"Wen, aku minta maaf. Please dengerin penjelasan aku dulu." ujar David sangat menyesal sambil mengikuti Wenda membereskan barang-barangnya. "Aku mau pulang!" kata Wenda ketus. "Jangan, Wen. Aku masih butuh kamu!" ucap David sambil memegang kedua lengan Wenda agar dia berhenti memasukkan baju ke dalam kopernya. Wenda menatapnya tajam dengan mata yang berkaca-kaca, "Butuh untuk nafsumu?""Oh, come on, Wen. Tinggal selangkah lagi aku dapat jabatan itu. Please, hm?" rayu David dengan wajah penyesalannya, "I'm sorry, mulai malam ini aku akan tidur di kamar Mila. Oke?"David mengacungkan jari kelingkingnya. Seperti anak kecil di saat ingin mengikat perjanjian bersama kawan terbaiknya. Tetapi Wenda bukan kawannya. Wenda pun hanya tertunduk dan tak membalas perlakuan David."Tidurlah, aku tidak akan menganggumu lagi." David menurunkan tangannya yang tak dibalas oleh Wenda dan menuntunnya agar duduk di ranjang. Ia pun pergi meninggalkan kamarnya dan berjalan mengendap-endap ke kamar Mila. D
Pak Johan meminta David dan Wenda untuk berkumpul di ruang keluarga usai sarapan di pagi hari itu. Kedua orang tua itu ingin menyampaikan hal penting yang berkaitan dengan kedua pengantin baru tersebut. David dan Wenda pun menurut saja dan mereka berempat di sofa dengan posisi Wenda dan David berdampingan begitu pun Pak Johan dan Ibu Tina. "Wenda, terimalah. Ini adalah hadiah pernikahan untukmu dari Papa." ucap Pak Johan sambil meletakkan kunci mobil di atas meja beserta kelengkapan surat-suratnya. Betapa terkejut hati Wenda ketika mendapatkan hadiah semewah itu dari papa mertuanya. Ia hanya bisa terdiam sambil membelalakkan matanya sedangkan David bersikap biasa saja karena ia sudah mengetahui niat kedua orang tuanya. "Dan ini hadiah pernikahan untuk kalian dari Mama." lanjut Bu Tina sambil meletakkan sebuah amplop bewarna coklat ke sebelah kunci mobil itu. Wenda menduga amplop itu berisi selembar cek dengan nominal yang mungkin cukup besar. "Terima kasih, Pa, Ma. Wenda sudah terla
"Kenapa, Lang?" tanya David telah sadar jembali dari rasa terpesonanya karena penampilan Bianca. "Buruan noh, lu ke sono foto sama bini lo." Gilang mendorong tubuh David agar berjalan mendekati Bianca."Oh, Ehem." David berdeham dan pura-pura merapikan jasnya. Ia berjalan mendekati Bianca yang sedari tadi sibuk mengobrol dengan Wina dan Widya. "Kak David, nanti untuk gaya pertama Kakak peluk istrinya dari belakang untuk stok shoot video kami, ya!" pinta Sahrul. "Oh, oke." jawab David singkat lalu menatap Bianca yang kini sudah melihat kehadirannya."Ayo Wen." David mengajak Wenda sambil menengadahkan tangan di depannya. Wenda pun meraih tangannya. Sahrul dan Dicky berusaha mengarahkan gaya yang pas agar foto dan video yang dihasilkan menjadi paripurna.David merasa canggung ketika harus bergaya memeluk Wenda dari belakang. Begitu pun Wenda yang risih ketika nafas David berhembus ke seluruh tengkuknya. Momen ini membuat perut Wenda terasa bergejolak. Sepert
"Sial!" desis Wenda yang gemas pada kebodohan dirinya sendiri. Ia baru saja ingat bahwa ia lupa membawa baju ganti ke dalam kamar mandi. Tubuhnya sudah terlanjur basah dan ia pun telah selesai mandi. Untung saja ada handuk kimono di sini. Setidaknya mampu menutup sebagian besar tubuhnya. Wenda juga membalut rambutnya dengan sehelai handuk lain yang telah tersedia. Wenda membuka sedikit pintu kamar mandi untuk memberinya celah agar ia bisa memantau keadaan sekitar. Tuan Muda sedang ada di balkon. Ia duduk membelakangi kamar. Baik! Ini sempurna! Wenda pun berjalan perlahan sambil terus menatap ke arah punggung David. Ia tak melepaskan sedikit pun pandangannya dari sosok David. 'Semoga saja Tuan Muda itu tetap di posisinya sampai aku selesai mengambil baju.' Begitulah doa yang Wenda panjatkan di dalam benaknya. Wenda duduk bersimpuh dan membuka koper yang terletak di bawah meja, namun sayang, koper itu kenapa sulit sekali dibuka? Ritsleting kopernya macet di tengah jalan.
David berlalu pergi tanpa sepatah kata pamit dan meninggalkan Wenda sendirian di kamar hotel. Ia ingin mengusir bayang-bayang wajah Wenda yang terus muncul di dalam otaknya. Ambisinya untuk mendapatkan tahta kerajaan di dalam perusahaan Ayahnya telah membuat David menjadi pribadi yang lain. Ia seperti menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diimpikannya. David mengemudikan mobilnya dan melaju kencang seakan ingin membelah jalanan kota di malam itu. Ia tak tahu harus ke mana dan tidur di mana malam ini. Pulang ke rumah pun percuma karena pasti Bi Darmi akan curiga. Tiba-tiba ia teringat akan koper Wenda yang sudah rusak. Ia pun memutuskan untuk mengambil koper lain miliknya yang ada di rumah. Ia harus mengganti koper itu karena besok siang mereka akan terbang ke lombok untuk melaksanakan skenario honey moon. "Lho, Tuan kok sudah pulang?" tanya Bi Darmi heran melihat Tuan Mudanya tiba di rumah lebih cepat. Rumah itu malam ini hanya dihuni oleh
"Mbak Wenda!" Santi menyapa Wenda dan langsung memeluknya erat ketika ia dan David masuk ke dalam sebuah kamar di mana inilah satu-satunya kamar yang paling besar di hotel ini, yaitu kamar President Suite. "Selamat Pagi semuanya." sapa Wenda kepada seluruh penghuni di kamar itu. Ada Pak Johan, Bu Tina, Pak Agus, Dimas, Monic dan Santi. Mereka semua menginap di dalam satu kamar ini, sedangkan David dan Wenda di kamar terpisah. Mereka ternyata sudah menyiapkan diri untuk private breakfast di kamar ini. "Pagi. Ayo duduk sini, Nak." ajak Bu Tina ramah sambil menepuk-nepuk bangku di sampingnya. Wenda pun membalas dengan anggukan dan tersenyum. "Ayo San. Kita duduk di san!" ajak Wenda sambil menggandeng Santi. David pun melangkah terlebih dahulu dan menyiapkan kursi untuk Wenda dan Santi duduk. "Makasih, Mas." David hanya membalasnya dengan senyuman ala kadarnya dan alis terangkat sedikit. Mereka duduk melingkari meja oval yang sangat besa
David menurunkan tas miliknya yang terletak di kabin pesawat sesaat setelah pesawat itu mendarat dengan aman di Banda Udara Internasional Lombok. Tas itu berisikan laptop dan kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaannya. Ia sengaja meminta Gilang membawakannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan Pak Johan. David tetap bersikap keras kepala meskipun Pak Johan memintanya untuk fokus saja pada momen bulan madu ini. Tetapi ia merasa butuh hiburan di tengah kegalauan mencari bagaimana caranya membuat Wenda jatuh cinta dan seperti inilah cara dia menghibur dirinya, yaitu dengan bekerja. David melihat Wenda nampak kesulitan mengambil tasnya karena terkendala dengan tinggi badannya terlebih - David tahu - tangannya pasti masih terasa sakit. David pun membantunya segera tanpa perlu mendengar permintaan tolong dari Wenda. David tahu, gadis itu mungkin masih marah terhadapnya. Wenda hanya bisa melongo sambil menerima tas miliknya. David pun berlalu pergi dengan cuek sambil m
Sesi curhat colongan itu terpaksa harus berakhir di tengah jalan. David pun kembali berkutat dengan laptop dan ponselnya dan Wenda telah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia menatap ke arah luar jendela yang pemandangannya lebih banyak menampilkan kegelapan daripada keindahan. Hingga pada akhirnya membuat ia sedikit terlelap di sisa perjalanan menuju hotel. Sedangkan Pak Mario dengan sadar diri membiarkan suasana yang hening terjadi di dalam mobil ini. Ia meyakini keheningan akan sangat dibutuhkan bagi Nyonya dan Tuannya itu. Mereka telah sampai di hotel yang jaraknya cukup jauh dari bandara itu sehingga membutuhkan waktu tempuh hampir 2 jam lamanya. Mobil mereka sudah terparkir di depan lobi hotel. Perjalanan yang lama itu membuat seluruh sendi-sendi di bagian tubuh David terasa kaku dan pegal. David melihat istri kontraknya itu masih terlelap dalam tidurnya. Ia pun mencoba membangunkannya sembari Pak Mario pergi memanggil petugas hotel untuk membantu membawakan koper mereka. "We