Bab 41B Kecurigaan"Pak Raihan?" "Kita perlu meeting dadakan, Pak Zein. Datang ke alamat berikut. Segera atau kalau tidak, saya batalkan kerja sama proyek kita." Zein tersentak membaca pesan singkat dari koleganya. Tidak biasanya Raihan mengirim pesan langsung ke ponselnya. Biasanya dia akan mengirim melalui sekretaris atau asisten pribadinya. Ia lalu membalas pesan singkat itu dengan isi menyetujui meeting dadakan. Sejujurnya kepalanya masih terasa pening akibat masalah yang datang bertubi. Setengah jam berlalu, Alex sudah sampai di ruang rawat Zein. Kedatangan dua orang dengan napas terengah disambut dengan wajah suram Zein. Kedua pria berpakaian kemeja seragam kantor itu segera berdiri menunduk di dekat brangkar. Zein segera membenahi posisi duduknya menjadi menyandar. "Kenapa lama sekali? Sampai jamuran saya menunggu." "Maaf, Bos. Jalanan macet." Alex mewakili jawaban pertanyaan yang dilontarkan bosnya, sedangkan staf lainnya berdiri di samping hanya melirik sekilas. "Antark
Bab 42 Salah target Refan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya. Pikirannya sudah kalut, mencari Syila di kontrakannya pun nihil. Bahkan sejak kemarin pemilik kontrakan tidak melihat Syila sehelai rambutpun. Sampai di pelataran rumah, Refan segera memarkirkan mobilnya. Suasana lengang membuat Refan bertanya-tanya. Tidak biasanya pos satpam sepi penjaga. Pintu rumah pun tertutup, tetapi gerbang pagar dibiarkan terbuka lebar. "Pada pergi kemana, sih?" Refan bermonolog sambil berjalan menuju teras. Ia merogoh saku celana, tetapi belum menemukan kunci rumah. "Astaga, aku sampai lupa menaruh kuncinya dimana."Refan mengetuk pintu, barangkali ada umi dan abi sedang bersitirahat siang. ART juga biasanya terjaga. Ia merasa heran rumahnya sepi tidak ada aktifitas di dalam. "Assalamu'alaikum! Umi, Abi, Mbok!" Semua dipanggili Refan tetapi tidak ada suara jawaban. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi abinya. Hanya nada sambung yang terdengar tetapi tidak diangkat. Refa
Bab 42B Salah target "Maaf Mas Refan. Bapak tidak sanggup melawan banyak orang. Mereka membawa senjata," ungkap satpam yang terlihat wajahnya sedikit babak belur. "Mbak Sania dibawa mereka, Mas." "Apa?! Sania?!" Refan terhenyak, tadinya pikiran buruk tertuju pada Sania sebagai dalang penculikan. Kini dia justru khawatir dengan wanita hamil besar itu akan menjadi sandra. "Mi, Bi. Sania....?" "Sania dibawa pergi gerombolan itu, Fan." "Mereka siapa?" "Abi nggak tahu, Fan. Ada kemungkinan mereka salah satu saingan bisnis abi dulu." "Ya, Fan. Abi dulu pernah punya musuh namanya Pak Robert, tapi sudah masuk penjara bersama Om Reno. Umi masih ragu juga apa orang-orang tadi ada hubungannya dengan Pak Robert." "Kita harus lapor polisi, Bi. Syila hilang, Sania juga." "Apa?! Syila hilang?!" teriak Hira dan Ilyas bersamaan. "Pokoknya Refan harus menemukan mereka berdua dengan selamat. Refan mau panggil polisi." Refan buru-buru menghidupkan layar ponselnya. Namun, dengan cepat Ilyas me
Bab 43A SentuhanNetra Refan tidak lepas dari memandang lurus sebuah gerbang pagar di depan bangunan itu. Sampai suatu mobil mewah masuk dan terpakir di depannya. Ia jelas melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Kedua tangan Refan mencengkeram erat stir mobilnya. "Ternyata penjahat itu dia." Rasa geram Refan membuatnya tidak mampu berpikir dingin. Emosi mengalahkan logika. Melajukan kembali mobil dan memarkirkan di sekitar pelataran gedung, Refan mengabaikan pesan polisi untuk tidak gegabah. Kenyataan, Refan sudah tidak sabar ingin menghajar objek yang diawasi. "Kurang ajar, ternyata kecurigaanku benar. Pak Raihan serigala berbulu domba. Apa motifnya melakukan ini semua? Aku harus mencari tahu. Apa abang di sini sendiri? Atau dia ke sini karena ingin menyelamatakan dua wanita itu. Apa ada penjahat lain lagi? Aarghh!" Refan menjambak rambutnya frustasi. Gegas ia mengekori kolega bisnis abangnya itu sampai ke lantai gedung bertingkat yang dituju. Refan melihat nomor yng tertera di
Bab 43B Sentuhan"Apa-apaan kamu, Fan? Kenapa kamu bisa sampai sini?" tanya tegas Zein. "Jangan turuti pinta lelaki brengs*k dan penipu itu, Bang! Dimana Syila dan Sania?! Kalian sengaja memeras kami, bukan? Lepaskan mereka!" Tawa Raihan meledak seketika. Tangannya memberi kode agar anak buahnya menurunkan senjata mereka saat mengetahui Refan tiba-tiba menyusup ke dalam ruangan. "Ternyata kailnya sudah tepat sasaran. Sania memang wanita cantik dan pintar. Kalian mau tahu siapa yang menculik wanita polos itu? Bawa dia bertemu wanitanya!" "Siap, Bos." "Tunggu! Jangan sakiti dia! Saya akan tanda tangani berkas ini. Lepaskan mereka!" "Itu perkara mudah Pak Zein. Biarkan mereka saling bertemu dulu. Tadinya saya pikir Anda suaminya, tetapi justru melempar tanggung jawab pada saudara kembar Anda, kan? Menarik, jadi ada cinta segitiga di sini. Ah, bukan, tetapi cinta segi empat. Saya lupa kalau Sania istri Anda, justru terobsesi dengan adik iparnya." "Dasar manusia licik. Siapa kamu seb
Bab 44A Maaf"Aku ingin kamu menyentuhku seperti dulu, di depan wanita itu.""Jangan lakukan, Fan!" teriak Syila. Namun Refan tidak menggubrisnya."Diam Syila! Lu nggak berhak mengatur gue." Tatapan tajam Refan ke arah manik mata Syila membuat tatapan wanita itu meredup disusul air mata yang berjatuhan."Kamu takut sama istrimu, Fan?" tantang Sania."Kenapa harus takut? Dia mencintai abang, sudah saatnya aku memilih wanita lain, bukan?" Sudut bibir Refan terangkat ke atas sambil melirik sinis Syila yang sudah tergugu."Kumohon, Fan. Jangan lakukan!" lirih Syila. Hatinya seolah dihancurkan berkeping saat itu juga, melihat Refan mulai menyentuh wajah Sania. Merapatkan jarak hingga kening keduanya saling menempel. Syila merasakan hatinya kian memanas saat Refan mulai menikmati perannya, entah pura-pura atau sengaja ingin membuatnya sakit hati.Sania bersorak penuh kemenangan saat Refan pun menikmati sentuhannya. Ia tampil dengan busana seksinya setelah outernya terlepas."Hentikan, Fan!"
Bab 44B Maaf"Aku nggak rela, Fan. Aku mencintaimu. Sungguh, aku mencintaimu. Maafkan aku yang berbohong padamu." Refan mengulas senyum lalu mengurai pelukan sang istri. Dikecupnya lagi kening Syila dan bibirnya sekilas."Sudah, jangan buang-buang waktu. Ayo pergi dari sini dan selamatkan abang!""Gimana caranya?" tanya Syila pelan."Tunggu di sini! Sembunyilah di belakangku."Refan membuka pintu membuat dua penjaga terkesiap dan dengan sigap menodongkan senjata.Refan pun mengangkat kedua tangannya."Ada apa?!" tanya salah satu penjaga dengan muka garang."Itu bosmu tak berdaya di kamar. Sudah hamil besar masih terobsesi ingin ehem ehem." Ucapan Refan membuat dua pria kekar itu saling pandang dan mengernyitkan dahi. "Lalu bos harus kami apakan?" tanya salah satunya dengan wajah bingung sekaligus malu."Kasih minum atau apa biar nggak lemas," tegas Refan langsung diiyakan pria tadi. Setelah mengambil sebotol air mineral, dua pria itu saling bernegosiasi siapa yang harus masuk."Apa bo
Bab 45A Jangan pergi"Kalau aku tidak bisa memilikimu, wanita itu juga tidak berhak. Aku harus menyingkirkannya darimu, Fan." Begitu pelatuk ditarik, Zein memaksa berdiri dari kursi rodanya lalu menghamburlan diri memeluk Syila. "Abang!" "Awas, Bos! Dorr, dorr. Suara pekikan bersautan dengan bunyi pistol yang ditembakkan oleh Sania ke arah Syila. Namun, target yang dituju ternyata salah. Sania mengerang karena geram Syila justru diselamatkan. "Mas Zein! Mas! Bertahanlah!" teriak Syila ketakutan. Posisi Zein memeluk Syila dan keduanya terguling ke lantai. "Mas, kamu nggak apa-apa?" tanya Syila kaget mendapati Zein bergerak seperti orang sehat. "Aku nggak apa-apa, Syil." "Mas, Mas Refan! Bangun Mas!" Syila mendadak kaku. Kepalanya seolah dibenturkan ke tembok saat mendengar suara nama Refan disebut oleh Alex. "Refan?!"Zein dan Syila menoleh bersamaan ke arah Refan yang tergeletak di lantai dengan kedua tangan memegang dada dan perutnya. "Refan!" teriak Syila histeris bergant