Bab107Suara hentakkan high heels menggema. Seorang wanita berpakaian rapi, dengan rambut tergerai panjang sepinggang, hidung mancung dengan mengenakan kaca mata hitam."Kau yakin ini kantornya?" tanya wanita berkacamata itu, kepada wanita yang memegang lengannya."Benar Nona, saya yakin 100%." Wanita itu tersenyum, masih dengan berjalan santai, meski matanya masih dalam kondisi tidak dapat melihat.Sedangkan wanita di sampingnya begitu setia, menggapit lengannya, agar wanita berkacamata itu bisa berjalan dengan santai dan percaya diri.Sesampainya di resepsionis, keduanya di sambut dengan ramah."Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu resepsionis itu."Nona saya ingin bertemu dengan tuan Jeremy! Apakah bisa?""Sebentar, saya akan menanyakan nona Rebecca dulu," jawab resepsionis itu.Resepsionis itu menghubungi nona Rebecca, selaku sekertaris Jeremy.Usai menjawab panggilan telepon resepsionis, Rebecca pun berjalan dengan malas, menuju ruangan Jeremy. Mengetuk pelan pint
Bab108"Rebecca!" Kembali suara Jeremy terdengar keras, membuat Rebecca terkejut dan setengah berlari ke arah meja kerja Jeremy."Apakah telingamu bermasalah?" tanya Jeremy, ketika Rebecca mendekat."Hah?" Rebecca mendadak oleng.Membuat Jeremy menatap wanita itu dengan heran. "Gunakan telepon dan panggil keamanan kantor sekarang juga! Aku tidak suka, ada tikus berbaju branded di kantor ini," sindir Jeremy."Baa- baik." Rebecca merutuki dirinya dalam hati, yang terlihat nampak tidak karuan dan salah tingkah di depan bos tampan dan dinginnya ini."Kamu benar- benar ingin mengusirku?" tanya Deslim, kemudian wanita itu bangkit berdiri."Jika kamu tidak maafkanku, lebih baik aku mati. Sekarang juga, aku akan mati ...." Deslim berteriak."Dasar wanita bodoh dan pengganggu," desah Jeremy. "Kamu aku maafkan, dan pergilah, aku tidak ingin melihat kamu lagi.""Kenapa? Bukankah ketika kita telah berdamai, kamu tidak boleh membenciku lagi. Dan kurasa, kita bisa saling mengoreksi kesalahan dan me
Bab109"Jeremy, aku merindukanmu," lirih Deslim. Kemudian kedua tangan kekar, memegang kedua lengan Deslim, membuat wanita itu terkejut."Jeremy! Apa ini? Kamu benar- benar mengusirku?" tanya Deslim panik."Tentu saja! Kamu pengganggu," sahut Jeremy kesal."Aku hanya rindu pada kamu, Jeremy!! Aku tidak ingin berpisah sama kamu," lirih Deslim sembari terisak. Namun kedua lelaki bertubuh besar itu menyeret Deslim dengan kasar, meninggalkan ruangan Jeremy."Awas kalian berdua! Berani sekali menyeretku begini." Deslim memaki, mengancam dan meracau tidak jelas."Nona ...." Wanita yang sedari tadi menemani Deslim ke kantor pun terkejut. Demi melancarkan aksi Deslim menerobos memasuki ruangan Jeremy, wanita ini rela bertarik- tarikan dengan resepsionis hingga berakhir di usir keluar kantor. Sedangkan Deslim memang Jeremy yang meminta resepsionis membiarkannya."Lepaskan Nona saya," pinta wanita itu, kepada dua keamanan kantor Jeremy. "Kalian jahat sekali kepada wanita lemah yang buta," be
Bab110Rebecca terbatuk, dan membuka perlahan matanya, ketika matahari menyinari terang ke wajahnya.Langit- langit kamar, membuatnya sangat terkejut."Hah, dimana aku?" gumam Rebecca, sembari menyapu ke sekeliling ruangan dengan matanya."Dimana ini?" Rebecca mengernyit. Kemudian dia kembali dilanda syok, ketika melihat tubuhnya."Akhh, baju siapa ini? Kenapa aku pakai baju orang lain? Astaga, baju laki- laki."Rebecca merasa gelisah, ketika melihat baju kemeja yang dia gunakan. "Oh Tuhan," lirih wanita itu kembali dan berusaha bangkit dari tempat tidur.Gagang pintu kamar di putar, menampilkan sosok lelaki tampan, dengan baju kaos putih, celana pendek santai."Tuan ...." Rebecca syok dengan dada berdebar."Kau sudah bangun.""Apa yang terjadi? Mengapa aku ada di sini. Dan, siapa yang menggantikan bajuku?" Pertanyaan beruntun Rebecca layangkan, kepada Jeremy.Lelaki itu membawa nampan, berisi susu hangat dan roti bakar."Mabuk aja lagi, nggak pinter minum, tapi berani minum banyak,"
Bab111"Jangan membuat lelucuan Tuan, jika nyatanya kita senasib dalam hal percintaan," ejek Rebecca spontan, membuat wajah Jeremy memerah menahan malu."Memangnya kamu tahu apa dengan masa lalu saya," seru Jeremy."Tidak tahu sih, tapi dari perdebatan tempo itu, saya bisa mengambil kesimpulan, bahwa Anda korban pengkhianatan.""Sok tahu," ketus Jeremy. Rebecca hanya tersenyum kecil, tanpa menyahut lagi.Perjalanan menjadi hening, keduanya tengah sibuk, dengan pikiran masing- masing. Sedangkan Deslim, kini telah kembali ke kota Monarki, dengan sejuta kekecewaan membelut hatinya."Kapan aku bisa melihat lagi, Bu? Aku lelah dengan semua kegelapan ini. Bahkan, tidak ada satu pun yang bisa aku lakukan, aku ketergantungan dengan bantuan orang lain. Bukan cuma itu, tidak ada satu pun orang yang mau denganku," ucap Deslim terisak, ketika Desert memasuki kamar anaknya itu.Desert mendekat dan memeluk anak sulungnya itu. "Bersabarlah, Nak. Cepat atau lambat, kamu pasti bisa melihat lagi. Ayah
Bab112"Pulanglah," seru Jose White kepada karyawan perempuannya itu."Berani melewatiku, maka pulang tinggal nama," ancam Desert, membuat wanita itu ketakutan. Tatapan tajam membunuh dari mata Desert, membuat nyali wanita muda itu menciut."Desert, ini salahku! Jangan libatkan dia, aku yang memaksanya untuk melayaniku.""Oh ya? Apakah kamu mencintai wanita muda ini? Sehingga kamu dengan berani membelanya di depanku.""Bukan begitu! Aku hanya menjelaskan yang sebenarnya.""Tapi aku tidak percaya."Desert terus mendekat, dengan tangan mengepalkan tinju, ke arah Jose White.Plaaakkkk .... satu tamparan keras mendarat di wajah Jose White.Lelaki itu terkejut, mendapati tamparan keras dari istrinya. Seakan hilang harga dirinya, di depan wanita muda simpanannya itu.Plaaakkkk .... kembali Desert melayangkan pukulan pada pipi kanannya lagi, setelah pipi kiri menjadi tamparan pertama."Dasar brengsek! Seharusnya kamu mati saja sekalian," hardik Desert."Mengapa Anda diam saja? Wanita ini beg
Bab113"Ini gila, siapa yang membuat ide buruk begini?" tanya Jose White kesal."Aku ...." Deslim berdiri. "Memangnya sampai kapan aku harus buta begini? Aku juga ingin melihat dunia kembali, mengapa kalian begitu jahat dan tidak mengerti perasaanku.""Deslim, ayah tahu perasaanmu, bebanmu, tapi bukan berarti Mary yang harus menjadi korbannya. Dia tidak tahu apa- apa, untuk kesadaran dan kewarasan dirinya saja sudah tidak dia miliki. Haruskah kita menambah penderitaannya, dengan membuat dia buta?""Mary sudah mati jiwanya! Dia hidup di dunia lain, meski raganya masih di rumah sakit jiwa. Hidup pun tidak berguna seperti itu," cetus Deslim."Deslim, jangan keterlaluan! Biar bagaimana pun juga, Ayah tidak mengizinkan kamu ambil kedua mata adikmu.""Oh begitu! Jadi Ayah dan Ibu, lebih senang aku yang menderita dengan kebutaan ini?" "Ayah akan usahakan, agar secepatnya mendapatkan pendonor mata untuk kamu.""Aku tidak percaya lagi hal itu! Sudah cukup selama ini aku bersabar, nyatanya sel
Bab114"Aku merasa gagal menjadi orang tua, tidak kusangka, Deslim akan sekejam ini kepada kita," lirih Jose White."Dia tidak kejam! Kita lah sebagai orang tua, gagal memberikannya kebahagiaan. Hingga, membiarkannya hidup dalam penderitaan." "Maafkan aku, sebagai kepala rumah tangga, aku tidak becus membahagiakan kalian.""Sudahlah, tidak perlu kita ratapi nasib ini. Kamu hanya perlu mencari rumah sakit terbaik, agar aku bisa memberikan mata ini untuk Deslim.""Biarkan aku saja.""Jangan! Kamu harus tetap mengurus usaha kita, demi masa depan anak- anak. Biarkan aku yang melakukannya.""Aku merasa tidak sanggup, jika harus melihatmu menjadi buta.""Seperti yang aku katakan tadi. Setelah mata ini beralih tuan kepada Deslim. Maka, biarkan aku menua di Yayasan para lansia. Kamu, tidak perlu melihat dan merasa kasihan padaku, semua aku lakukan demi anak."Jose White semakin erat memeluk istrinya itu. "Tidak, aku tidak akan membiarkan kamu ke Yayasan, aku suamimu. Kita, kita akan menua be