Kevan telah hidup di jalanan dalam kurun waktu yang lama. Kevan juga sudah berteman akrab dengan kejamnya dunia luar. Maka seharusnya, dia bisa mengatasi situasi berbahaya seperti ini. Ketiga lawan Kevan melepaskan helm dan melemparkannya ke sembarang tempat. Sekarang, Kevan bisa melihat wajah-wajah lawannya dengan sangat jelas di bawah sinar lampu jalan yang terang benderang.Kevan menyunggingkan senyum di balik helm. Dia membuka sedikit kaca helm. "Igoy, Tablo dan Musang."Kevan menyebutkan nama-nama musuhnya yang ternyata sudah dikenalnya. Ketiga orang tersebut menatap Kevan dengan angkuh."Dulu, kita patuh sama semua perintah kamu. Tapi sekarang, semua udah berubah. Kamu bukan lagi orang penting bagi kita bertiga."Pria beralis tebal dengan tampang pas-pasan berkata untuk pertama kalinya. Dia adalah Musang. Kevan bahkan tidak tahu nama aslinya.Musang berkata lagi, "Kevan Hanindra, di dunia ini nggak ada yang tulus. Jadi orang jangan terlalu munafik, Van! Iya nggak, Tablo? Igoy?
Dor!Igoy menembak kepala Musang tanpa ragu. Dalam sekejap, tubuh Musang ambruk ke tanah. Bruk!Darah tidak berhenti mengucur deras dari kening Musang. Dia meregang nyawa dengan kedua mata melotot. Wajah Kevan memucat. Sekarang, giliran dia. Bisa apa dia sekarang?Pilihan Kevan hanya ada dua. Lari atau mati!Lebih tepatnya, mati di tangan Igoy!Ketika Kevan masih shock memandangi wajah Musang, suara Igoy menyentaknya."Kamu mau mati pakai cara apa, Van?"Suara serak Igoy terdengar tegas. Ketika Kevan menatapnya, dia sedang menyunggingkan senyum licik. "Aku nggak ngerti, kenapa kamu habisin nyawa teman sendiri?" tanya Kevan menggebrak keheningan malam. "Tapi apapun alasannya, aku nggak mau tau. Itu bukan urusanku."Kevan telah mengenal Igoy sejak lama. Igoy adalah orang kepercayaan Raymond sehingga Kevan yakin alasan dia membunuh Tablo dan Musang atas perintah Raymond. Tapi, apa alasannya? Kevan mungkin penasaran dengan jawabannya. Karena bisa jadi, semua ini berkaitan dengan dirin
Srak!Diantara pepohonan kayu jati, ada sepasang mata tajam menatap ke segala arah. Dia adalah seorang pria berpakaian serba hitam. Tubuhnya tegap dengan pendengaran yang sangat baik. Ketika dia yakin keadaan aman, maka dia keluar dari tempat persembunyiannya."Ini HP Kevan, kan?"Pria itu mengulurkan tangan meraih handphone Kevan yang terjatuh. Kemudian, memeriksanya sebentar. Dia mengantongi handphone Kevan, lalu kembali ke tempat persembunyiannya dengan secepat kilat. "Di sini aman, Komandan."Seorang petugas kepolisian datang memeriksa keadaan. Dia berteriak guna memberitahu kondisi di TKP."Nggak ada jejak sepatu, darah atau apapun. Saya yakin, target nggak di sini," katanya lagi dengan sangat yakin."Oke, clear."Dia adalah komandan yang ditugaskan Robert Ombu untuk mencari jejak Kevan dan ketiga anak buah Raymond. Jika sang komandan sudah berkata clear, maka seharusnya tidak ada masalah.Petugas kepolisian tadi bertanya, "Tapi, Komandan, kalo mereka nggak lewat sini, berarti
Rumah besar keluarga Hanindra.Kevan sudah sampai di kota Paloma. Semua orang sudah menantinya di ruang tamu, termasuk Ciara dan ibunya. Begitu Kevan datang, dia bisa menemukan sosok Ciara yang berdiri diantara semua orang. Kevan lega. Sesuai dengan harapannya, Ciara dan Felicia selamat. Wajah Ciara yang sedih merusak suasana hati Kevan. Dia berjalan menghampiri Ciara dengan langkah tertatih.Sekarang, Kevan sudah berdiri di hadapan Ciara. Cinta dan Jasmine menangis. Jasmine sangat ingin memeluk putranya. Namun, dia membiarkan Kevan mendekati Ciara terlebih dahulu. Jasmine tahu, Kevan tidak bisa kehilangan Cintanya.Suasana di ruang tamu sangat hening. Mulut semua orang seperti terkunci. Ciara mendongakkan kepala. Dia menatap Kevan yang berwajah sendu. Ciara tidak terluka sama sekali. Keduanya tidak berbicara apa-apa. Mereka hanya saling pandang sambil mengkhawatirkan satu sama lain.'Aku senang kamu masih hidup, Cia. Makasih udah bertahan hidup.'Kevan mengutarakan isi pikirannya.
Dua jam lamanya Ciara menemani Kevan. Dia tertidur dalam posisi duduk. Suasana kamar Kevan yang redup membuat keduanya merasa nyaman dan tenang. Kevan mendengus pelan. Dia teringat akan sesuatu. Dia lantas membuka mata perlahan. "Cia!" Kevan menyebutkan nama Ciara dengan setengah sadar.Sosok pertama yang Kevan lihat adalah Ciara. Dia tersenyum melihat wajah tidur Ciara yang lucu."Aku kangen banget liat ekspresi kamu kalo lagi tidur."Kevan bangun perlahan. Tidak lama, wajahnya memerah."Aaaarghh! Punggung aku masih sakit, aja" keluh Kevan. Dia sedikit membungkuk.Kevan sudah terduduk di atas ranjang. Dia menoleh ke kanan dan kirinya mencari-cari Ziyad, Angga atau mungkin Omar."Ke mana mereka?" tanya Kevan sedikit kesal. Akhirnya, Kevan turun perlahan dari ranjang. Dia mengangkat tubuh Ciara dengan sangat pelan dan lembut, lalu membaringkannya di atas ranjang.Kevan mengusap lembut pipi Ciara yang Kemerahan. "Love you, Cia," ucapnya pelan. Aromaterapi lavender yang lembut terciu
Suasana di ruang kerja Christian yang semula menghangat berubah menegangkan. Sejak kedatangannya, Kevan tidak menyadari kehadiran seorang pria dari keluarga Warlord. Perhatian Kevan pecah. Dia melihat seorang pria berkumis tipis dengan tatapan penyesalan berjalan cepat ke arahnya. Bruk!Pria itu bersimpuh di bawah kaki Kevanーmemohon pengampunan. Dia tidak berani lancang menatap Kevan yang dipenuhi aura dewa kematian yang menyeramkan. Bagaimana pun juga, Kevan terlihat lebih menakutkan daripada cerita-cerita yang beredar!"Tuan Muda, sayaーMartinus Warlord. Saya menjabat sebagai Kapolda Paloma yang berpangkat Inspektur Jenderal. Dengan menjunjung tinggi norma yang berlaku di keluarga Warlord, mohon pengampunan dari Anda."Tatapan Kevan penuh dominasi hasrat membunuh sehingga mampu memberikan kesan ekspresi yang suram. Siapapun yang melihatnya pasti merasa tertekan.Martinus membeku sejenak sebelum mengejek dirinya sendiri. 'Sial! Bisa-bisanya Robert Ombu berkhianat pada Ayah dan berbe
"Akhirnya aku sampai di kota Peak pulau Bermuda,” ujar pria tampan berpenampilan sederhana. Jaket hijau lumut dengan topi berwarna senada, sepatu boots serta tatapan tajamnya menambah kesan dingin pada dirinya. Kedua kaki si pria melangkah memasuki gedung pencakar langit perusahaan Wijaya Corp yang merupakan perusahaan terbesar nomor satu di pulau Bermuda. Dia meraih ponselnya yang bergetar dari saku celana.Pria itu tersenyum ketika membaca nama penelepon di layar ponsel. Dia lantas menyapa lawan bicaranya, "Halo, Nona Ciara Darwin!""Kamu di mana, Kevan Hanindra? Kenapa hari ini nggak datang ke rumahku? Kamu kuliah?"Kevan menyipitkan matanya menyesuaikan pencahayaan di dalam lobi. Dia menatap ke sekeliling sambil mengagumi interior kantor Wijaya Corp."Aku cuti bekerja selama dua hari, Nona," jawab Kevan lembut seperti biasanya. "Dan sekarang, aku sedang berada di pulau Bermuda.""Apa?! Pulau Bermuda?! Kamu menemui pacarmu?!" tanya Ciara dengan nada tinggi bercampur emosi.Kevan m
"Kabar burung berkata, Bu Nulla jadi wanita simpanan Bos,” ujar wanita tadi sambil celingukan. "Ladies, berhentilah gosip!" tegur Kevan singkat. "Lagipula, Nulla nggak mungkin kayak gitu."Kevan merasa sangat mengenal Nulla. Dia tidak akan diam begitu saja mendengar beberapa orang menjelek-jelekannya. “Cih, Bu Nulla pasti lebih memilih Pak Miguel yang kaya raya daripada pria miskin kayak kamu," celetuk si wanita resepsionis. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya. “Sana pergi!”Empat karyawan wanita di sana saling pandang. Mereka melihat Kevan melangkah pergi. Namun, salah seorang diantara mereka memberanikan diri mendekati Kevan.“Mas, tunggu!” Wanita berkemeja putih memanggil Kevan. "Mas, mau lihat?" tanyanya.Kevan ragu dan bertanya, "Apa ini?""Lihat aja dan kamu akan tahu kelakuan mantan pacarmu itu!"Dengan ditunggangi rasa ingin tahu yang tinggi, Kevan akhirnya mengambil ponsel wanita itu. Dia melihat sebuah video mengejutkan."Dia ... Nulla?!"Kevan menatap wanita di depannya