantinya dia mengirimkan seorang pegawai wanita untuk membantu Nissa membersihkan diri, mengingat sebelah tangan gadis itu yang masih terluka. Tentu Nissa akan butuh bantuan meski hanya sekedar untuk mengaitkan Bra, iya kan?Selain pegawai wanita tadi. Raid juga mengirimkan seorang lagi membawakan Nissa makanan dan susu hangat. Alasannya agar tidur Nissa l
*Happy Reading*Mendengar sapaan Raid dan melihat reaksi Victor yang menegang kaku dengan mata membulat sempurna, seakan baru saja melihat hantu, tentu saja kening Nissa langsung berkerut dalam. Dia bingung sekaligus curiga. Pasalnya, kedua pria itu seperti sudah saling mengenal. Iya kan? "Ra-Raid! Ba-bagaimana bisa kau ... kau ada di sini?" Victor bertanya dengan tergagap. Ada ketakutan dan sorot tak percaya melihat keberadaan Raid. Seolah, pria yang berdiri tak jauh darinya itu adalah seseorang yang mustahil keberadaannya.Beda Victor, beda pula tanggapan Raid. Bule bernetra hijau itu nampak biasa saja. Malah kini menyunggingkan senyum bermakna ke arah Victor. "Mungkin, pertanyaanmu yang lebih tepat adalah, bagaiman aku masih bisa hidup, iya kan?" balasnya santai. Namun, sukses membuat Nissa lumayan terkejut. Ucapan Raid seolah membuka satu rahasia yang baru Nissa ketahui. Apalagi, setelah itu Raid juga menambahkan dengan kalimat yang seolah membenarkan dugaan Nissa."Kau pasti k
*Met bobo ayang-ayangku ....."Helaan napas panjang penuh beban lolos dari Nissa, saat akhirnya melihat ruang office yang kini menjadi sangat kacau ulah Raid dan Victor. Gadis berhijab itu melirik penuh kekesalan pada si bule galmov, yang malah nyengir kuda menanggapinya. "Abang bakal ganti rugi semuanya kok, Nis.""Ya emang harus di ganti!" tukas Nissa galak. "Awas aja kalau nggak diganti. Nissa aduin Naira nanti. Biar Abang di jewer sekalian!" Nissa menambahkan dengan omelan."Duh, galaknya sayangnya Abang, nih.""Nggak usah ngegombal! Nggak bakal mempan!" balas Nissa sengit, membuang wajah dengan cepat. Menyembunyikan semburat merah yang akan selalu muncul tiap mendengar panggilan 'sayang' dari Raid. "Yakin nggak mempan? Kok, Abang lihat pipi kamu merah?"Sialan! Jeli banget sih, matanya. Nissa jadi susah buat pura-pura marah kalau begini."Ya pasti merah lah! Kan Nissa lagi marah ceritanya sama Abang!" Nissa beralaskan. Masih mempertahankan gengsi yang hanya tersisa sedikit jika
*Met buka puasa ayang-ayangku. Ingat, berbukalah dengan yang manis. Bukan yang buat nangis. Eh!*Kiranya setelah mendengar ucapan yang begitu dari Raid, Anjani akan sadar dan memilih pergi dari sana. Ternyata, yang terjadi adalah Anjani meraung marah lalu membuat kegaduhan lagi dengan mengacak-acak Distro. Raid yang tadi sudah melanjutkan langkah dengan Nissa, yang masih ia cekal lengannya. Menggeram marah lalu melepaskan Nissa dan berbalik arah demi menghentikan Anjani. Dengan kasar ia mencengkram lengan Anjani dan nyeretnya keluar. Kemudian melemparkannya hingga tersungkur menyedihkan ke halaman.Anjani terang saja makin mengamuk. Dia kembali berteriak histeris dan mengamuk dengan terus melayangkan umpatan yang ditujukan pada Nissa. Raid mengindahkannya dan segera menutup Distro di bantu yang lainnya. Mereka semua akhirnya membiarkan Anjani mengamuk sendiri di luar macam orang gila. "Bang?" panggil Nissa setelah pintu tertutup, tapi Raid masih berjaga di pintu utama Distro, yang b
*Met ngabuburit ...."Selepas dari Mushola, Nissa tak langsung diajak pulang. Raid kembali mengajaknya makan. Kebetulan, ini memang sudah masuk jam makan malam, kan?"Pecel ayam, mau?" Raid sangat ingat Nissa lumayan menyukai makanan tersebut. "Uhm ... Nissa lagi nggak pengen makan berat. Masih begah banget ini perut dari siang di kasih makan terus.""Lantas, kamu maunya makan apa? Pokoknya kita nggak akan pulang sebelum kamu makan sesuatu. Tidurmu akan terganggu kalau malam-malam kelaparan, Nissa."Nissa mendesah panjang. Padahal dia ingin menolak tadinya, tapi malah sudah lebih dulu mendapat larangan. Perutnya beneran masih penuh banget ini rasanya. Karena seharian ini Raid beli cemilan buat semua orang di Distro banyak sekali. Kan, sayang banget buat di lewatkan. Ah, lama-lama sama Raid, Nissa bisa gendut ini mah. "Ngopi aja di alun-alun, gimana?""Katanya perutnya terasa penuh. Tapi malah minum kopi. Nanti makin kembung perutmu itu, Nissa." Raid menggeleng tak habis pikir."Ya,
*Met ... apa nih? Terserahlah. Nggak tahu juga kalian bacanya jam berapa? Komen ya, jam berapa kalian baca bab ini?*"Anissa Fatih Zhakia. Aku mencintaimu. Aku ingin melamarmu dan menjadikanmu halal untukmu. Bersediakah kau menerima pinangan dari pria tak sempurna, bahkan banyak kurangnya ini?"Wah! Nissa seketika menahan napasnya, saat kalimat yang selama ini ia bayangkan tercetus juga dari mulut pria yang sampai saat ini masih kerap ia sebut di sepertiga malamnya. Bahagia! Tentu saja. Bukankah ini yang ia mimpikan dan harapkan selama tiga tahun ini. Meski dia sempat menyerah dan berhenti berharap setelah dua kali gagal menikah. Kalian tentu tahu bagaimana terluka dan kecewanya Nissa saat itu. Sayangnya, siapa yang bisa mengatur hati? Inginnya sih melupakan dan mencari yang lebih pasti. Apa daya, sedalam apa pun luka dan kecewa yang Raid torehkan. Cintanya tak bisa dia bunuh begitu saja. Ia tetap mencintai pria ini meski sudah terluka parah.Namun, saat ini dunia Nissa rasanya baru