Berapa bulan yang lalu di kantor Arum,
"Arum, kamu dipanggil sama Pak Yos tuh!" panggil Rizki.
"Aku? Ok!" Arum gerak cepat masuk ke ruangan Pak Bos nya yang ajaib itu.
Arum mengetuk pintu dan masuk saja perlahan,
"Selamat ulang tahun istriku."
"Loh Mas Pras? Kok bisa di sini?" Arum tidak tahu harus memasang ekspresi bagaimana.
Mas Pras tetap tersenyum dengan sebuket bunga di tangannya. Sengaja duduk di kursi atasan Arum untuk mengerjainya. Lalu rekannya yang lain ikut masuk membawa kue juga cemilan lainnya. Menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Pak Yos, Lili, Asti, Rizki, Uli, dan Tri.
Hari ini memang hari ulang tahun Arum yang bertepatan jatuh pada tanggal 15 April setiap tahunnya.
"Selamat ulang tahun ya Arum," salam Pak Yos padanya.
Masing-masing memberi ucapan selamat lalu lanjut memotong kue dan menikmati cemilan yang tersedia. Ya selayaknya kejutan ulang tahun pada umumnya.
"Gimana nih kejutannya kira-kira? Suka ya?" tanya Lili yang melirik ke arah Mas Pras di ujung ruangan.
"Iya, gak nyangka Mas Pras disini. Saya kira gak bakal datang karena semalam sudah ngucapin," tutup Arum tentu saja.
"Ditemenin dong suaminya Arum. Jauh-jauhan aja kaya orang lagi marahan," Rizki angkat bicara.
Arum hanya tersenyum paksa saja. Semalam padahal dia baru saja bertengkar dengan sang suami melalui telepon. Arum hanya merasa semuanya mulai berbeda. Belum lagi karena suaminya bilang tak akan datang untuk merayakan ulang tahunnya. Kini Mas Pras disini, bukankah seharusnya dia bahagia?
Rekan-rekan Arum yang mengerti, satu persatu meninggalkan ruangan. Pak Yos berdalih mengadakan rapat dadakan di ruang pertemuan yang sebenarnya hanya memberi waktu untuk kedua orang ini bicara. Jangan salah paham, kabar mengenai keretakan rumah tangga itu memang sudah terdengar ke seluruh penjuru ruangan.
"Hm, kapan sampe?" Arum basa basi.
"Baru tadi pagi. Langsung kesini," jawab Pras.
"Habis ini mau kemana?" tanya Arum lagi.
"Mau balik lagi ke Blitar. Ada kerjaan yang gak bisa ditinggal," jawab Pras menimbulkan sedikit kekecewaan.
"Hm gitu. Aku kira mau mampir rumah mama dulu," Arum berkomentar.
"Ya nanti weekend pasti aku kesini lagi," jawab Pras tersenyum.
"Ya udah ati-ati aja ya. Makasih udah nyempetin dateng. Aku juga gak bisa lama-lama. Enggak enak sama lainnya udah mulai kerja, masa aku ngobrol disini," Arum coba menjelaskan.
"Iya. Ya udah semangat kerjanya ya," Pras mengelus puncak kepala istrinya itu dan pergi meninggalkannya setelah berpamitan dengan Rizki yang kebetulan berpapasan dengannya di depan ruangan.
Di ruang pertemuan di mana semua teman Arum sedang berkumpul,
"Kalian liat gak sih tampang Mas Pras sama Arum juga? Kaku banget gak sih gak kaya suami istri. Keliatan banget kalo lagi ada masalah," Lili mulai berspekulasi.
"Ih iya. Aku liatnya aja gimana gitu. Jadi ikut kasian liat mukanya mereka tuh. Apa jangan-jangan emang bener ya gosip-gosip itu?" Uli penasaran.
"Gosip kalo Arum selingkuh sama Viki? Itu mah udah rahasia umum, tapi semoga enggak bener. Kasian Mas Pras," jawab Lili lagi.
"Kalo menurut kamu gimana Asti? Kamu kan best friend nya Arum. Masa dia gak pernah cerita-cerita sih sama kamu?" tanya Uli penasaran.
"Enggak tahu. Dia enggak pernah cerita sama aku tentang masalahnya. Lagian aku enggak mau ikut campur urusan pribadi dia. Kalo dia emang enggak mau cerita ya aku biarin aja. Ya kita doain aja semoga masalahnya cepet selesai," kata Asti berusaha bijak.
"Ih Asti mah gak asik. Kalo itu sih kita juga pengennya mereka baik-baik aja. Kan itu kenapa kita inisiatif undang Mas Pras hari ini buat kasih kejutan ke Arum!" Lili membela diri.
"Gosip bener deh nih cewek-cewek. Tuh Pak Yos udah dateng," Rizki yang baru saja tiba angkat bicara.
Mereka memilih fokus pada rapat yang bos nya pimpin ini. Tak lama Arum juga memasuki ruangan. Langsung duduk di sebelah Asti memperhatikan intruksi. Setelah 15 menit bicara, si bos yang menerima telepon, memilih mengangkatnya di luar ruangan.
"Loh Mas Pras kamu tinggal?" tanya Asti tentu saja penasaran melihat temannya ini cepat kembali.
"Dia udah balik kok ke Blitar," jawabnya singkat.
"Lah cepet banget? Aku kira bakal nunggu dirumah orang tua kamu?" tanya Asti lagi.
"Ya kamu tau lah dia. Mana mau dia nunggu sendirian di rumah mama. Jadi ya gitu deh lebih milih pulang,” dan Asti hanya mengangguk saja tanda mengerti.
Pikiran Arum jadi melayang. Bukan berarti hubungan Mas Pras dan mama Arum buruk. Hanya saja memang Mas Pras terlalu pendiam dan sedikit canggung. Bahkan ketika ada di rumah orang tua Arum, dia lebih memilih menghabiskan waktu di dalam kamar. Keluar kamar hanya untuk makan dan ke kamar mandi saja. Tidak banyak bicara dengan kedua mertuanya.
Tentu saja semua bukan tanpa sebab. Hubungan mereka awalnya memang tidak disetujui oleh orang tua Arum. Papa dan mama Arum merasa Pras bukan calon yang baik untuk anaknya karena pekerjaannya yang kurang menjanjikan. Pras bahkan hampir saja membatalkan pernikahan mereka. Menanggalkan cincin pertunangan yang sudah tersemat di jarinya.
Tentu saja itu Arum. Dia tidak tinggal diam. Dia berontak dan membela Pras di depan orang tuanya. Pras faktanya memang pria baik dan sudah sewajarnya orang tua Arum memberi kesempatan, pikirnya. Hingga pada akhirnya papa dan mama Arum memberi izin. Tidak lain tidak bukan demi kebahagiaan sang putri satu-satunya. Setelah lampu hijau didapat, Arum segera pergi ke Blitar sendiri untuk bertemu Pras. Meyakinkannya agar mau melanjutkan pernikahan.
Saat itu Pras percaya bahwa dirinya memang kurang pantas bersanding dengan Arum. Keluarganya memang sangat sederhana. Pekerjaannya juga memang tidak begitu mentereng. Namun karena melihat ketulusan dan perjuangan Arum, sebagai laki-laki dia merasa malu karena memilih menyerah. Pada akhirnya karena cinta yang begitu besar, mereka menikah.
"Arum, Arum?" panggil Pak Yos didepan sana.
"Ya, Pak?" Arum yang melamun tersadar setelah dicolek Asti.
"Gimana sih? Kamu nglamun? Dari tadi saya udah ngomong panjang lebar kamu ternyata enggak dengerin?" Pak Yos mulai marah.
"Ya maaf, Pak. Kenapa, Pak?" Arum bertanya lagi.
"Ah udah lah. Kamu tanya aja sama yang lain nanti," Pak Yos beralih bicara pada Tri meninggalkan Arum dengan sedikit perasaan bersalah.
Jam makan siang pun, Arum memilih makan sendiri di ruang kerjanya. Sepi saat yang lain lebih memilih makan di kantin. Dia memang lebih suka begini. Hanya saja, banyak pikiran yang menyita tenaganya akhir-akhir ini. Bertemu dengan banyak orang di kantin tidak akan membantunya sama sekali. Akhirnya, dia kembali memikirkan tentang kelangsungan hubungannya dengan Pras.
Kemana perasaanku yang menggebu-gebu dulu? Kenapa sekarang rasanya jadi hambar?
Sebuah pesan masuk di ponsel Arum dari Viki.
Viki : Udah makan siang?
Arum : Ya, ini lagi makan siang.Viki : Tapi aku enggak kliatan kamu di kantin?Arum : Ya aku makan di ruangan.Viki : Padahal aku pengen bisa liat kamu di kantin.Arum : Ngapain?Viki : Ya kangen aja sih.Arum : Mulut dijaga ya.Viki : Nanti pulang jadi bareng?Arum : Ya boleh aja sih.Viki : Ok nanti aku tunggu di luar ya.Arum : Sebagai ucapan terima kasih, nanti kita mampir makan dulu deh.VIKI : Asiiik. Aromanya bakalan traktiran ulang tahun nih.Arum : Hahahaha. Siiip dah.Itulah Viki. Ya dia memang dekat dengannya beberapa waktu belakangan ini. Dan memang begitulah Viki, suka bicara manis padanya. Tentu Arum tak pernah ambil pusing, karena Viki memang terpaut usia cukup jauh darinya dan dia memang menganggap Viki sama saja dengan teman prianya yang lain. Namun tak bisa dipungkiri, kehadiran Viki bisa sedikit menghiburnya dalam kondisinya yang sedang pelik.
Arum memang punya banyak teman pria karena sifatnya yang cenderung tomboy juga tentunya tuntutan pekerjaan. Suaminya juga tidak pernah melarangnya untuk berteman dengan siapapun. Bahkan Arum sudah biasa pulang dan pergi atau sekedar makan-makan dengan beberapa rekan kerja prianya. Arum memang tidak membawa kendaraan sendiri karena mamanya melarangnya. Lebih memilih sang anak pergi dengan kendaraan umum yang dinilainya lebih aman. Tentu saja semuanya atas sepengetahuan suami.
Arum juga tahu bahwa kedekatannya dengan Viki perlahan dipahami salah oleh orang lain. Mereka mulai menganggap Viki sebagai orang ketiga dalam hubungannya bersama Pras. Bukan tanpa alasan, itu karena Viki memang bukan orang yang sepertinya akan bisa dekat dengannya. Secara hubungan pekerjaan pun, sebenarnya juga sama sekali tidak cocok. Namun Arum tak merasa ada yang salah karena ya mereka hanya berteman. Oleh karena itu, dia memilih diam. Biarkan saja orang lain berasumsi semau mereka. Karena kebenarannya hanya dia yang tahu.
Sore hari sepulang kerja, Arum sedang dibonceng Viki.
"Seneng deh aku. Bisa nemenin kamu di hari spesialmu," goda Viki.
"Jangan mulai deh, Vik! Mending fokus aja deh liat jalan tuh di depan!" sergah Arum.
"Hahaha. Kenapa sih? Aku serius loh!" ujar Viki lagi.
"Ya aku juga serius, Vik. Aku laper! Pengen makan rawon!" elak Arum.
"Hahaha. Iya iya ini juga lagi otw kan," goda Viki terus.
"Tapi by the way, seandainya kamu belum ada suami… kira-kira kamu mau gak kalo nikah nya sama aku?" Viki mencoba peruntungan.
"Lah, tapi kan aku ada suami, Vik please deh!" kata Arum.
"Ya aku kan bilang seandainya. SE AN DAI NYA ngerti gak sih?" Viki mengeja perlahan.
Tak kunjung mendapat jawaban, Viki bertanya lagi, "jadi gimana? Mau enggak?"
"Astaga. Males jawab aku pertanyaanmu aneh!" Arum mengelak menatap punggung yang sedang menyetir didepannya ini.
Nih cowok sebenernya bercanda doang atau serius sih? Nih lama-lama bisa baper akunya. Hm, tapi ya gak mungkin lah ya dia serius. Secara dia masih single masih muda. Pasti banyak cewek yang mau sama dia. Lah aku? Udah ada suami di rumah, muka juga enggak cantik-cantik amat! Aku enggak boleh keGRan!
Sebuah pesan masuk dari Pak Yos yang memintanya datang ke ruangan. Kebetulan Arum sedang keliling melihat kondisi kantor.Arum terburu-buru meninggalkan semmua pekerjaannya dan setelah 10 menit berjalan cukup jauh akhirnya tiba juga di depan ruangan sang bos. Dia mengetuk dan masuk ke dalam ruangan Pak Yos. Ya itu memang sudah kebiasaan di HR. Bisa masuk walau sang bos belum mempersilahkan dari dalam."Duduk dulu Arum," Pak Yos mempersilahkan.Arum menurut saja segera duduk di sana. Masih berusaha mengatur nafas yang ngos-ngosan. Pasti ada pekerjaan lainnya yang harus dia kerjakan. Pak Yos masih bicara di telepon entah dengan siapa. Arum meneliti ruangan dominasi warna putih gading ini. Berkas yang selalu berserakan di atas mejanya penuh tumpukan dokumen yang perlu di tanda tangani. Di sudut ruangan berjejer beberapa piala juga plakat tentu beberapa ordner berisi dokumen. Lengkap dengan cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela tirai."Arum,
Arum sudah memutuskan, daripada terus kepikiran sama si brondong alay, dia akan pergi ke Blitar akhir minggu nanti. Mas Pras sudah bilang sebelumnya kalau minggu ini tidak bisa ke Malang karena ada acara keluarga pernikahan sepupunya. Arum ingin pergi ke Blitar, hitung-hitung memberi kejutan untuk sang suami. Dia memang tidak memberi kabar mengenai kedatangannya tentu saja.Hari Sabtu itu Arum sampai di terminal Blitar. Sudah memberi kabar pada sang suami yang tiba sebentar lagi. Dia sedang menunggu di pintu keluar sampai vespa biru kesayangan sang suami terlihat di kejauhan. Seperti biasa dengan senyum lebarnya Pras datang. Suaminya ini jujur saja memang biasa-biasa saja secara fisik. Tidak terlalu tampan, tapi tinggi dan juga tegap dengan kulit sawo matang khas pria Indonesia. Mas Pras punya senyum yang teduh. Bahkan tanpa harus mengenalnya, orang akan langsung tahu kalau dia orang yang baik dan sabar. Arum langsung mencium tangannya. Pras memberikannya helm dan
Sesampainya di rumah setelah rentetan acara pernikahan yang padat itu, Arum memilih mandi untuk mengusir gerah. Waktu itu digunakan Pras untuk membuka I*******m milik istrinya. Dia ingat berteman dengan beberapa rekan kerja Arum di kantor walau selama ini pun dia juga sudah melakukannya. Pras menyusun rencana kecil dari sana. Dia ingin mencari beberapa petunjuk dari teman-teman barunya. Melihat daftar teman mereka, lalu mengumpulkan beberapa nama yang terkait dengan Viki, dan mencocokkannya dengan semua daftar teman Arum yang menjadi temannya di I*******m. Enggak mungkin kan aku DM ke salah satu temen Arum? Pasti mereka bakalan bingung kenapa aku enggak langsung aja tanya ke Arum daripada repot-repot DM mereka. Lagipula ya kalau si Viki ini memang teman kerja Arum, kalau bukan gimana? Yang ada malah pada curiga nanti temen-temen Arum sama kita. Tentu saja karena daftarnya cukup banyak dan Arum juga sudah akan selesai mandi, pekerjaan itu tak akan selesai malam ini. Pras bahkan berpik
Sedangkan di Kota Malang, di kantornya siang itu, Arum ikut menangis juga. Beruntung dia masih sempat mengirimkan presentainya pada Pak Yos. Beliau sedang sibuk dengan dunianya sekarang. Dia tidak akan menyadari kalau salah satu anak buahnya sedang menangis sangat keras di salah satu sudut ruangan. Suara tangisan yang sebenarnya sampai juga di telinga Asti dan Lili yang berada di sisi lain ruangan.Arum sama sekali tidak menyangka rumah tangganya akan berakhir seperti ini. Tentu selama ini dia juga merasa pernikahannya tidak baik-baik saja, tapi bukan begini perpisahan yang dia inginkan. Bukan karena ada laki-laki lain seperti yang Mas Pras pikirkan. Bukan karena gosip perselingkuhan yang entah dia dengar dari siapa. Apapun yang dimulai dengan niat baik, Arum ingin mengakhirinya secara baik, begitu juga pernikahan ini.Darimana dia bisa tahu tentang Viki? Apa ada yang cerita sama dia? Siapa yang cerita sama dia?Arum tiba-tiba penasaran. Tentu saja bukan ingin menyalahkannya siapapun
Lalu bagaimana dengan Viki? Semenjak bertengkar hebat dengan Pras kala itu, Arum tidak pernah lagi berkomunikasi dengannya. Viki terus menerus telpon dan mengirim pesan, tapi Arum tidak pernah merespon. Bahkan untuk bertemu di kantor pun mereka hampir tak pernah, karena Arum selalu berhasil menghindar. Tentu saja Viki mendengar kabar bahwa Arum sudah bercerai dari gosip-gosip karyawan lain, tapi dia belum yakin selama Arum belum menceritakan semua padanya. Empat bulan lalu, saat Viki sedang merokok di jam istiharat mereka. "Aku pengen ngomong serius nih sebagai cowok sama cowok!" Agus mendekat pada Viki yang terlihat sedang asyik dengan batang rokoknya. "Apaan sih? Sok serius banget!" kata Viki tanpa tahu apa yang terjadi. "Kamu tahu enggak kalo Arum tuh lagi proses cerai sama suaminya?" Selidik Agus yang merupakan biang gosip paling tenar seantero kantor. "Hah! Serius?" Viki tentu saja terkejut. "Sok kaget segala sih! Kan kamu lagi deket sama Arum belakangan ini. Masa enggak tau
"Guys guys… aku punya berita besar!" Rizki mulai bicara."Apaan sih?" tanya Lili tentu saja segera ingin tahu."Kata Agus, Viki sama Arum kemaren dateng bareng liat anak-anak main bola!" Rizki sedikit berbisik dengan ekspresi wajah yang sangat intens."Eh serius? Astaga!" kata Uli membulatkan mata bahkan berdiri dari kursinya menghampiri Rizki untuk mendengar lebih banyak.“Serius! Banyak kok saksinya,” Rizki masih menggebu."Semakin terbuka aja ya mereka? Enggak habis pikir deh!" kata Lili menyilangkan tangan di depan dadanya."Apaan sih? Ngomongin Arum ya?" Tri tiba-tiba ikut bicara yang hanya diangguki oleh teman-temannya."Beneran kok itu. Aku malah liat sendiri kemaren di lapangan. Cuman Arum emang enggak liat aku. Aku datang cuman kasih konsumsi sama air mineral aja terus pergi lagi," kata Tri santai."Wah, saksi kunci nih!" celetuk Uli."Jadi menurut kalian, mereka emang ada hubungan?" tanya Asti yang akhirnya penasaran juga."Ya kita pikir bareng-bareng aja sih sekarang, kalo
Beberapa hari kemudian, tepatnya di penghujung minggu, Viki menelpon Arum melalui panggilan video dari kamar kosnya,"Akhirnya kredit rumah aku disetujuin loh, Ay. Aku udah mulai nyicil dua bulan lagi," seru Viki malam itu."Iya tah? Syukur kalo gitu! Selamat ya!" Arum ikut senang karena Viki mendengarkan saran darinya."Rumahnya sih udah tiga perempat jadi. Nanti kalo jadi, terus bapak ibu aku dateng, aku mau adain selamatan kecil-kecilan. Ya paling dua bulanan lagi," angan Viki."Hehehe. Iya iya siiip. Bagus itu," Arum merespon singkat saja."Capek banget kayanya kamu ya? Muka kamu kok lemes banget sih?" Viki bertanya."Iya. Aku capek banget. Hari ini banyak banget yang harus dikerjain. Pak Yos juga marah-marah terus seharian. Enggak tau dah kesambet apaan. Emang kayanya enggak bisa kalo enggak marahin anak buahnya sehari aja," Arum bicara."Hehehe. Kamu tuh enggak pernah ada habisnya ya kalo nyeritain Pak Yos," goda Viki."Iya emang iya. Bisa berbusa kayanya deh mulut aku kalo ceri
Sesuai janji sebelumnya, malam ini Arum menyempatkan diri untuk makan malam bersama bapak dan ibu dari Viki. Pak Jono dan Ibu Susi namanya. Mereka pedagang di Surabaya. Mempunyai satu gerai pakaian di sebuah pasar grosir yang cukup besar di sana. Kebetulan hari ini mereka sedang ada urusan di Malang. Bertemu dengan seorang teman lama yang memang berencana memesan seragam dalam jumlah banyak. Jadi disinilah mereka, sebuah restoran dengan menu makanan khas Indonesia yang memang cukup terkenal di Malang. Lokasinya besar dan tidak terlalu ramai membuat restoran itu cocok untuk berbincang-bincang santai. Arum dan Viki tiba tepat setelah adzan maghrib. "Pak, Bu, kenalin ini Arum yang sekarang lagi pacaran sama aku," ucap Viki dengan bangga pada orangtuanya, membuat Arum kikuk juga "Arum, Pak, Bu," Arum mengenalkan diri mencium punggung tangan kedua orang tua itu. "Selamat datang, Nak Arum. Ayo silahkan duduk. Kita makan malam dulu ya. Bapak sudah laper ini," ajak Bu Susi tersenyum dengan