Leona yang berada di dekat Anjani kaget, saat Anjani menyebut nama seseorang. "Siapa yang kau sebut Anjani?" tanya Leona. Anjani bingung dan tampak blingsatan, ia hanya menggelengkan kepalanya dengan menggeser kursi yang ia duduki, membelakangi duduk Barata bersama wanita. Leona semakin bingung melihat tingkah Anjani, ia semakin curiga hingga menanyakan berkali-kali ada apa sebenarnya. Anjani menutupinya dengan tetap tersenyum, seolah tak terjadi apa-apa. Namun Anjani merasa tak jenak, rasanya ia ingin segera meninggalkan tempat itu. Beruntung Leona tak mencerca dengan pertanyaan- pertanyaan yang menyudutkan dirinya. Ia asyik menikmati makanan nya. Sambil bercerita tentang baju- baju mahal dan tas mahal yang di belikan oleh pelanggan. Namun tiba-tiba Leona berhenti bercerita, sepertinya Leona memandang seseorang yang Leona kenal. "Hei, itu orang kaya juga makan disini." Leona menunjuk dengan dagunya, dan menyuruh Anjani menoleh, namun Anjani acuh saja, pura -pura asyik menik
Anjani melangkah keluar dengan tergesa-gesa. Ia tak ingin sopirnya bosan menunggu dirinya, dan Anjani juga ingin bekerja lebih profesional, walau pekerjaan ini bukan yang di harapkan Anjani. Tapi bagaimana lagi Anjani sudah terjebak dalam permainan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Disamping itu, kerja apalagi yang harus Anjani lakukan hanya bermodalkan ijazah SMP. Dulu saja seandainya bukan Astuti yang membawa dirinya ke rumah Ayudya, tak mungkin ia bisa bekerja sebagai baby suster. Anjani teringat kata-kata Rita, kalau orang yang Anjani temui bukan orang sembarangan. Dan Anjani merasakan sewaktu menerima amplop dari Rita, Amplop itu sangat tebal. Dalam hati Anjani sebetulnya ingin rasanya secepatnya mengetahui jumlah uang dalam amplop tadi."Duh kenapa sekarang aku gila uang? Sebab aku sangat butuh uang untuk ibu dan adik- adikku juga untuk menebus Ain," batin Anjani. Ngomong Ain, Anjani teringat Ain anaknya. Sepulang aktivitasnya nanti Anjani berencana hendak ke rumah tant
Kesal bercampur emosi terus menggerogoti hati Leona. Hari ini menang hari yang menyebalkan bagi Leona, job gagal, dapat makian dari Antony.Kalau hanya sekedar makian, buat Leona tak masalah, tapi kata-kata Antony yang menyakitkan, menganggap Leona wanita rendahan itu yang membuat hati Leona sakit sekali. Leona bangkit dari pembaringannya, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar di ketuk. Leona berfikir yang datang temannya, entah itu Barbara atau pun Titin, Elsa atau siapa saja yang merupakan grup Leona. Leona sebetulnya enggan untuk menemui mereka, ia ingin sendiri, tanpa di ganggu siapapun. Tapi Leona juga menginginkan teman curhat. Siapa tau diantara teman- temannya itu ada yang tau rumah tante Bety. Bergegas Leona berlari kecil, menghampiri pintu kamar. Secepat kilat Leona menyambar gagang pintu kamar. "Ngapain sih kalian mengganggu aja, aku ingin istira ..." belum sampai Leona meneruskan kata- katanya. Mata Leona seketika membulat sempurna mengetahui siapa yang datang. "Tua
Anjani tersentak, mendengar ucapan Wijaya tentang Bali. Padahal Rita tak mengatakan apa-apa pada Anjani, kalau Wijaya hendak membawanya berlibur ke pulau dewata. Anjani ingat tentang amplop yang di berikan Rita sewaktu dirinya pamit mau berangkat, Amplop itu begitu tebal, sampai sekarang Anjani belum sempat membukanya berapa isi amplop itu. "Apa tuan bisa menghubungkan telpon sama tuan Antony?" tanya Anjani melepas tubuh Wijaya. Anjani seperti tak percaya omongannya Wijaya, pengalaman Anjani yang dulu sebagai pelajaran agar Anjani lebih hati-hati menghadapi laki-laki. Tanpa pikir panjang Wijaya meraih ponsel yang ada di atas nakas. untuk menghubungi Antony. "Halo tuan Antony, saya Wijaya yang di temani oleh anak buah Anda. Ini Anak buah anda mau bicara. Wijaya menyodorkan ponsel ke arah Anjani. Perlahan Anjani meraih ponsel Wijaya dan mendengarkan suara Antony bicara. "Ya Anjani aku sudah merestui permintaan tuan Wijaya, berangkatlah, pesanku kau harus layani tuan Wijaya sebai
Bella mengangguk, teka teki hinggap di otak Bella, ia ingin segera mendengar pertanyaan dari Antony, namun Antony masih memberi jeda dengan memandang jemarinya yang memainkan bolpoint di atas meja. "Tentu kamu pernah mendapat cerita dari Anjani, apakah Anjani pernah menikah?" Bella mengernyitkan dahinya, sejenak ia berpikir kalau Anjani pernah cerita kalau dirinya belum pernah menikah. Hanya dia pernah menjadi pacar boss nya, yang katanya orang kaya. Tapi Bella bingung ia hendak mengatakan sejujurnya takut jika Anjani marah, sebab itu sebuah privasi. Dalam kebingungan Bella teringat tante Bety, tante Bety lah yang membawa Anjani ke Motel. "Tapi Tuan, Anjani tak pernah menceritakan tentang kehidupannya, yang ia ceritakan cuma dia berasal dari kampung, bukankah tante Bety lebih tau, Tuan tentang Anjanj." Antony manggut- manggut, ia paham kata-kata Bella, di samping itu ia juga tau Anjani orang yang sangat tertutup. Antony mempersilahkan Bella untuk melanjutkan aktivitasnya. Sepen
Cekrek ... Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, yang mengagetkan Anjani. Sontak Anjani mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi. Ia tau Barata baru menyelesaikan mandi besarnya. Terlihat rambutnya yang basah masih bertelanjang dada, sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk. Sesaat ia berpikir dan baru menyadari kalau semalam dirinya menemani tidur tuan Barata. Seorang entrepreneur sukses, yang usianya baru menginjak tiga puluh tahun.Anjani masih berbaring di ranjang, tubuhnya masih terasa lemas, ia enggan untuk segera beranjak dari ranjang, sebab permainan semalam bersama Barata yang menguras tenaga hingga terenggut kesuciannya. Barata menatap dingin ke arah Anjani. Dan berjalan menghampiri Anjani yang masih berbaring dengan selimut masih menutupi tubuhnya yang belum memakai sehelai benang. Secepat kilat tangan Barata menarik selimut yang menutupi tubuh Anjani, "Cepat bangun, dan tinggalkan kamar ini, sebelum putri kecilku mengetahui kamu ada di kamarku!" Ben
Tubuh Anjani gemetar. Ia tak berani menatap mata Ayudya yang mulai ada rasa curiga. Terdengar lagi suara Ayudya dengan nada menekan agar Anjani menjawab. "Anjani! Kenapa kau diam?" tanya tegas Ayudya dengan langkah mendekati Anjani. "Mm, sa ... Saya ..." gugup Anjani tanpa memandang Ayudya. Belum Anjani meneruskan kata-kata, terdengar suara Barata memotong pembicaraan Anjani. "Say, Anjani aku suruh mengganti seprai. Bukankah bibi Suti sedang pulang kampung?" suara lembut Barata menjelaskan, dan melangkah mendekati Ayudya yang terlihat masih tak percaya dengan ucapan Barata. Apalagi Barata tertangkap basah bertelanjang dada yang tak biasa Barata lakukan di depan orang lain selain Ayudya."Anjani, benarkah itu?" tanya Ayudya terlihat tak mempercayai. Anjani masih menunduk, ia masih tak berani menatap sedikitpun Ayudya. Ia berbohong dengan menganggukkan kepala, menyetujui perkataan Barata. "Ya nyonya, permisi saya hendak ke kamar nona kecil." Anjani melangkah hendak meninggalkan k
Teriakan Anjani membuat Barata yang masih duduk di dekatnya tersentak, ia memandang Anjani lewat kerling matanya, dengan wajah yang kurang suka pada sikap Anjani. "Disgusting." lirih Barata. Anjani tersentak kaget, dan sekilas memandang Barata, ia tak mengerti dengan bahasa yang barusan diucapkan Barata. Anjani mengalihkan pandangannya. Ia menatap sekeliling lewat kaca mobil. Dan bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa Barata membawa dirinya ke sini? Dan rumah siapa ini? Anjani yang buta akan perkotaan hanya membisu seribu basa, hendak menanyakan pada Barata, tak ada keberanian untuk bertanya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana nanti kalau sampai Barata menganiaya dan membunuhnya. "Kenapa diam? Ayo keluar?" ucap Barata bernada tinggi sambil membuka pintu mobil, dan beranjak dari jog mobil untuk keluar. Anjani tetap diam tak menghiraukan ucapan Barata. Ia tak bergerak dari posisinya yang masih duduk di dalam jog mobil. Dan hanya melirik pada Barata lewat kaca mobil tanpa ingin ke