“Hehehe, nggak, Pak. Kalau gitu saya lanjut kerja ya, Pak!”Tanpa menunggu jawaban Reynald, Rania keluar begitu saja dari ruangan bosnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.“Maksudnya itu cewek apa, sih! Emang tissue-nya mau gua pake buat apa coba? Sampe harus pakai lima lembar segala. Dasar cewek aneh!” gerutu Reynald.Niat hati ingin cuek dan tak memikirkan perkataan membingungkan Rania, tapi otak Reynald justru terbayang-bayang ucapan Rania terus menerus. “Apa sih maksud itu cewek? Emang dia kira gua mau ngelap apaan?” Pikiran Reynald jadi tidak bisa berkonsentrasi. Pria itu mencoba meminum kopi yang ada di mejanya untuk menenangkan pikirannya agar tak terbayang-bayang dan penasaran dengan perkataan Rania. Namun, sampai kopi Reynald habis, pria itu tetap masih merasa penasaran dengan ucapan yang dilontarkan oleh Rania tadi.“Argh! Itu cewek selalu aja bikin gua pusing.” Reynald mengacak-acak rambutnya dengan kesal.Reynald yang merasa kesal pun memanggil Rania kembali dan menyuru
Suara telepon berdering. Semua karyawan yang ada di pantry itu pun sontak menoleh secara serentak ke arah letak telepon berada.Joe lantas mengangkat telepon itu yang ternyata dari bosnya. “Kasih teleponnya ke Rania.”Glek!!Dengan susah payah Joe menelan salivanya. “Baik, Pak.” Joe lantas memanggil Rania.“Apa?” tanya Rania bingung.“Bos mau ngomong,” bisik Joe.Deg!“Duh … pasti mau ngomel lagi,” batin Rania meringis.Rania lantas mengambil telepon yang disodorkan oleh Joe kepadanya. “Iya, Pak?” “Cepat bawa kopinya ke ruangan saya!” sentak Reynald.“I–iya, Pak.” Rania menutup teleponnya begitu saja, kemudian berbalik dan mengangkat nampan yang di atasnya ada gelas berisi kopi yang telah ia seduh tadi. Rania lantas segera membawa kopi itu ke ruangan bisenya.Tok Tok!!Tanpa dipersilakan oleh bosnya, Rania langsung masuk begitu saja ke dalam ruangan Reynald dan meletakkan kopi yang ia bawa di meja Reynald.“Ini kopinya, Pak. Maaf sudah menunggu lama.”“Bikin kopi dua menit, ngobrolnya
Rania memijat-mijat kakinya sembari sesekali menguap di dalam bilik toilet yang sempit. Saat ini wanita itu tengah menghabiskan waktu bersantai di kamar kecil. Demi menghindari Reynald, Rania terpaksa harus mencari tempat persembunyian agar ia tidak terus-terusan diperintah oleh bos diktator itu.Rania benar-benar lelah menghadapi bosnya. Padahal wanita itu baru bekerja beberapa hari di kantor Reynald, tapi Rania merasa ia sudah mengubur tulang-tulangnya di perusahaan itu selama 1 tahun. Pekerjaan Rania tak ada habisnya, dan wanita itu juga seperti tidak diberi kesempatan untuk beristirahat. Bagaimanapun juga Rania bukanlah robot yang bisa bekerja seharian tanpa henti. Rania juga bisa merasakan lelah dan wanita itu butuh istirahat yang cukup. Namun, apa pun yang terjadi kepadanya, Rania hanya bisa terus menyabarkan hatinya."Huft, akhirnya aku bisa bernafas juga. Lama-lama bisa mati aku kalau terus-terusan ngeladenin bos gila itu," gumam Rania sembari menyandarkan punggungnya.Namun,
"Kepada Rania Putri, diharapkan ke bawah sekarang." Salah sati dari bagian administrasi tiba-tiba memanggil nama Rania."Kamu dipanggil tuh, Ran! Ada apa?" Vira penasaran kenapa Rania dipanggil melalui mic oleh bagian administrasi."Nggak tau." Rania mengendikkan bahunya. Rania juga tidak tahu kenapa dirinya dipanggil. "Apa aku akan dipecat, ya? Tapi masa iya kalau dipecat ke bagian administrasi? Kayaknya nggak mungkin," batin Rania bingung."Ya udah ke administrasi dulu aja, yuk! Sekalian yang ke bawah, kan?" ajak Listy pada Rania.Ketiga wanita itu pun berjalan ke lantai bawah, menghampiri bagian administrasi."Ada apa, Mbak?" tanya Rania pada bagian administrasi."Ini, ada telepon. Katanya penting banget."Dari siapa?" tanya Rania lagi."Dari Ibu Mbak Rania," jawab wanita itu.Deg!"Pasti ibu khawatir," batin Rania. Wanita itu pun lantas mengangkat panggilan telepon dari ibunya.“Iya, Bu? Ini Rania.”“Ya ampun, Nduk, kamu kenapa gak pulang? Bapakmu sampe kumat gara-gara khawatir mi
"Kondisi pasien saat ini sudah stabil. Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan memantau perkembangan pasien."Rania manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari dokter. Saat ini wanita itu tengah berbincang dengan dokter untuk membahas mengenai kondisi kesehatan sang ayah atau lebih untungnya, Bagas saat ini sudah siuman dan kini pria paruh baya itu tengah beristirahat di ruang perawatan intensif."Terima kasih banyak, Dok.""Kalau dalam beberapa hari ke depan kondisi pasien terus membaik, kami tidak akan melakukan operasi.""Baik, Dok."Usai menemui dokter, Rania pun bergegas kembali ke ruangan sang ayah. Mirna sudah berada di ruangan Bagas dan wanita paruh baya itu saat ini tengah menemani suaminya meminum obat."Rania!" Sapa Bagas pada Rania begitu pria paruh banyak itu melihat putrinya berdiri di ambang pintu masuk."Ayah? Gimana kondisi Ayah sekarang." tanya Rania."Ayah udah baikan. Sebenarnya Ayah nggak apa-apa. Ibu kamu aja yang terlalu panik sampai bawa Ayah ke rumah
"Terima kasih banyak atas bantuannya," ucap manager cafe pada Reynald dan Rania yang sudah selesai membersihkan piring di dapur. Tidak hanya membersihkan piring, Reynald dan Rania juga diminta untuk membersihkan meja pelanggan dan seluruh area dapur. Tentu saja semua pekerjaan itu tidak dilakukan oleh Reynald, melainkan dikerjakan sendiri oleh Rania."Sekali lagi, kami minta maaf. Kami akan lebih memperhatikan barang bawaan lagi sebelum bepergian," sahut Rania pada manajer cafe.Wanita itu benar-benar malu, tapi ia juga merasa lega. Akhirnya Rania bisa pulang setelah ia terjebak berjam-jam di cafe tersebut."Ini ada makanan penutup untuk Tuan dan Nona. Kami tunggu kembali kunjungan Tuan dan Nona ke cafe kami."Rania menerima dessert manis itu dengan senang hati. Wanita itu segera mengambil barang-barangnya dan bergegas meninggalkan cafe tersebut untuk kembali ke kantor."Terima kasih atas traktirannya, Bos!" sindir Rania pada Reynald."Makasih juga kamu udah nolak buat minjemin uang!"
Pria yang tengah memandangi Rania itu tak lain adalah Reynald. Ya, secara kebetulan pria itu tak sengaja melihat Rania di rumah sakit. Reynald sendiri sedang mengunjungi saudara dari ibunya yang sedang sakit. Namun, pria itu justru malah melihat Rania."Ngapain dia di rumah sakit?" batin Reynald bertanya-tanya.Rania duduk lemas di bangku koridor rumah sakit. Wanita itu membaca satu per satu rincian biaya yang harus ia bayarkan. Total biaya yang harus dikeluarkan Rania cukup besar. Mengingat dirinya belum menerima gaji, jelas Rania tidak akan bisa melunasi biaya rumah sakit itu. "Aku harus cari uang ke mana?" Rania memijat kepalanya yang pening.Reynald makin dibuat penasaran saat melihat ekspresi Rania. "Ngapain perempuan itu duduk di situ?"Tanpa sadar, air mata Rania jatuh dari sudut matanya. Reynald terkejut saat ia tak sengaja memergoki Rania yang sedang menangis."Itu cewek ngapain lagi pake acara nangis segala? Kayak gak ada tempat lain aja."Rania bangkit dari bangkunya, kemu
Rania sudah siap dimaki-maki oleh Reynald. Jika ujung-ujungnya gajinya harus dipotong pun Rania juga akan terima. Namun, tidak seperti biasanya. Reynald sama sekali tidak berteriak pada Rania yang jelas-jelas sudah melalaikan pekerjaannya. "Kerjain nanti aja kalau gitu! Sekarang kamu temani saya bertemu klien di luar!""Reynald nggak marah? Aku belum ngerjain laporan dan dia nggak marah??" batin Rania keheranan."Buruan siap-siap! Saya kasih waktu kamu 30 menit untuk mempersiapkan berkas yang harus dibawa. Kamu bisa minta salinan file sama Vira. Vira udah nyiapin semuanya.""Baik, Bos!" seru Rania.Tidak hanya Rania saja yang bingung dengan sikap Reynald, Vira dan Listy juga cukup terkejut saat melihat sikap Reynald yang mulai lunak kepada Rania. Biasanya pria itu akan mencari-cari kesalahan Rania. Reynald juga akan mengomel pada Rania, meskipun Rania dapat menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik. Namun, hari ini Reynald tampak berbeda."Tumben hari ini kamu nggak dimarahin, Ran? Pa