Mau ending nih kayanya..
“Mau kemana kita hari ini?” Awan menawarkan. “Ya bukannya kamu yang ngajakin aku tadi. Emang kamu mau kemana?” Arum balik bertanya. Awan melihat lekat pada sosok Arum. Wanita itu hari ini tampak cantik walau hanya mengenakan celana jins dan kaos polo berkerah. Tentu saja sebenarnya itu hanya perasaannya saja karena penampilan Arum sama sekali tak pernah berubah dan masih seperti biasanya. “Wan? Kok malah ngelamun sih?” Arum menyadari tingkah aneh pria itu. “Eh eh iya maaf. Aku ini loh. Hm, mau beli mainan aja buat Athir. Kamu mau nemenin kan?” Arum jadi berpikir jauh lagi. Pria disampingnya ini begitu menyayangi keluarganya dan apakah pantas dia datang begitu saja dan sangat mungkin menyebabkan kehancuran untuk keharmonisan keluarga kecil itu. “Arum? Kok jadi kamu yang ngelamun sih?” Awan yang tak kunjung mendapat jawaban. “Ah iya. Aku bebas aja sih anterin kemana aja kamu mau. Aku nanti cuman mau liat-liat tanaman aja buat mama di pasar bunga.” Arum tersenyum kikuk. “Owh ok ka
Setelah hampir lima tahun melewati hal-hal yang menguras tenaga, pikiran, dan emosinya, Arum berhasil melepaskan semuanya. Sesuai janjinya pada diri sendiri dan apa yang dia katakan pada semua orang di sekitarnya, dia ingin fokus untuk membahagiakan diri sendiri dan sang mama. Malam ini, Arum merebahkan diri di ranjang kesayangannya bersama Jelly. Televisi menyala mempertontonkan sinetron favoritnya. Besok weekend dan Arum sudah merencanakan ingin mengajak Jelly pergi ke salon hewan untuk mendapatkan perawatan. Kali ini sekaligus mengajak mamanya yang memang sangat sayang pada Jelly bahkan sudah dianggap seperti anak sendiri. “Mama, besok kita pergi sama Jelly ya. Kita anter dia ke salon biar makin cakep,” ajak Arum semangat. “Habis itu ya kita juga ke salon ya? Sekali-kali mama ini pengen perawatan gitu. Cuci muka apa rambut itu apa namanya?” rajuk Mama Tina pada anak satu-satunya itu. “Hahaha. Mama mau? Ya udah kalo gitu besok kita juga ke salon. Kita anter Jelly dulu terus kita k
"Hari ini kamu mau kemana, Ay?" tanya Viki."Aku mau dateng ke pertandingan bola anak-anak. Mereka kan ada pertandingan persahabatan sama bank sebelah," jawab Arum membenarkan letak ponselnya."Jam berapa emang?" tanya Viki lagi."Ya nanti sore sih. Rencana berangkat jam tiga,” jawab Arum lagi melirik jam di tangannya."Ya udah aku anter. Telat dikit tapi ya. Tunggu aku selesai anter Jay ke tukang servis laptop," jelas Viki."Emang gak ngrepotin? Aku bisa berangkat sendiri kok," Arum meyakinkan diri."Udah, gak pake acara nolak-nolak segala ya," Viki bicara lagi dengan sangat lembut."Iya udah iya iya., terserah kamu aja!" jawab Arum memilih mengiyakan karena tak ingin berdebat lebih panjang melalui panggilan video dengan kekasih brondongnya, Viki.Arum alias Chintya Aprilia Kusumaningrum, janda tanpa anak berusia 30 tahun yang bekerja sebagai staf HR di sebuah bank swasta di Malang. Wajah manis dengan rambut lurus sebahu
Berapa bulan yang lalu di kantor Arum,"Arum, kamu dipanggil sama Pak Yos tuh!" panggil Rizki."Aku? Ok!" Arum gerak cepat masuk ke ruangan Pak Bos nya yang ajaib itu.Arum mengetuk pintu dan masuk saja perlahan,"Selamat ulang tahun istriku.""Loh Mas Pras? Kok bisa di sini?" Arum tidak tahu harus memasang ekspresi bagaimana.Mas Pras tetap tersenyum dengan sebuket bunga di tangannya. Sengaja duduk di kursi atasan Arum untuk mengerjainya. Lalu rekannya yang lain ikut masuk membawa kue juga cemilan lainnya. Menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Pak Yos, Lili, Asti, Rizki, Uli, dan Tri.Hari ini memang hari ulang tahun Arum yang bertepatan jatuh pada tanggal 15 April setiap tahunnya."Selamat ulang tahun ya Arum," salam Pak Yos padanya.Masing-masing memberi ucapan selamat lalu lanjut memotong kue dan menikmati cemilan yang tersedia. Ya selayaknya kejutan ulang tahun pada umumnya."Gimana nih kejutannya kira-kira?
Sebuah pesan masuk dari Pak Yos yang memintanya datang ke ruangan. Kebetulan Arum sedang keliling melihat kondisi kantor.Arum terburu-buru meninggalkan semmua pekerjaannya dan setelah 10 menit berjalan cukup jauh akhirnya tiba juga di depan ruangan sang bos. Dia mengetuk dan masuk ke dalam ruangan Pak Yos. Ya itu memang sudah kebiasaan di HR. Bisa masuk walau sang bos belum mempersilahkan dari dalam."Duduk dulu Arum," Pak Yos mempersilahkan.Arum menurut saja segera duduk di sana. Masih berusaha mengatur nafas yang ngos-ngosan. Pasti ada pekerjaan lainnya yang harus dia kerjakan. Pak Yos masih bicara di telepon entah dengan siapa. Arum meneliti ruangan dominasi warna putih gading ini. Berkas yang selalu berserakan di atas mejanya penuh tumpukan dokumen yang perlu di tanda tangani. Di sudut ruangan berjejer beberapa piala juga plakat tentu beberapa ordner berisi dokumen. Lengkap dengan cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela tirai."Arum,
Arum sudah memutuskan, daripada terus kepikiran sama si brondong alay, dia akan pergi ke Blitar akhir minggu nanti. Mas Pras sudah bilang sebelumnya kalau minggu ini tidak bisa ke Malang karena ada acara keluarga pernikahan sepupunya. Arum ingin pergi ke Blitar, hitung-hitung memberi kejutan untuk sang suami. Dia memang tidak memberi kabar mengenai kedatangannya tentu saja.Hari Sabtu itu Arum sampai di terminal Blitar. Sudah memberi kabar pada sang suami yang tiba sebentar lagi. Dia sedang menunggu di pintu keluar sampai vespa biru kesayangan sang suami terlihat di kejauhan. Seperti biasa dengan senyum lebarnya Pras datang. Suaminya ini jujur saja memang biasa-biasa saja secara fisik. Tidak terlalu tampan, tapi tinggi dan juga tegap dengan kulit sawo matang khas pria Indonesia. Mas Pras punya senyum yang teduh. Bahkan tanpa harus mengenalnya, orang akan langsung tahu kalau dia orang yang baik dan sabar. Arum langsung mencium tangannya. Pras memberikannya helm dan
Sesampainya di rumah setelah rentetan acara pernikahan yang padat itu, Arum memilih mandi untuk mengusir gerah. Waktu itu digunakan Pras untuk membuka I*******m milik istrinya. Dia ingat berteman dengan beberapa rekan kerja Arum di kantor walau selama ini pun dia juga sudah melakukannya. Pras menyusun rencana kecil dari sana. Dia ingin mencari beberapa petunjuk dari teman-teman barunya. Melihat daftar teman mereka, lalu mengumpulkan beberapa nama yang terkait dengan Viki, dan mencocokkannya dengan semua daftar teman Arum yang menjadi temannya di I*******m. Enggak mungkin kan aku DM ke salah satu temen Arum? Pasti mereka bakalan bingung kenapa aku enggak langsung aja tanya ke Arum daripada repot-repot DM mereka. Lagipula ya kalau si Viki ini memang teman kerja Arum, kalau bukan gimana? Yang ada malah pada curiga nanti temen-temen Arum sama kita. Tentu saja karena daftarnya cukup banyak dan Arum juga sudah akan selesai mandi, pekerjaan itu tak akan selesai malam ini. Pras bahkan berpik
Sedangkan di Kota Malang, di kantornya siang itu, Arum ikut menangis juga. Beruntung dia masih sempat mengirimkan presentainya pada Pak Yos. Beliau sedang sibuk dengan dunianya sekarang. Dia tidak akan menyadari kalau salah satu anak buahnya sedang menangis sangat keras di salah satu sudut ruangan. Suara tangisan yang sebenarnya sampai juga di telinga Asti dan Lili yang berada di sisi lain ruangan.Arum sama sekali tidak menyangka rumah tangganya akan berakhir seperti ini. Tentu selama ini dia juga merasa pernikahannya tidak baik-baik saja, tapi bukan begini perpisahan yang dia inginkan. Bukan karena ada laki-laki lain seperti yang Mas Pras pikirkan. Bukan karena gosip perselingkuhan yang entah dia dengar dari siapa. Apapun yang dimulai dengan niat baik, Arum ingin mengakhirinya secara baik, begitu juga pernikahan ini.Darimana dia bisa tahu tentang Viki? Apa ada yang cerita sama dia? Siapa yang cerita sama dia?Arum tiba-tiba penasaran. Tentu saja bukan ingin menyalahkannya siapapun