Rupanya, memberi sedikit permainan untuk Elle tidak sesusah yang Lucas pikirkan. Namun, ia tidak akan menyia-nyiakan semua ini.
"Henry, bisakah kau ke ruanganku sebentar? Ada yang harus kau lakukan," perintah Lucas.Pria itu menyeringai. Malam ini ia harus mendapatkan wanita itu.Membayangkan itu, Lucas semakin tidak sabar.Ia bahkan tidak mengerjai wanita itu sama sekali pada makan siang.***"Lucas Smith," balas Lucas ketika penerima tamu menanyakan namanya. Kini, Lucas dan Elle sudah berada di sebuah restoran mewah di tengah kota New York."Meja untuk Anda sudah disiapkan di tepi jendela. Mari saya antar." Pria itu mempersilakan keduanya untuk mengikutinya menuju elevator.Dalam diam, Elle memandang kota New York dan gemerlap lampunya di kala malam.‘Coba saja ada Ares disini, bocah itu akan takjub,’ batin Elle."Kau ingin pesan apa?"Mendengar pertanyaan Lucas, Elle menggeleng kaku. "Tidak, aku di sini hanya untuk menemanimu."Lucas meliriknya sekilas lalu berdecak. "Maksudku, kau bukan hanya melihatku makan saja. Tapi, kau juga harus ikut makan.""Tapi, aku bisa makan setelah dari sini.""Full course meal dua set," ucap Lucas final. Pria itu menghiraukan ucapan Elle.Elle menghela nafas.Untungnya, tak lama makanan pertama mereka tiba.Keduanya pun makan meski nyaris tanpa bicara.Hanya saja, Elle mulai bergerak tidak nyaman saat mendapati Lucas yang terus memperhatikannya."Kau sudah menikah?" tanya pria itu mendadak membuat Elle mengerjap–tidak tahu harus menjawab apa."Aku bertanya karena aku melihatmu di rumah sakit bersama anak laki-laki,” ucap Lucas mendadak, ”itu anakmu?"Lucas mengetahuinya? Napas wanita itu tercekat.Tandanya … Lucas mengetahui keberadaan Ares?"Kau menikah di usia cukup muda sepertinya.""Itu urusan hidupku," jawab Elle cepat.Namun, Lucas kini menyeringai. Ekspresi pria itu semakin mengintidasinya."Lalu, anakmu bagaimana? Siapa namanya?"Elle tidak langsung menjawab. Ia tidak mengira Lucas akan menanyakan ini. Sialnya, untuk Ares ia belum menemukan alasan."Kurasa, kau sudah terlalu jauh, Sir," tegur Elle."Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu? Bukankah itu pertanyaan umum? Aku melihatmu saat itu di rumah sakit, bersama seorang anak laki-laki. Dia memiliki bola mata berwarna coklat hazel, hidungnya mancung, dan–"Elle menatap Lucas tajam. "Hentikan. Aku tidak suka kau membahas anakku.""Aku hanya ingin berbincang selayaknya atasan dan juru masaknya. Bukankah lebih baik jika mengetahui satu sama lain?""Tidak, sudah cukup. Jika, Anda terus seperti ini aku lebih baik pergi."Pria itu akhirnya bungkam. Namun, Elle tahu, ia tidak akan berhenti sampai sini."Pesanan Anda telah tiba, Mr. Smith."Pelayan itu dengan cekatan membuka tutup botol dan menuangkan anggur kemerahan ke dalam gelas kristal kosong di hadapannya.Elle terkejut saat melihat wine.Ia tidak boleh minum. Kadar alkoholnya sangat tinggi. Ini sangat bahaya! Namun, bila menolak…itu tak sopan. Entah apa yang Lucas akan lakukan padanya."Cheers." Pria itu mengangkat gelasnya.Gugup, Elle memilih mengangkat air putihnya.Alis Lucas mengerut. "Kau menolak wine dariku?""Bukan begitu, Mr. Smith. Hanya saja, aku tidak bisa minum. Aku juga harus pulang setelah ini dan sudah malam, aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk.""Tidak masalah, aku bisa mengantarmu pulang hari ini,” tolak Lucas santai, “minumlah segelas saja."Elle terus menolak.Di sisi lain, Lucas terus membuju, hingga wanita itu pasrah dan terpaksa menegak cairan keunguan itu.Hanya saja, tak lama, Elle merasa tak nyaman.Ia bahkan tanpa sadar menggeliat dan merapatkan kedua kakinya."Kenapa panas sekali?" lirihnya.Seolah dikontrol oleh sesuatu, Elle membuka dua kancing kemejanya.Melihat itu, Lucas tersnyum miring.Pria itu melepas jasnya dan menggulung kemeja hingga batas siku.Jemari kokoh Lucas perlahan membelai dagu Elle dan mengangkatnya sedikit–membuat wanita itu dapat merasakan napas hangat Lucas di wajahnya.Tubuh Elle semakin panas. Ia bahkan menginginkan tangan kokoh itu menyentuhnya."Emy," ucap Lucas mendadak membuat Elle yang sedang mati-matian menahan nafsunya–sontak terkejut.Ia menatap Lucas tidak percaya.Emy adalahpanggilan khusus yang Lucas berikan untuknya di masa lalu. Ternyata benar, Lucas hanya berpura-pura."Tu me manques."Kaku, itu yang dirasakan Elle pada tubuhnya. Terlebih, Lucas tak menghentikan gerakannya. Pria itu semakin mendekatkan bibirnya ke arah Elle yang sialnya sedang terbuka, akibat terkejut.Elle merasakan seluruh tubuhnya bergetar saat bibir ranum Lucas menyapa miliknya. Ingin menolak, tapi tubuhnya berkata lain."Mulai sekarang, kau akan kembali menjadi milikku, Elle. Meski aku sudah memiliki tunangan, kau bisa menjadi wanita simpananku,” titahnya dominan, “selamanya…."Deg!Wanita simpanan? Itu terlalu menyakitkan.Hanya saja, Elle yang ingin menolak–kembali bungkam saat bibir Lucas kembali menyentuhnya.Ia tak berdaya. Terlebih, Elle tidak munafik saat ia menikmati permainan Lucas pada tubuhnya.Sementara itu, Lucas tersenyum saat Elle membalas pagutan bibirnya.Digendongnya wanita itu dengan santai–membawanya ke kamar khusus yang memang sudah ia persiapkan.Lucas tidak bisa menahannya lagi, ia menginginkan Elle dan dirinya menjadi satu–seperti dulu.“You’re such a good mistress, Emy!” Suara berat pria itu terdengar di telinga Elle–terus sepanjang malam.Elle perlahan membuka mata dan terkejut kala menemukan dirinya terbangun di tempat yang asing baginya. Terlebih, saat menoleh ke samping dan menemukan Lucas yang sedang tertidur tanpa atasan. Wanita itu tercekat. Mendadak, ia ingat betapa panasnya pergulatan mereka. Apalagi, miliknya kini terasa tidak nyaman dan sakit, sudah pasti ia melakukannya dengan Lucas. "Aku pasti sudah gila!" erang Elle frustasi. Melihat ke arah jam dan menemukan bahwa kini sudah pukul 4 pagi, Elle memilih segera mengemas barang-barangnya dan pergi sebelum Lucas terbangun. "Kau benar-benar bodoh, Emanuelle Carl!" desisnya seraya berjalan keluar untuk menyetopkan taksi yang lewat. Di sisi lain, Lucas terbangun begitu mendengar suara dering ponselnya. Ia berdecak sebelum mengangkatnya. "Halo?" "Kau di mana? Ini sudah jam 9 pagi." "Jam 9?" ulang Lucas terkejut. "Ya, kau lupa jika hari ini ada rapat mengenai peluncuran produk baru? Mereka semua sudah berkumpul." "Atur ulang jadwal saja, aku sedang di h
Esok paginya, Elle sepenuhnya menghindar dari Lucas. Tidak ia pedulikan pria itu yang kerap kali menelpon untuk komplain masakan atau ingin dibawakan sesuatu. Karena itu, hal remeh seperti laporan absensi pegawai–yang seharusnya bukan jobdesc Elle–diprotes pria itu.Jadi, Elle terpaksa menebalkan mukanya kala berhadapan dengan sekretaris yang selalu membuang muka saat dirinya menitipkan makanan. Buk! Setelah menutup pintu, Elle langsung melempar diri ke sofa empuk sambil meluruskan kakinya yang pegal.Wanita itu memijat dahi, berusaha mengurangi rasa sakit kepala yang diderita.Berusaha untuk menghindari atasan sambil tetap mempertahankan performa kerja bukan pekerjaan mudah. Untung saja, di rumah, Ares tidak banyak tanya mengenai kejadian semalam. Meski demikian, Elle tahu jika anaknya itu jelas menaruh curiga padanya. Drrrt!Dering telepon berbunyi memecah lamunan wanita berusia 28 tahun tersebut. Elle langsung berdiri tegak dan berjalan ke arah telepon internal kantor. "Se
Elle goyah. Tatapan tajam Lucas benar-benar menyiutkan nyalinya. Lagi, mau tak mau harus mengangguk."Baiklah."Namun, Elle segera menyesali keputusannya itu setibanya di ruangan miliknya.Wanita itu terus mondar-mandir di depan komputer yang menyala. Ia sedang memikirkan bagaimana meninggalkan Ares tanpa pengawasan. Terlebih lagi, jika asmanya sedang kambuh. "Apa yang harus kulakukan?"Elle yakin, Lucas tidak mungkin menghabiskan satu hari saja di Bangkok. Hal ini membuat Elle bertambah cemas.Seketika, Elle menyesal telah mengiyakan begitu saja. Ingin menolak lagi, sudah tidak ada waktu."Ah, Eric?!" Apapun masalahnya, Elle tetap bergantung pada Eric, sahabatnya. Toh, tidak ada lagi yang bisa membantunya.Jadi, Elle segera mengeluarkan ponselnya dan men-dial nomor Eric. Memberitahu maksud dan tujuannya."Berapa hari?" tanya pria itu langsung."Aku tidak tahu dengan pasti. Maka dari itu, aku sangat membutuhkan bantuanmu menjaga Ares. Aku tidak mungkin membawanya ikut.""Baiklah. A
Pukul 15.25 waktu Bangkok, mereka akhirnya tiba di hotel. Mendapatkan kunci kamar, Elle segera berjalan cepat meninggalkan Lucas yang sedang mengobrol dengan sekretarisnya di belakang sana. Sungguh, berlama-lama dengan Lucas sangat tidak baik bagi kesehatan jantungnya.Sampai di kamar, Elle menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Ia benar-benar lelah, kepalanya juga berdenyut sakit akibat jetlag.Namun, baru sepuluh menit ia memejamkan mata, pintu kamarnya terketuk. Elle mendengus sebelum membukakan pintu dan kembali dongkol saat melihat Lucas sudah ada didepannya."Aku akan melangsungkan meeting pada pukul tujuh malam. Aku ingin kau menyiapkan olahan daging Secreto Iberico. Aku ingin membuat kolega bisnisku kali ini terkesan dengan jamuan makan malam.""Secreto Iberico? Tapi, daging itu-""Apa kau ingin aku memotong uang gajimu? Kau selalu membantah ucapanku. Bersikaplah profesional, Ms. Carl."Elle terdiam. Ia tiidak bohong jika aura Lucas saat ini sangat menyeramkan."Ba-baiklah," gu
Ares melirik ke arah Eric yang sedang tertidur disampingnya. Film How To Train Your Dragon masih terputar di layar laptop, tapi fokus Ares bukan ke sana.Memanfaatkan kesempatan, Ares mengambil alih laptop dengan was-was. Ia ingin melanjutkan hal tadi siang yang sempat tertunda. Tangannya lihai mencari satu persatu artikel yang memuat Lucas Smith hingga menemukan sebuah nomor perusahaan yang ia cari-cari dan langsung mencatatnya. "Akhirnya dapat." Ares kembali meletakkan laptop ke tempat semula dan bertingkah seolah tidak terjadi apapun saat Eric mulai menggeliat dan terbangun dari tidurnya. "Oh, astaga. Paman ketiduran. Sudah jam berapa ini?""Jam 11 malam, Paman.""Baiklah, kita lanjut menontonnya besok saja. Ini sudah larut malam kau harus tidur."Ares mengangguk dan bersiap ke kamarnya."Oh ya, Paman. Aku ingin bertanya sesuatu." Eric menguap, "Ada apa?""Apa Ibu pernah bercerita mengenai Ayahku?"Eric terdiam, menatap Ares yang kini menunggu jawabannya."Tidak, seingat Pama
Lucas keluar dari walk in closet dengan setelan jas hitamnya lalu berjalan menuju ruang tamu. Di sana sudah ada beberapa dokumen yang diberikan asistennya. "Ambilkan aku teh yang Ibuku bawa dari China," perintah Lucas pada Henry. Sembari menunggu teh siap, Lucas mengambil tablet yang memang selalu berada di ruang tamu, gunanya agar ia tidak perlu mencari susah-susah.Di sana ia melihat perkembangan saham yang ia punya. Seperti tidak ada masalah, pria itu menutupnya kembali dan meletakkannya di tempat asal. Ia menghela nafas sebentar dan menatap dokumen di hadapannya."Aku akan mengurusnya nanti." gumam Lucas kecil."Ini teh Anda." Henry meletakkan gelas di hadapan Lucas. Henry itu perlahan pergi dari ruang tamu dan melanjutkan pekerjaan lain. Sebelum Henry pergi semakin jauh, Lucas kembali memanggilnya, ia perlu menanyai sesuatu."Kau masih ingat anak laki-laki yang aku beritahu terakhir kali?"Henry mengangguk. "Ingat. Ada apa?""Aku ingin kau mencari tahu tentangnya.""Tapi, kau
Ares menutup panggilan telepon dengan seulas senyum diwajahnya. Menghubungi pria bernama Lucas Smith membuat rasa penasarannya sedikit terjawab."Kau sudah menghubungi Ibumu? Bagaimana kabarnya?"Ares mengangguk, "Baik."Tentu saja, ia harus berbohong. Mengandalkan alasan merindukan Elle membuatnya leluasa meminjam ponsel Eric."Astaga, kenapa kau selalu senyum seperti itu? Sini, kita makan siang. Paman sudah belikan pasta dan pizza." Eric menyiapkan bingkisan yang ia bawa di atas meja makan, Ares mengikuti."Setelah ini, Paman harus kembali ke bar. Tak lama, hanya sekitar satu sampai dua jam. Kau bisa sendiri dulu dirumah?""Tak apa, Paman. Aku bisa.""Baiklah."Mereka lanjut dengan makan siang diselingi obrolan ringan."Oh ya, Paman. Aku ingin menanyakan sesuatu."Eric hanya berdeham dengan mulut penuh makanan."Sebelum ada di New York, apa Ibu pernah tinggal di suatu tempat?""Setahu Paman, Ibumu pernah tinggal di Chicago bersama nenekmu sebelum wafat.""Chicago?""Ya. Dulu, nene
Esok paginya.Ares sedang sarapan di depan televisi saat Eric baru saja kembali."Paman! Aku ingin menonton film How To Train Your Dragon lagi!"Eric berjalan mendekat."Maaf, Ares. Paman sedang tidak membawa laptop. Tertinggal di bar. Paman lupa membawanya lagi."Pipi Ares mengembung lucu. Memutar otak agar ia bisa menghubungi Lucas. Ada satu pertanyaan lagi yang ingin ia ketahui."Kalau begitu, boleh aku meminjam ponsel Paman saja?"Eric terdiam. Tentu saja, ia mengingat ucapan Elle kemarin. "Ponsel, ya? Sepertinya, tidak bisa, Ares.""Kenapa? Aku hanya ingin melanjutkan film How To Train Your Dragon saja.""Lebih baik kau segera sarapan lalu berangkat ke preschool. Paman akan mengantarmu."Ares tidak bodoh. Ia tentu menyadari keanehan ini. Elle atau Eric pasti telah mengetahui jika ia berbohong."Baiklah, Paman."Setelahnya, Ares memilih pasrah. Jika, tidak ada ponsel Eric, semuanya akan sulit.Sementara di sisi lain, Elle sedang mengemas barang-barangnya. 5 menit yang lalu, ia me