Dua jam lamanya Ciara menemani Kevan. Dia tertidur dalam posisi duduk. Suasana kamar Kevan yang redup membuat keduanya merasa nyaman dan tenang. Kevan mendengus pelan. Dia teringat akan sesuatu. Dia lantas membuka mata perlahan. "Cia!" Kevan menyebutkan nama Ciara dengan setengah sadar.Sosok pertama yang Kevan lihat adalah Ciara. Dia tersenyum melihat wajah tidur Ciara yang lucu."Aku kangen banget liat ekspresi kamu kalo lagi tidur."Kevan bangun perlahan. Tidak lama, wajahnya memerah."Aaaarghh! Punggung aku masih sakit, aja" keluh Kevan. Dia sedikit membungkuk.Kevan sudah terduduk di atas ranjang. Dia menoleh ke kanan dan kirinya mencari-cari Ziyad, Angga atau mungkin Omar."Ke mana mereka?" tanya Kevan sedikit kesal. Akhirnya, Kevan turun perlahan dari ranjang. Dia mengangkat tubuh Ciara dengan sangat pelan dan lembut, lalu membaringkannya di atas ranjang.Kevan mengusap lembut pipi Ciara yang Kemerahan. "Love you, Cia," ucapnya pelan. Aromaterapi lavender yang lembut terciu
Suasana di ruang kerja Christian yang semula menghangat berubah menegangkan. Sejak kedatangannya, Kevan tidak menyadari kehadiran seorang pria dari keluarga Warlord. Perhatian Kevan pecah. Dia melihat seorang pria berkumis tipis dengan tatapan penyesalan berjalan cepat ke arahnya. Bruk!Pria itu bersimpuh di bawah kaki Kevanーmemohon pengampunan. Dia tidak berani lancang menatap Kevan yang dipenuhi aura dewa kematian yang menyeramkan. Bagaimana pun juga, Kevan terlihat lebih menakutkan daripada cerita-cerita yang beredar!"Tuan Muda, sayaーMartinus Warlord. Saya menjabat sebagai Kapolda Paloma yang berpangkat Inspektur Jenderal. Dengan menjunjung tinggi norma yang berlaku di keluarga Warlord, mohon pengampunan dari Anda."Tatapan Kevan penuh dominasi hasrat membunuh sehingga mampu memberikan kesan ekspresi yang suram. Siapapun yang melihatnya pasti merasa tertekan.Martinus membeku sejenak sebelum mengejek dirinya sendiri. 'Sial! Bisa-bisanya Robert Ombu berkhianat pada Ayah dan berbe
"Kakek!"Suara teriakan Kevan membuyarkan lamunan Christian. Pria tua penyakitan itu kembali ke kenyataan bahwa Kevan sedang meluapkan amarah padanya. Bukan hanya amarah, Kevan bahkan sangat kecewa dengan Christian yang sejak tadi hanya sibuk menikmati rokok.Walaupun Christian tahu tentang kondisi kesehatannya yang memburuk, dia tetap tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok. Karena prinsipnya, hidup mati hanyalah persoalan waktu. Semua orang di ruang kerja Christian menatap sang tuan besar yang katanya memiliki kekuasaan mutlak di mansion keluarga Hanindra. Kevan mencari-cari keberadaan kedua pamannyaーLeon dan Julian, tetapi keduanya tidak ada di sana. Itu artinya, kedudukan mereka berdua tidaklah penting di keluarga Hanindra."Jadi, Kakek nggak masalah punya relasi keluarga pengkhianat?! Apa Kakek nggak masalah kalo di masa depan Cucu keluarga Hanindra mati di tangan para pengkhianat?! Atau bahkan Istri Anda?!"Christian membelalakkan mata. Dia menatap Kevan yang berdiri jauh da
"Udah lakuin aja perintah Kevan!" seru Angga setuju.Jika dicermati, Angga selalu mendukung apapun yang Kevan lakukan. Sikapnya itu terkadang membuat Ziyad dan Omar kesal. Angga memang telah menjadi teman baik Kevan sejak bertahun-tahun lamanya. Namun, bukan berarti dia dengan bebas mendukung semua keputusan Kevan, kan?Memikirkan hal ini, tentu saja Ziyad dan Omar merasa tidak senang. Bagaimana pun juga, Ciara memiliki hak privasi dan tidak seorang pun bisa mengganggunya, termasuk Kevan!"Angga, kamu nggak waras, ya? Kamu tau nggak yang namanya hak privasi seseorang?"Ziyad yang kesal menegur Angga. Sedangkan Omar hanya memasang wajah masam."Kalian kayak baru kenal Kevan aja," jawab Angga acuh tak acuh. "Dia pasti punya alasan.""Sekarang, Ziyad!" perintah Kevan lagi.Ziyad hanya bisa patuh. Kevan memang memiliki alasan, tetapi bukan berarti itu menjadi pembenaran atas tindakannya, kan?"Baik, Tuan. Tapi, saya nggak akan menormalisasi tindakan Anda ini."Usai mengatakannya, Ziyad p
Rumah Sakit Internasional Zilong. Pukul 09:00 pagi di kota Paloma. Seorang perempuan berwajah pucat sedang duduk menunggu antrian di poliklinik spesialis kandungan. Wanita dengan cardigan rajut berwarna coklat tua itu tampak kelelahan dan lemah. Dia duduk seorang diri di sana. Tidak jauh dari tempat duduknya, seorang laki-laki berhidung pesek memperhatikan gerak-gerik wanita itu. Dia duduk empat baris di belakang si wanita. Pintu ruang pemeriksaan terbuka. Seorang suster berteriak memanggil nama pasien yang datang untuk memeriksakan kehamilan."Ibu Nulla Hanifah!"Nulla berdiri. Dia tersenyum saat suster mempersilakan masuk."Dokter Elen!" Nulla memanggil nama dokter wanita yang akan memeriksanya. "Bu Nulla, kamu pucat banget. Kamu nggak nafsu makan, ya?"Elena Zilong, Nona Muda ke-3 keluarga Zilong yang merupakan kenalan Nulla. Keduanya bertemu di sebuah pesta keluarga kelas atas. Sebagai seorang sekretaris, Nulla selalu mendampingi Miguel menghadiri acara apapun. Nulla mengelus
"Akhirnya aku sampai di kota Peak pulau Bermuda,” ujar pria tampan berpenampilan sederhana. Jaket hijau lumut dengan topi berwarna senada, sepatu boots serta tatapan tajamnya menambah kesan dingin pada dirinya. Kedua kaki si pria melangkah memasuki gedung pencakar langit perusahaan Wijaya Corp yang merupakan perusahaan terbesar nomor satu di pulau Bermuda. Dia meraih ponselnya yang bergetar dari saku celana.Pria itu tersenyum ketika membaca nama penelepon di layar ponsel. Dia lantas menyapa lawan bicaranya, "Halo, Nona Ciara Darwin!""Kamu di mana, Kevan Hanindra? Kenapa hari ini nggak datang ke rumahku? Kamu kuliah?"Kevan menyipitkan matanya menyesuaikan pencahayaan di dalam lobi. Dia menatap ke sekeliling sambil mengagumi interior kantor Wijaya Corp."Aku cuti bekerja selama dua hari, Nona," jawab Kevan lembut seperti biasanya. "Dan sekarang, aku sedang berada di pulau Bermuda.""Apa?! Pulau Bermuda?! Kamu menemui pacarmu?!" tanya Ciara dengan nada tinggi bercampur emosi.Kevan m
"Kabar burung berkata, Bu Nulla jadi wanita simpanan Bos,” ujar wanita tadi sambil celingukan. "Ladies, berhentilah gosip!" tegur Kevan singkat. "Lagipula, Nulla nggak mungkin kayak gitu."Kevan merasa sangat mengenal Nulla. Dia tidak akan diam begitu saja mendengar beberapa orang menjelek-jelekannya. “Cih, Bu Nulla pasti lebih memilih Pak Miguel yang kaya raya daripada pria miskin kayak kamu," celetuk si wanita resepsionis. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya. “Sana pergi!”Empat karyawan wanita di sana saling pandang. Mereka melihat Kevan melangkah pergi. Namun, salah seorang diantara mereka memberanikan diri mendekati Kevan.“Mas, tunggu!” Wanita berkemeja putih memanggil Kevan. "Mas, mau lihat?" tanyanya.Kevan ragu dan bertanya, "Apa ini?""Lihat aja dan kamu akan tahu kelakuan mantan pacarmu itu!"Dengan ditunggangi rasa ingin tahu yang tinggi, Kevan akhirnya mengambil ponsel wanita itu. Dia melihat sebuah video mengejutkan."Dia ... Nulla?!"Kevan menatap wanita di depannya
"Aku harus cepat-cepat sampai di rumah," ujar Kevan. Kevan mempercepat langkah menuju rumahnya yang berada di dalam gang. Dia melihat pintu rumah terbuka. Dia lantas sedikit menundukkan kepala saat memasuki rumah sewa sederhana orang tuanya. “Kevan, kamu udah pulang?” tanya wanita bermata sayu dengan kantong mata menghitam. “Kemarilah!”Kevan melihat tiga orang asing di dalam rumahnya. Dua diantaranya adalah sepasang suami istri yang tua renta dan satunya pria muda dengan perkiraan usia awal 40 tahun.Semua mata tertuju pada sosok Kevan. Namun dengan santainya, Kevan berjalan menghampiri ibunya. “Ya, Ma,” jawab Kevan singkat. “Ehem,” si pria tua berdeham. Tingkahnya terlihat arogan. Berbeda dengan wanita tua yang tersenyum ramah ketika Kevan menatapnya.Pasangan tua renta itu duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kevan. “Ma, siapa mereka?” tanya Kevan berbisik. Dia menunjuk pasangan tua renta dengan dagunya. “Dan, siapa pria berkumis yang berdiri di belakang mereka?”“Jasmine!”