“Situasi sulit macam apa yang telah membuat naga biru tertunduk begitu lemah?” Tetua terkekeh. Ia memetik ujung daun hijau tua di hadapannya, dan memeriksa hal tersebut seolah itu adalah sesuatu paling penting yang harus ia lakukan.“Nyawaku.” Mata biru Drake berkilat muram, sejenak setelah ia mengatakan hal tersebut.Tatapan Tetua jatuh pada pelepah daun yang terkulai di jemarinya. Ia terlihat sedang berpikir keras hingga dahinya yang semula mulus kini berlipat-lipat.“Situasi sulit,” ucap Tetua nyaris tak terdengar. “Sangat sulit, Naga Biru….”***“Ssshhh ….” Dari tempatnya bersembunyi, Jade bisa melihat sosok naga kuning yang merayap berbahaya. Gadis itu gemetaran dari kepala hingga kaki. Desisan Ancalagon memanas di telinganya.Tak ada yang bisa dilakukan Jude kecuali terus bergerak mundur. Punggungnya menabrak deretan jubah besar dan berbulu, beberapa rompi perang dan deretan pakaian pesta aneka warna milik Drake, hingga kemudian Jude sadari Ancalagon tak terlihat lagi.Gadis itu
Baik Jude maupun pria tua pemilik toko roti saling bertukar kedipan bingung. Keduanya diam sejenak sebelum kemudian pria tua itulah yang bicara.“B-bagaimana bisa … oh, astaga! Bagaimana bisa aku mengabaikan tanda itu di lehermu! Seumur hidup tak pernah kukira akan melihat tanda itu dengan mata kepalaku sendiri!”Kepanikan pria itu menular cepat pada Jude. Gadis itu meringis dan berkata, “Tanda apa?”Pria tua menunjuk leher Jude dengan jemari bergetar. “Kalung perbudakan!”Disitulah Jude ingat keberadaan kalung di lehernya. “Ah, ini.” Si gadis meraba lehernya. Kalung itu terasa dingin di jemari Jude. Jauh lebih dingin dari terakhir kali Jude ingat. Pikirannya melayang pada Drake dan merasa sangat menyesal karena telah membayangkan hal buruk terjadi pada sang naga biru.“Pergi sana!” Tahu-tahu pria tua itu berteriak. Jude terperanjat kaget.“Apa? T-tapi kenapa?”“Pergi! Aku tidak menerima apapun yang berhubungan dengan naga!”“Tapi, Sir⸻” Jude tak sempat menyelesaikan ucapannya karena
“Sudah kubilang, jangan lakukan!”“Kau hanya takut, Tuan Raja.”Derak pagar pembatas ladang meledak seiring geraman dari para pemuda yang sejak dua menit lalu saling adu mulut.Jude Smith, gadis cantik yang baru saja melewatkan hari ulang tahun paling membosankan, kini mendapat sedikit kemeriahan dari gerombolan pemuda di batas luar ladang gandum pamannya.Gadis itu memutar bola mata, dan menghela napas berat saat para pemuda itu kini saling adu jotos. “Yah, kini aku berusia dua puluh, dan seperti inilah kehidupan awal dewasaku dimulai.” Jude membanting garu rumput yang sejak tadi digunakannya membersihkan ilalang, dan menyeka keringat di dahi.Keributan di batas luar ladang semakin menjadi-jadi. Bukan lagi saling menggeram dan memukul, para pemuda itu sudah berhasil merobohkan seluruh pagar. Saat Jude memalingkan wajah, seketika pagar kayu itu menyala-nyala.“Astaga! Apa yang orang-orang bodoh itu lakukan?” Jude berlari memintas ladang, dan terbelalak menatap api yang melalap habis p
“Kau sudah bangun?”Drake Aiden melangkah masuk. Wajah tampannya tampak muram. Ia memandangi Jude seperti belum pernah melihatnya sebelum ini.“Di mana aku?” Jude mengabaikan ucapan Drake. Ia menyibak selimut, dan melompat turun dari ranjang. Mendadak, rasa pusing menyerangnya hingga ia kembali jatuh terduduk.“Hati-hati!”“Jangan sentuh aku!” Jude merentangkan tangan, menghentikan pergerakan Drake yang sudah hendak menangkapnya.Isi kepala Jude berputar cepat. Kilau biru mata Drake membawa kilasan-kilasan asing, yang semakin menambah kepalanya pusing.“K-kau ….” Jude memegangi kepala frustasi. Deru angin menulikan telinganya. Seolah-olah, ia kembali terbang di bawah apitan cakar Drake yang keras dan kuat. “Apa kau seekor naga?”Dahi Drake berkerut tidak senang. “Kau membuatnya terdengar tidak keren,” keluh Drake terang-terangan. “Tapi, ya, aku adalah naga hitam. Ras terkuat kaum naga.”Jude terkesiap. “Jadi, naga itu betulan ada?” Suaranya bergetar hebat. “K-kalian tidak betulan mema
“Aku serius, Jude. Jangan pergi kemanapun tanpa aku!” Drake menegaskan ucapannya, sebelum berbalik memunggungi Jude dan menghilang di balik pintu.Sebuah senyuman penuh siasat, terukir di wajah cantik Jude Smith.“Oh, lihat apa yang bisa budakmu ini lakukan tanpa dirimu, Calon Raja.”Jude berputar cepat, dan berlari ke sudut lain ruangan. Tanpa jeda, ia menyongkel birai jendela dan mendorongnya terbuka lebar.Angin malam menyibak rambut Jude ke belakang. Lautan hitam beriak di hadapan Jude. Ia tak bisa melihat apapun kecuali gelap.Menelan rasa takut yang bergelegak sampai kerongkongan, Jude menginjak jambangan emas hias dan mendongkang tubuhnya ke atas. Sekejap saja, ia sudah duduk di bingkai jendela keemasan yang menjorok langsung ke balkon berbatu.Jude memanjangkan leher, memeriksa seberapa jauh jarak jendela ke balkon. Setelah memastikan ia bisa melompat dengan baik, gadis itu meluncur anggun seperti kucing yang mendarat tanpa suara dengan dua kakinya.“Ya! Sayangnya, kau berurus
“Budak yang kabur, eh?” Suara serak dan dingin menggema di dinding berbatu.Jude mengangkat pandangan. Di hadapannya berdiri seorang wanita tinggi langsing menatap Jude angkuh dari atas dagu yang terangkat.Jude tidak bisa menebak siapa wanita itu, terlebih lagi saat terdengar derap cepat dari balik punggungnya yang Jude pastikan adalah Ancalagon.Dia butuh pertolongan!Hanya dari melihat penampilannya saja, Jude tahu bahwa wanita ini pastilah punya kedudukan tinggi.Rambutnya sehalus sutera, jatuh menutupi punggung kurus berbalut gaun mewah berwarna emas darah. Semerah bibirnya yang melengkung indah bak permadani mahal.Rasa terpesona itu hilang sekejap bersama rintihan pilu dari seseorang yang merangkak di dekat kaki jenjang berbalut stiletto hitam runcing yang dikenakan si wanita.“Astaga.” Jude mendekap mulut. Matanya terbelalak menatap seorang pemuda dengan wajah babak belur, dan bahu berdarah-darah. Pemuda itu diikat di kakinya, dan diseret seperti anjing penjaga. Wajahnya yang
“Kau … kau!”Jude membawa pandangannya ke arah Drake, dan melotot galak.“Kau apakan aku, hah?”“Hah?” Drake malah membeo.“Ancalagon telah merobek pakaianku, dan dia melukai lenganku. Sekarang … sekarang, oh, astaga! Aku sudah berganti pakaian!” Jude merentangkan tangan kaget. Ia menunduk, memandangi dirinya dalam balutan piyama kain linen baru. Luka di bahunya pun sudah dibebat.“Kau kah yang melakukannya?”“Oh, itu.” Mendadak wajah Drake merona. “Aku, yeah, tidak bisa membiarkan lukamu terbuka tanpa perawatan, kan?”“Seharusnya kau tidak boleh melakukannya! Belum pernah ada yang melihat … melihat tubuhku selain diriku sendiri.” Pipi Jude terbakar emosi.Drake mengedik ringan. “Aku tidak bisa membiarkanmu tidur dengan pakaian compang-camping.”“Kau ….” Jude menatap Drake yang balik menatapnya lugu. Mendadak, emosi itu sirna. Bahu Jude merosot lemas.“Kau benar,” katanya kemudian, dengan nada rendah tanpa semangat. “Seharusnya aku berterima kasih padamu.”“Eh.” Drake semakin bingung.
“Buka atau kudobrak pintunya, Jude Smith!” Jude menutup kedua kuping dan menangis. Ia menunggu Ancalagon meledakkan pintu, dan menyongsong akhir hidupnya sambil menghitung mundur. “Tiga ….” “Jude, kau serius?” “Dua ….” Jude terisak semakin keras. “Sa ….” Brak! Pintu ganda keemasan yang menjulang megah, meledak seketika. Jude tidak berani membuka mata. Ia tetap duduk meringkuk di atas ranjang, dan menangis sampai matanya perih. Gadis itu sudah sangat siap jika Ancalagon menyerangnya sekarang. Namun, hal itu tidak kunjung terjadi. Alih-alih mendapat serangan brutal yang biasa dilancarkan Ancalagon, pergerakan lembut di sisi ranjang membuat Jude refleks mengangkat wajah. Wajah teduh Drake menatapnya khawatir. “Apa yang terja⸻” “Drake!” Jude melompat dari tempatnya duduk, dan nyaris menghambur ke pelukan Drake kalau saja ia tak menahan diri tepat waktu. Keduanya bergerak canggung dari jarak setipis helaian rambut. “Maaf, aku … um ….” Jude menjilat bibir gugup, dan berkali-kali