Share

Bab 7

Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.

“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.

Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.

“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.

Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.

Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-masing sudah tak sanggup lagi menyanggah badan. Mereka beringsut mundur, berusaha menjauhi sosok Dewi yang melangkah mendekati.

“Sakit ... tahukah kalian seperti apa rasa sakit yang aku tanggung?” tanya Dewi kepada kedua pemuda, suaranya serak dan bergema.

Seno dan Yono semakin ketakutan, sialnya mereka tidak pingsan. Perasaan takut kian menjadi-jadi kala mereka melihat sebuah besi panjang melayang cepat bak anak panah yang lepas dari busurnya.

Seno yang memiliki jurus ilmu beladiri, reflek melenting ke samping untuk menghindari besi tersebut.

“Aaaah!” Seno selamat, tapi Yono berteriak. Besi panjang itu menancap di pangkal leher Yono, darah segar mengucur dari kulit dan daging yang tertancap besi.

Melihat sahabatnya tumbang, Seno merangkak cepat hendak meninggalkan tempat itu. Dewi tertawa melengking melihat pemuda itu merangkak dengan posisi bokong nungging, besi yang menancap di leher Yono tercabut. Tanpa Seno sadari benda itu kini melesat ke arahnya.

Clap!

“Aaaah!” Seno melolong panjang, saat besi itu menancap pada tengah selangkangannya tembus sampai ke perut bawah.

Sama seperti Yono, pemuda itu mengerang kesakitan, tubuhnya kelojotan untuk beberapa saat sampai kemudian diam tak bergerak.

Sosok Dewi berbalik menatap Juriah yang mematung menyaksikan tindak pembantaian tersebut, dalam kondisi masih sadar Juriah beringsut mundur selangkah demi selangkah, sebelum berbalik dan berlari kencang meninggalkan Dewi yang tertawa puas.

Bruk!

“Aaaah!” Juriah berteriak ketakutan, saat dirinya bertabrakan dengan seseorang, dia tak berani membuka mata karena mengira itu adalah Dewi.

“Juriah ... juriah, kamu kenapa Nak?” tanya Zubaidah sambil membelai wajah sang anak yang basah oleh keringat dan air mata, jilbab pashmina yang dikenakan Juriah juga basah dan kotor terkena debu dan jaring laba-laba.

Zubaidah, Maya, dibantu Sofa dan Akmal membawa Juriah pulang ke rumah.

“Dari mana Ma? Apa yang terjadi pada Juriah?” tanya Gani yang ikut panik melihat anak gadisnya digotong oleh Akmal.

Juriah tidak pingsan, tapi dia tak dapat merespon apapun yang ditanya atau dikatakan kepadanya. Matanya bagai kran bocor yang terus-menerus meneteskan air.

Wajah gadis itu pucat pasi,bibirnya kering, dan tatapannya kosong.

Zubaidah dengan telaten membersihkan tubuh anaknya, mengganti pakaian Juriah dengan yang bersih. Di ruang tamu Akmal bicara dengan Gani, menjelaskan kepada Gani perihal kedatangan Zubaidah yang mencari Juriah.

“Saya pastikan Pak, bukan Maya yang mengajak Juriah pergi, karena Maya seharian mengikuti perkuliahan, saya dan Sofa juga teman-teman lain menjadi saksinya.” Jelas Akmal.

Gani berkali-kali menghela napas panjang, “Lantas di mana Juriah kalian temukan?” tanyanya.

Juriah berlari, entah dari arah mana kami tidak bisa memastikan karena tiba-tiba saja Juriah menabrak mamanya,” jelas Akmal lagi.

Dikarenakan sebentar lagi magrib, Maya, Sofa, dan akmal berpamitan. “Baiklah, terima kasih atas bantuan kalian semua.”ucap Gani seraya menyalami ketiga anak muda itu.

*****

Pagi yang cerah, suasana di sekitar rumah mulai riuh oleh suara para mahasiswa yang hendak menuju gedung kampus. Gani beserta anak dan istri tengah menikmati sarapan, di sela-sela itu Gani bertanya kepada Juriah ke mana dan apa yang dilakukan anaknya itu kemarin sore?

Juriah berusaha mengingat apa yang dilakukannya sore kemarin?

Kemudian gadis itu menggeleng, “Gak ke mana-mana dan gak ngapa-ngapain juga,” jawab Juriah.

“Ria, kemarin kamu pamit ke Mama. Mau pergi makan bakso sama Maya, tapi lama gak pulang-pulang, Mama cariin kamu malah datang dengan wajah penuh ketakutan,” jelas Zubaidah tentang kejadian sore kemarin.

Juriah tampak merenung, dia berusaha mengingat-ingat lagi, tapi sama saja dirinya tak ingat apa-apa. Pembicaraan itu terpaksa berakhir, karena di luar terdengar keriuhan.

Baik Gani, Zubaidah, maupun Juriah pergi keluar untuk melihat apa yang terjadi?

Para mahasiswa terlihat berlarian, “Dek dek, ada apa?” tanya Gani kepada mahasiswa yang lewat di halaman rumah.

“Gak tau juga, Om. Ini baru mau lihat,” jawab mahasiswa itu.

Gani sekeluarga yang penasaran ikut mahasiswa itu menuju ke suatu tempat, mereka berlari menuju arah Selatan gedung kampus yang telah ramai dipadati banyak orang.

Disana terparkir mobil polisi, Tim INAFIS, dan Ambulance.

“Ada apa ini?” tanya Gani lagi kepada para mahasiswa yang berkumpul.

“Kurang tau juga kami, Pak. Dengarnya sih ada mayat,” jawab salah satu dari para mahasiswa itu.

Para petugas polisi tampak sibuk memasang pita kuning bertulis “DILARANG MELINTAS” di pintu masuk bangunan. Tidak lama kemudian, empat orang berbadan tegap dan berpakaian hitam serta memakai rompi anti peluru, keluar dari dalam bangunan. Keempat orang itu membawa dua kantong berwarna orange bertulis “KANTONG MAYAT”.

Orang yang berkumpul terdengar riuh saling berkomentar, rata-rata mereka bertanya-tanya mayat siapakah yang didalam kantong jenazah itu?

Sebentar saja berita penemuan mayat tersebar, beberapa orang polisi mendatangi ruang sekretariat kampus, mengabarkan bahwa kedua jenazah yang ditemukan teridentifikasi sebagai Seno dan Yono-mahasiswa aktif di kampus tersebut.

Polisi mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak, dari semua keterangan yang terkumpul mengerucut ke sebuah petunjuk. Sore kemarin, beberapa orang melihat kedua korban yakni Sno dan Yono memasuki gedung kosong itu. Beberapa saksi lain juga melihat seorang gadis berlari keluar dari gedung tersebut, setelah ditanyakan ciri-ciri gadis yang dimaksud, polisi akhirnya mendatangi rumah di sebelah asrama putri.

“Selamat siang, benar bersama Pak Gani?” tanya polisi yang datang kepada Gani nan membukakan pintu.

“Iya betul,” jawab Gani.

Polisi menjelaskan niat kedatangan mereka yaitu untuk mendapatkan keterangan dari anak gadis Gani, yang dilihat oleh para saksi keluar dari gedung kosong tidak lama setelah kedua korban masuk ke gedung itu.

Karena merasa tidak tahu apa-apa, Gani pun mempersilahkan polisi bertanya langsung kepada anaknya.

Berbeda dengan saat ditanya Gani tadi, kepada polisi Juriah dengan lancar menceritakan semuanya. Dia menyebutkan ciri-ciri gadis nan membunuh kedua pemuda itu, Juriah juga menyebutkan kalau gadis itu bernama Dewi. Polisi mencatat semua keterangan Juriah, mereka juga mengambil sampel sidik jari gadis itu, bahkan polisi menyita pakaian yang dikenakan Juriah sore kemarin.

“Anak Bapak menjadi terduga, kami harap Bapak dan keluarga kooperatif dan tidak melakukan tindakan apapun, baik itu melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.” Ujar polisi sebelum meninggalkan kediaman Gani.

Sampai para polisi itu pergi, Juriah masih duduk mematung di kursinya, dengan tatap mata kosong dan bibir menyunggingkan seulas senyum kepuasan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status