Share

Suami Tukang Fitnah

Aku memang sakit hati pada Mas Arfan tapi aku masih ingat dengan kewajibanku sebagai seorang istri.

"Bisa, Mas," jawabku.

Mas Arfan mendekatkan bibirnya di bibirku. Kami saling berciuman.

"Mama...Papa...," Panggil Kiara.

Ku dengar Kiara menangis di depan pintu kamarku. Sebagai seorang ibu aku beranjak namun Mas Arfan mencegahku.

"Biar diurus Ana," kata Mas Arfan. "kita lanjutkan saja!" ajak Mas Arfan.

Hah!!! Dilanjutkan? Mana aku bisa fokus kalau dengar Kiara menangis.

"Mama...bukain pintunya! Kiara jatuh," tangis Kiara.

Mendengar Kiara jatuh aku tak menghiraukan Mas Arfan. Toh aku tak mendengar ada Ana bangun.

Ku buka pintu, Kiara langsung memelukku.

"Kenapa sayang?" tanyaku melepaskan pelukan Kiara.

Ku lihat jidat Kiara benjol jadi aku segera untuk mengobatinya. Ku tinggalkan Mas Arfan di dalam kamar.

Kiara memintaku untuk menemani dia tidur. Dan aku pun tertidur di kamar Kiara.

Pagi-pagi aku terbangun dan baru ingat dengan Mas Arfan. Aku hendak masuk ke kamarku tapi aku mendengar suara Ana di kamarku.

"Terima kasih, Ana. Meskipun lagi halangan kamu masih bisa melakukan kewajibanmu. Bukan seperti Kinan yang justru menolak," kata Mas Arfan.

Aku terkejut dengan apa yang dikatakan Mas Arfan. Semalam aku tak ada niat menolak hanya karena aku menolong Kiara aku difitnah menolak memenuhi kewajibanku.

"Jangan bilang begitu, Mas. Dia juga istrimu. Mungkin ada alasan kenapa Mbak Kinan menolak," kata Ana. "Aku ke kamar dulu takutnya Mbak Kinan tahu semalam aku tidur di sini," sambung Ana.

Aku bersembunyi, setelah Ana keluar dari kamarku. Kini giliran aku yang masuk.

"Maaf ya, Mas. Semalam aku ketiduran di kamar Kiara," ucapku. "Dia jatuh dari ranjang sampai jidatnya benjol," sambungku.

Mas Arfan tak menjawab, dia bergegas masuk ke kamar mandi. Aku yakin dia kecewa padaku tapi aku lebih kecewa lagi padanya.

Saat sarapan, ku lihat Mas Arfan memberikan perhatiannya pada Ana.

"Kiara, jidat kamu kenapa?" tanya Ana.

"Semalam jatuh dari ranjang, Ma. Untung mama Kinan belum tidur, jadi diobatin mama Kinan," jawab Kiara. "Mama juga temani Kiara tidur di kamar," sambung Kiara.

Ana menoleh ke arah Mas Arfan tapi Mas Arfan justru cuek saja. Aku benar-benar kecewa pada Mas Arfan.

Dia malah asyik makan sambil memainkan ponselnya.

Aku mengantar Kiara sekolah sekalian berangkat kerja. Rasanya sedih sekali melihat Mas Arfan tak lagi peduli pada Kiara.

***

"Bagaimana sudah baikan sama Arfan?" tanya Erina.

"Baikan apanya, sampai di rumah aku ditegur. Sampai saat ini bahkan dia tak meminta maaf padaku. Padahal Ana sudah menasehatinya," jawabku.

"Ana baik sekali mau nasehati Arfan. Tapi justru Arfan yang berubah," kata Erina.

"Tak hanya itu suamiku itu kini jadi tukang fitnah," kataku.

Lalu ku ceritakan kejadian semalam pada Erina. Mendengar ceritaku Erina ikut kesal dengan kelakuan Mas Arfan.

Siang itu aku meminta Ana menjemput Kiara. Tapi Ana tidak bisa karena Mas Arfan memintanya untuk pergi ke salon.

Mas Arfan tak pernah memintaku ke salon selama lima tahun pernikahan. Tapi Ana yang baru saja beberapa bulan menjadi istrinya sudah dimanjakan dengan perawatan salon. Selama ini aku keluar biaya sendiri kalau ingin ke salon.

Akhirnya Kinan meminta tolong pada pembantunya. Dia tak mau jika Kiara lama menunggu. Beruntung pembantunya itu bisa naik sepeda motor.

***

"Kinan selalu ke salon tiap sebulan sekali. Aku memberinya uang untuk perawatan," kata Mas Arfan saat duduk berdua dengan Ana di ruang keluarga. "Kamu terlihat lebih cantik setelah ke salon," ucap Mas Arfan.

Aku yang baru pulang merasa risik dengan sikap Mas Arfan yang sok baik di depan Ana. Padahal dia tak pernah memberiku uang untuk perawatan ke salon.

"Mas, minggu depan aku ingin perawatan. Aku minta uang ya," kataku sengaja meminta uang di depan Ana.

Aku ingin tahu apa jawaban Mas Arfan padaku.

"Pakai uangmu dulu. Nanti aku ganti," kata Mas Arfan.

"Kenapa harus pakai uangku dulu? Ana aja gak pakai uangnya dulu," protesku.

"Kamu kan punya uang, jadi gak masalah pak uangmu dulu. Sementara Ana gak kerja dari mana dia dapat uang," ucap Mas Arfan.

Aku mendengus kesal dan meninggalkan mereka berdua. Dia sudah sering meminta aku memakai uangku dulu nanti di ganti tapi tak pernah di ganti. Aku memilih diam, namun ketika aku dibedakan dengan Ana aku jengkel.

Malam ini aku enggan untuk tidur bersama Mas Arfan. Aku memilih menemani Kiara saja.

"Mbak, biar Kiara aku yang temani. Sekarang Mas Arfan butuh Mbak," kata Ana.

"Maaf, Kiara juga butuh aku," ucapku kesal. "Aku malas tidur sekamar dengan pria tukang fitnah," kataku.

"Maksud Mbak Kinan apa? Bukannya semalam Mbak Kinan sudah menolak Mas Arfan? Itu gak baik loh, Mbak," kata Ana.

Ku ajak Ana keluar dari kamar Kiara agar suara kami tak membangunkan Kiara.

"Oh jadi kamu lebih percaya sama Mas Arfan. Aku gak pernah menolak dia, tapi aku membantu Kiara mengobati lukanya hingga tertidur di kamar Kiara," ucapku. "Aku tahu kewajibanku sebagai istri, tapi Mas Arfan sepertinya tak lagi bisa berlaku adil," kataku.

"Maaf, Mbak. Aku akan tegur Mas Arfan," kata Ana.

"Tidak perlu, aku gak mau kamu bertengkar sama Mas Arfan. Cukup aku saja yang dia tampar," kataku.

Aku masuk ke kamar Kiara dan menguncinya. Aku tak mau ada yang mengganggu tidurku.

Mas Arfan benar-benar membuatku kecewa. Pagi itu dia sama sekali tak menyapaku. Aku berusaha santai yang penting Kiara ada bersamaku.

"Ngomong apa kamu sama Ana? Sampai Ana ngambek sama aku?" tanya Mas Arfan.

"Kenapa kamu tanya aku? Mungkin kamu melakukan kesalahan tapi gak sadar diri makanya Ana ngambek," jawabku.

"Jangan sampai buat Ana gak betah di sini. Kalau sampai Ana pergi dari sini, maka kamu yang aku salahkan," ancam Mas Arfan.

"Bukan Mbak Kinan yang salah. Tapi justru Mas Arfan." Ana datang dan menyahut. "Aku kecewa padamu, Mas. Kamu tak pernah bisa menepati janjimu untuk adil," kata Ana.

Aku memilih diam saja, jika mereka bertengkar itu hal yang baik bagiku. Apalagi kalau Ana sampai pergi itu akan sangat menguntungkan aku.

Aku juga wanita yang punya rasa marah. Aku bisa jahat jika aku dijahati. Tapi aku baik jika orang itu juga baik padaku.

"Kamu sudah dipengaruhi Kinan. Kinan membawa dampak buruk padamu, Ana," kata Mas Arfan.

"Jangan playing fictim, Mas!" bentak Ana.

Aku yakin Ana sudah lelah dengan sikap Mas Arfan sehingga dia memberanikan diri untuk memberontak.

"Koreksi kesalahan kamu sendiri, jangan menyalahkan orang lain terus," kata Ana lalu meninggalkan kami berdua.

Mas Arfan menatapku penuh amarah. Aku memilih pergi untuk melihat Kiara di kamar.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si kinan punya otak g. demen banget si penulis sampah sama tokoh menye2 dan lemot
goodnovel comment avatar
Duka Atuh
ceritanya cukup bagus
goodnovel comment avatar
Salsa Khoirunisa
seru bgt ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status