Setelah pengakuan Rafael atas apa yang terjadi antara dirinya dengan Mbak Tika, aku mulai sering bertemu lagi dengan Rafael. Tampaknya waktu itu Rafael sudah tidak terlalu menurut dengan Mbak Tika. Atau mungkin saja Rafael sudah terbebas darinya.Namun di saat yang bersamaan, teman-temanku pun mengajak aku untuk menikmati live music di daerah Senopati sehabis perkuliahan selesai. Pada akhirnya, aku tidak memilih untuk pergi dengan mereka."La. Lo kenapa sih selama pacaran sama Rafael selalu jarang banget bagi waktu buat kita." Ucap Dina dengan ekspresi wajah yang murung."Inget deh. Sebelum lo kenal Rafael, lo kenal kita duluan ya." Cetus April"Dih marah." Ucapku yang masih sibuk dengan ponsel."La, kita serius. Sekarang lo mau pergi kan sama Rafael? Yaudah silahkan. Ya emang bumi ini isinya cuma kalian doang. Kita hanya manequin aja. Jadi yaudah gausah gabung lagi sama kita." April tertawa sinis"Guys—” Aku mengh
Hari pertunjukkan theater waktu itu rasanya campur aduk sekali mulai dari cemas, panik, dan gugup disaat bersamaan. Aku pun harus berusaha menampilkan pertunjukan theater sebaik mungkin. Aku panik memikirkan bahwa aku harus tampil di depan ratusan penonton dan juga beberapa tamu undangan penting seperti rektor, dekan, dan beberapa dosen lainnya.Semakin aku memikirkan tamu undangan penting, jantungku pun semakin berdetak kencang. Bagaimana ini? Mengapa mentalku menjadi lemah seperti ini. Bagaimana jika presiden yang menonton pertunjukkan theater-ku? Mungkin aku sudah pingsan duluan sebelum acaranya dimulai."La. Semangat yaa. Lo pasti bisa!" Ucap Aurora yang sedang memoleskan make up di wajahku dan aku pun tersadar dari lamunan yang membuatku panik."Thanks, Ra. Thanks juga ya udah mau maafin gue. Anak-anak gak dateng, ya?" Tanyaku memastikan."April sih keliatannya masih marah banget apalagi perdebatan kalian kemaren m
Menjelang satu tahun hubunganku bersama Rafael, masalah kami nyatanya semakin hari terasa seperti tidak bisa di selesaikan lagi. Masalah yang sudah menjadi kebiasaan dalam hubungan kami. Siapa lagi kalau bukan Mbak Tika yang aku cemburui dan juga Rafael yang cemburu dengan juniorku, selalu saja mengungkit peran yang aku lakukan bersama saat mementaskan theater. Tanpa pikir panjang, aku mencoba untuk memberitahu Mbak Tika untuk sekedar menanyakan apakah memang pekerjaan mereka selalu melibatkan urusan berdua setiap harinya atau kah Rafael yang memang berbohong kepadaku selama ini. Aku terdiam di kamar dengan perasaan bimbang apakah aku pantas menanyakan hal itu kepada Mbak Tika? Aku takut nantinya aku terlalu di anggap sangat kekanak-kanakan menyikapi hubungan kami. Aku membuka WazzApp dan mencoba untuk menenangkan pikiranku sejenak. "Rafael, kamu dimana?" -Laila "Aku lagi kerja sayang." Rafael membalas sembari mengirimkan fotonya berdua bersama Mbak Tika Aku sempat bertanya-tanya
Perasaan bersalahku kepada Rafael terus-terusan menghantuiku saat Rafael tidak menghubungiku semenjak aku menanyakan Rafael kepada Mbak Tika. Ya, wajar jika Rafael masih kesal kepadaku atas apa yang sudah aku lakukan. Aku pun mencoba menghubungi Rafael lagi waktu itu, setidaknya aku ingin dia tahu kalau aku mengakui kesalahanku. Pada akhirnya Rafael menurunkan egonya dan mau menemuiku di salah satu coffee shop yang berada di mall dekat kampusku. Saat itu aku dan Rafael duduk terdiam dengan waktu yang cukup lama. Wajah Rafael datar dan seolah dia tidak ingin menatapku lebih lama. Ya, aku tahu, dia benar-benar kecewa. "Rafael... Sorry." Ucapku yang mencoba memberanikan diri membuka pembicaraan sembari menatap Rafael dengan penuh penyesalan. Rafael pun terlihat tertawa sinis saat aku mengatakan maaf kepadanya "See? Pada akhirnya kamu masih ragu dengan aku. Pada akhirnya kamu yang gak nepatin janji." "I know. Sorry." Lagi-lagi aku hanya bisa mengucapkan kata maaf. "La, harusnya aku y
Beberapa bulan kemudian... Semenjak Rafael memberikan kesempatan untukku, aku dan Rafael tidak pernah bertengkar lagi dan aku pun selalu membiarkan Rafael dengan bebas bersama Mbak Tika tanpa mencemburuinya. 16 Juni 2019... Pada tanggal itu aku benar-benar tidak sabar menantikan esok hari yang merupakan sebuah penantian yang aku tunggu-tunggu selama ini. Hari anniversary hubunganku bersama Rafael yang satu tahun pun akhirnya tiba. Aku meminta teman-temanku untuk pergi menemaniku membeli hadiah untuk anniversary esok hari. Saat itu kami berada di salah satu toko batik yang memang sangat terkenal di Jakarta. Aku memilih untuk membeli Rafael Batik karena Rafael selalu suka mengenakan Batik ketika pergi bekerja. Selain itu, aku pun sudah memesan sebuah rangkaian foto dengan karikatur di salah satu toko online. "Laila. Kalo batik ini cocok gak buat Rafael?" Aurora menunjukkan salah satu batik berwarna coklat kepadaku "Cocok sih. Tapi lebih bagus kalo warnanya lebih ke dark chocolate
Aku tidak bisa tidur semalam suntuk memikirkan pengkhianatan yang di lakukan Rafael kepadaku yang bahkan aku pun masih tidak percaya dengan kejadian itu. Hari itu pun merupakan hari anniversary aku dan Rafael. Hari yang aku nantikan selama ini. Namun hari itu pula hubunganku dengan Rafael akan segera berakhir. Parahnya, sampai detik ini Rafael tidak membalas pesanku dan nomornya pun tidak dapat di hubungi. Mengapa dia tiba-tiba menghilang? Aku benar-benar butuh penjelasan dan pengakuan secara langsung darinya. Drett... Drett... (WazzApp Notification - Rafael) "Aku minta maaf, La. Aku memang pacaran dengan Mbak Tika. Waktu aku kenal kamu, aku lagi punya masalah. Pas kita coba ngobrol satu sama lain aku ngerasa nyaman dan ngerasa masalah aku hilang gitu aja.” -Rafael Aku membaca pengakuan Rafael dengan menangis tersedu-sedu. Bisa-bisanya dia memanfaatkanku untuk pelampiasan masalahnya. “Kalo kamu ngerasa nyaman dengan aku. Kenapa kamu gak ngomong yang sejujurnya dengan Mbak Tika? K
Aku terbangun dengan mata yang sudah bengkak akibat terus-terusan menangis. Aku bergegas bangun dan langsung mengumpulkan barang-barang pemberian Rafael dan barang yang aku belikan untuk anniversary kami yang sudah aku hancurkan. Aku membawa semua barang-barang yang berkaitan dengan Rafael ke dapur dan membakar semuanya tanpa tersisa. Aku pun melihat setiap barangnya terbakar cepat hingga sampai tersisa menjadi abu. Andai saja aku bisa melupakan Rafael secepat terbakarnya barang-barang itu, pasti saat itu aku tidak akan merasakan sakit. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik. Aku kembali ke kamar dan membuka ponsel untuk menghapus semua foto-fotoku bersama Rafael dan obrolan yang kami ciptakan selama satu tahun bersama. "Aku gak kuat. Kenapa harus ngomong ke arah serius kalo taunya aku cuma di jadiin untuk pelampiasan masalah kamu. Aku manusia, bukan malaikat yang bisa tolong kamu saat kamu susah. Dan aku juga bukan sampah yang bisa kamu buang saat kamu udah gak punya masalah
*Flashback* "Mungkin suatu saat kamu bakal tau dan kamu bakal ngerti gimana rasanya ada di posisi aku saat ini, La" “Aku milih kamu, La. Inget kamu gak berjuang sendirian.” “Aku bener-bener gak bisa tanpa kamu. Aku mohon. Jangan pernah tinggalin aku, ya. Tetep sama aku apapun yang terjadi.” “I love u more then u know, Laila.” "Kenapa? Kamu selingkuh?" "La, biasanya orang kalo nanya kaya gini biasanya dia ngelakuin hal itu, tapi merefleksikannya ke orang lain. Aku bukan anak kuliahan yang masih ga paham akan hal ini loh. Jujur ya." "Nggak. Aku yang salah. Kalo aku punya banyak waktu untuk kamu, pasti kamu gak akan selingkuh." "Sekarang kita mulai lagi dari awal ya. Kita lupain masalah ini. Aku kasi kamu kesempatan karna aku gak bisa lepas dan jauh dari kamu, La. Aku udah terlanjur nyaman dan cinta sama kamu. Aku sayang dan cinta banget sama kamu" Aku minta maaf ya udah marah-marah. Aku minta kamu sabar dulu, ya, sayang. Kita udah janji kan untuk memperjuangkan hubungan ini dar