*Happy Reading*Mendengar sapaan Raid dan melihat reaksi Victor yang menegang kaku dengan mata membulat sempurna, seakan baru saja melihat hantu, tentu saja kening Nissa langsung berkerut dalam. Dia bingung sekaligus curiga. Pasalnya, kedua pria itu seperti sudah saling mengenal. Iya kan? "Ra-Raid! Ba-bagaimana bisa kau ... kau ada di sini?" Victor bertanya dengan tergagap. Ada ketakutan dan sorot tak percaya melihat keberadaan Raid. Seolah, pria yang berdiri tak jauh darinya itu adalah seseorang yang mustahil keberadaannya.Beda Victor, beda pula tanggapan Raid. Bule bernetra hijau itu nampak biasa saja. Malah kini menyunggingkan senyum bermakna ke arah Victor. "Mungkin, pertanyaanmu yang lebih tepat adalah, bagaiman aku masih bisa hidup, iya kan?" balasnya santai. Namun, sukses membuat Nissa lumayan terkejut. Ucapan Raid seolah membuka satu rahasia yang baru Nissa ketahui. Apalagi, setelah itu Raid juga menambahkan dengan kalimat yang seolah membenarkan dugaan Nissa."Kau pasti k
*Met bobo ayang-ayangku ....."Helaan napas panjang penuh beban lolos dari Nissa, saat akhirnya melihat ruang office yang kini menjadi sangat kacau ulah Raid dan Victor. Gadis berhijab itu melirik penuh kekesalan pada si bule galmov, yang malah nyengir kuda menanggapinya. "Abang bakal ganti rugi semuanya kok, Nis.""Ya emang harus di ganti!" tukas Nissa galak. "Awas aja kalau nggak diganti. Nissa aduin Naira nanti. Biar Abang di jewer sekalian!" Nissa menambahkan dengan omelan."Duh, galaknya sayangnya Abang, nih.""Nggak usah ngegombal! Nggak bakal mempan!" balas Nissa sengit, membuang wajah dengan cepat. Menyembunyikan semburat merah yang akan selalu muncul tiap mendengar panggilan 'sayang' dari Raid. "Yakin nggak mempan? Kok, Abang lihat pipi kamu merah?"Sialan! Jeli banget sih, matanya. Nissa jadi susah buat pura-pura marah kalau begini."Ya pasti merah lah! Kan Nissa lagi marah ceritanya sama Abang!" Nissa beralaskan. Masih mempertahankan gengsi yang hanya tersisa sedikit jika
*Met buka puasa ayang-ayangku. Ingat, berbukalah dengan yang manis. Bukan yang buat nangis. Eh!*Kiranya setelah mendengar ucapan yang begitu dari Raid, Anjani akan sadar dan memilih pergi dari sana. Ternyata, yang terjadi adalah Anjani meraung marah lalu membuat kegaduhan lagi dengan mengacak-acak Distro. Raid yang tadi sudah melanjutkan langkah dengan Nissa, yang masih ia cekal lengannya. Menggeram marah lalu melepaskan Nissa dan berbalik arah demi menghentikan Anjani. Dengan kasar ia mencengkram lengan Anjani dan nyeretnya keluar. Kemudian melemparkannya hingga tersungkur menyedihkan ke halaman.Anjani terang saja makin mengamuk. Dia kembali berteriak histeris dan mengamuk dengan terus melayangkan umpatan yang ditujukan pada Nissa. Raid mengindahkannya dan segera menutup Distro di bantu yang lainnya. Mereka semua akhirnya membiarkan Anjani mengamuk sendiri di luar macam orang gila. "Bang?" panggil Nissa setelah pintu tertutup, tapi Raid masih berjaga di pintu utama Distro, yang b
*Met ngabuburit ...."Selepas dari Mushola, Nissa tak langsung diajak pulang. Raid kembali mengajaknya makan. Kebetulan, ini memang sudah masuk jam makan malam, kan?"Pecel ayam, mau?" Raid sangat ingat Nissa lumayan menyukai makanan tersebut. "Uhm ... Nissa lagi nggak pengen makan berat. Masih begah banget ini perut dari siang di kasih makan terus.""Lantas, kamu maunya makan apa? Pokoknya kita nggak akan pulang sebelum kamu makan sesuatu. Tidurmu akan terganggu kalau malam-malam kelaparan, Nissa."Nissa mendesah panjang. Padahal dia ingin menolak tadinya, tapi malah sudah lebih dulu mendapat larangan. Perutnya beneran masih penuh banget ini rasanya. Karena seharian ini Raid beli cemilan buat semua orang di Distro banyak sekali. Kan, sayang banget buat di lewatkan. Ah, lama-lama sama Raid, Nissa bisa gendut ini mah. "Ngopi aja di alun-alun, gimana?""Katanya perutnya terasa penuh. Tapi malah minum kopi. Nanti makin kembung perutmu itu, Nissa." Raid menggeleng tak habis pikir."Ya,
*Met ... apa nih? Terserahlah. Nggak tahu juga kalian bacanya jam berapa? Komen ya, jam berapa kalian baca bab ini?*"Anissa Fatih Zhakia. Aku mencintaimu. Aku ingin melamarmu dan menjadikanmu halal untukmu. Bersediakah kau menerima pinangan dari pria tak sempurna, bahkan banyak kurangnya ini?"Wah! Nissa seketika menahan napasnya, saat kalimat yang selama ini ia bayangkan tercetus juga dari mulut pria yang sampai saat ini masih kerap ia sebut di sepertiga malamnya. Bahagia! Tentu saja. Bukankah ini yang ia mimpikan dan harapkan selama tiga tahun ini. Meski dia sempat menyerah dan berhenti berharap setelah dua kali gagal menikah. Kalian tentu tahu bagaimana terluka dan kecewanya Nissa saat itu. Sayangnya, siapa yang bisa mengatur hati? Inginnya sih melupakan dan mencari yang lebih pasti. Apa daya, sedalam apa pun luka dan kecewa yang Raid torehkan. Cintanya tak bisa dia bunuh begitu saja. Ia tetap mencintai pria ini meski sudah terluka parah.Namun, saat ini dunia Nissa rasanya baru
*Happy Reading*Lagi-lagi berpisah. Bosen, ya? Capek juga. Sama Nissa pun begitu. Namun, mari kita berdoa saja semoga ini menjadi perpisahan mereka yang terakhir. Aamiinn ....Selepas kepergian pria bule yang ternyata sudah move on. Nissa masih di sini, di kota ini menjalani hari seperti biasanya. Bedanya, ada seorang wanita cantik yang kini terus menempelinya. Bahkan ke toilet pun kadang ikut. Risih, sebenarnya. Tetapi mau bagaimana lagi. Itu perintah Raid yang tak bisa Nissa bantah. Katanya sih, untuk keselamatan Nissa. Karena saat ia memutuskan setuju menjalin hubungan dengannya. Saat itulah secara otomatis Nissa siap menjadi sasaran tembak bagi musuh-musuh Raid. Sama seperti Naira dulu. Meski hanya sandiwara semata, tapi kehidupan Naira menjadi penuh ancaman sejak dikenal sebagai tunangan Raid. Kini semuanya pasti beralih pada Nissa. Karenanya, dari pada kecolongan, Raid pun gercep menempatkan Bodyguard berkedok asisten di sebelah Nissa. "Mbak?" Sebuah suara menginterupsi Nissa
*Happy Reading*"Mbak!" Eca datang dengan terburu setelah lima belas menit Nissa mengakhiri sambungan telepon bersama Raid. Nissa yang mengerti kegusaran Eca pun melirik arah sofa, di mana makanan yang katanya dari Raid itu ia simpan. Eca mengangguk paham. Lalu, menghampiri makanan tersebut. Gadis itu terlihat membuka kotak bening berisi deretan Shusi tadi. Mengendus-endus baunya lalu mengacak-acak tas yang selalu ia bawa. Kemudian, Eca mengeluarkan sebuah alat dari sana. Nissa kira itu ponsel. Bentuknya mirip. Namun, sepertinya ia salah. Itu sejenis alat pemindai."Itu ap--""Mbak Niss?"Baru saja Nissa mau bertanya alat apa tadi. Isti sudah lebih dulu datang, membawa bungkusan hitam di tangannya, yang dari aromanya saja Nissa tahu itu adalah Bakso. Air liur Nissa auto luber. "Ini baksonya.""Buat kamu aja, Ti."Eh?Bukan Nissa yang menjawab, tapi Eca. Membuat Nissa yang baru saja ingin berterima kasih jadi urung dan menelan kembali ucapannya."Loh, kenapa? Katanya tadi Mbak Nissa
*Happy Reading*Seorang pria tertawa puas setelah mendengar keberhasilan anak buahnya. Matanya berbinar dan bibirnya menyunggingkan seringai penuh kemenangan, seraya membayangkan rival terberatnya pasti saat ini tengah meraung, menangis, dan marah mendapati sang pujaan telah hilang. Oh, akhirnya dewi fortuna berpihak padanya. Setelah selama ini tidak adil dan terus pilih kasih. Rasakan! Siapa suruh terlalu sombong dan meremehkannya. "Di mana dia sekarang?""Di lantai atas. di kamar yang Tuan perintahkan."Senyum itu semakin melebar. Dengan langkah riang, pria itu pun gegas menghampiri gadis yang sudah berhasil mengaduk-aduk emosinya selama beberapa bulan ini. 'Tunggulah, Nissa! Setelah ini kamu tak akan bisa lari dan menolakku lagi!' gumamnya riang dalam hati. Seraya dalam kepala menyusun berbagai rencana untuk menaklukan gadis berhijab yang awalnya hanya sekedar mainan, tapi kini sangat ia inginnya. Anissa Fatih Zhakiya. Ya, setelah sekian bulan terus di tolak. Kini ia, Victor sa