Bab 1
"Kesehatanku menurun akhir-akhir ini karena perbuatanmu, Kak. I hate you but i love you," gumamku lirih seraya meraba perutku yang mulai kelihatan gendut.
"Kesehatanmu menurun bagaimana, Aya?" tanya Kak Adit dengan penuh perhatian.
"Aku sering pusing kemudian muntah-muntah, Kak," ujarku lagi.
"Tapi aku harus bagaimana, Aya?" tanya Kak Adit mengacak rambutnya dengan raut muka yang kelihatan gusar.
"Aku juga tidak tahu harus bagaimana, Kak. Aku masih semester satu dan sudah harus hamil seperti ini? Aku harus bagaimana!" teriakku sambil menangis tersedu-sedu.
"Sabar, kita cari jalan keluarnya." Kak Adit merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya.
"Tapi aku malu kalau perut ini semakin membesar, Kak. Apa nanti kata Mama dan Papaku?" tanyaku yang masih menangis terisak-isak.
"Iya... sabar kasih aku waktu untuk berpikir." Kak Adit berkata sambil mengecup keningku seakan ingin memberi aku keyakinan kalau semua akan berjalan dengan baik.
"Hapus air matamu, kita jalan-jalan keluar menenangkan pikiran," Kata Kak Adit seraya mengambil helm dan berjalan keluar dari kosnya.
Akupun mengikutinya dari belakang dan hari itu kami jalan-jalan berkeliling kota tanpa tujuan yang jelas dan saat kembali ke kos, kami melakukannya lagi. Kali ini kami melakukannya dengan kesadaran tanpa dipengaruhi oleh minuman apapun.
Kejadian ini merupakan awal dari semua bencana yang menimpaku dan kejadian tak terlupakan yang menghancurkan semua masa depan impian remajaku.
Di usiaku yang baru menginjak sembilan belas tahun dan masih semester dua di bangku kuliahku, saat itulah aku pertama mengenal yang namanya cinta dan tertarik pada seorang Asisten Dosen yang bermata sangat dingin, tetapi kedinginan matanya itulah yang membuat aku terperosok ke dalam lubang kehancuran, yang juga akhirnya membuatku melangkah tertatih sendirian akibat pergaulan yang tidak sepantasnya.
Aku masih ingat kejadian malam itu, kejadian yang sebenarnya tidak kami sadari karena apa yang sudah kami lakukan dalam pengaruh minuman keras yang kami tenggak, kejadian yang membuat aku harus kehilangan mahkota yang seharusnya aku jaga.
Tapi setelah kejadian itu kami bukannya berhenti melainkan tambah dimabukan oleh napsu sehingga kami mengulanginya lagi, lagi dan lagi, kelakuan kami yang berulang hingga akhirnya aku merasakan sering mual dan pusing tanpa sebab apapun.
Karena apa yang menimpaku ini membuat aku terjatuh sedalam-dalamnya dengan jutaan bahkan miliaran pertanyaan berkecamuk di dalam benakku.
"Apakah cita-citaku ingin menjadi seorang sarjana harus kandas karena keadaan ini? Apakah cita-citaku ingin melihat toga di kepalaku akan pupus dan hancur dan tak perlu kukejar lagi? Apakah semua harapan orang tuaku harus pupus dan aku akan menyerah begitu saja dengan keadaan ini?" beribu pertanyaan lainnya dan rasa sesal yang dalam memenuhi kepalaku.
*******
Namaku Rahaya dengan nama kecil Aya, Aku terlahir sebagai bungsu dari dua bersaudara, Ayahku seorang pensiunan dan setelah pensiun bekerja sebagai Sekuriti di sebuah hotel sementara Mamaku seorang Ibu Rumah Tangga biasa.
Kakakku satu-satunya bernama Efendi atau Kak Endi, sudah berkeluarga tetapi karena sesuatu hal istrinya pergi meninggalkan kakakku dengan membawa pergi anak mereka.
Sebagai anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya membuat benakku tertanam kuat keinginan membahagiakan dan membuat Papa Mama bangga kepadaku, Sayangnya harapan indah itu harus pupus di tengah jalan di saat aku menapak di sebuah jalan yang salah.
*********
"Aya, kenapa melamun, Kamu besok sudah kuliah lagi, kan?" tanya Mama yang tiba-tiba muncul di depanku.
"Oh Mama, iya nih Ma, Aya gak melamun kok, Ma," jawabku gelagapan karena ketahuan melamun. Sudah dua hari kampusku ada kegiatan sehingga sebagian mahasiswanya di liburkan.
"Anak Mama sekarang sudah gede, kalau kamu punya masalah di kampus, kamu kasih tahu Mama, Sayang," ujar Mama, sepertinya Mama mengetahui kalau aku menyembunyikan sesuatu.
"Oh ya Ma, apakah Aya sudah boleh pacaran apa belum, Ma?" tanyaku iseng tidak tahu apa yang mau kutanyakan ke Mama karena aku masih memegang janji Kak Adit untuk mencari jalan keluar dari masalahku ini.
Aku beranikan diri bertanya, karena selama ini Mama melarang aku untuk pacaran dulu.
"Selesaikan sekolah kamu dulu, nggak usah mikir pacaran dulu." Begitu nasehat Mama kepadaku.
Padahal sejak SMA sudah banyak yang naksir sama aku, teman-teman Gengku juga sudah punya pacar masing-masing, tapi aku masih saja tidak boleh pacaran sama Mama
"Aya, Mama ngerti perasaan kamu nak, teman-teman kamu pasti sebagian besar sudah punya pacar, Mama ingin kamu sukses dulu, sebelum kamu mengenal apa itu cinta, Mama nggak mau kamu disakiti oleh cowok, Sayang" Kata Mama sambil mengelus rambutku.
Aku tahu Mama sangat protektif kepadaku, mungkin karena aku anak perempuan satu-satunya, sehingga Mama mempunyai harapan yang tinggi kepadaku.
"Iya baiklah, Ma." Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepalaku.
"Aya gak akan berpacaran dulu sampai Aya selesai kuliah dan sukses dalam pekerjaan," sahutku lagi.
"Okey, Mama kebelakang dulu ya," ujar Mama seraya meninggalkanku sendirian lagi dikamar.
Sebenarnya dalam hatiku sedang bergejolak, mengingat aku yang bukan saja sudah berpacaran, tetapi malahan sekarang aku sedang berbadan dua, tapi aku belum mau memberi tahu Mama akan hal ini, selama ini Mama selalu melarang aku pacaran dulu, tetapi godaan pesona kakak bermata dinginku membuat aku ingin mengenal lawan jenisku dan juga penasaran bagaimana rasanya berpacaran itu.
Dulu aku terkadang tersenyum sendiri melihat kelakuan Genkku kalau mereka membicarakan pacar-pacar mereka, sementara aku tidak ada yang bisa aku ceritakan, karena memang aku belum punya pacar, bahkan untuk mencoba pacaran pun belum berani, soalnya takut nanti aku dimarahin Mama kalau ketahuan aku pacaran.
Dan aku teringat awal pertemuanku dengan Kakak Bermata Dingin yang kutemui di loket pendaftaran kuliah, saat itu aku membayangkan seandainya kakak bermata dingin itu menjadi pacarku pasti hari-hariku akan sesibuk Lenny dan pacarnya sehari tiga kali wajib nelfon seperti minum obat saja.
Antara lucu dan sedih berbaur dalam hatiku, lucu mengingat dulu aku sangat ingin berpacaran dengan Kak Adit, Kakak bermata dingin itu dan sedih ketika di saat telah berpacaran ternyata bukan hal indah yang sepenuhnya yang kualami.
Airmataku mengalir deras membayangkan masalah yang aku alami, ditambah ancaman kalau aku akan kehilangan masa depan yang sudah aku rencanakan. Airmataku mengalir deras membasahi pipiku membayangkan kehancuran yang aku perbuat sendiri dengan tingkah lakuku.
Bab 2. Ketika aku sedang duduk bersama gengku di parkiran kampus, tatapan mata yang dingin dari Kak Adit memandang tanpa berkedip kepadaku. Aku mencoba memperhatikan wajah tampan itu, mempesona dan berkharisma, sayang sekali tatapan matanya yang dingin itu seakan-akan ingin menenggelamkanku, membuat aku benar-benar tenggelam dalam lautan tak bertepi, tapi ketika aku akan memanggilnya Kak Adit berlalu begitu saja langsung masuk ke kampus. "Aku dan teman-teman gengku yang sedang nongkrong di tempat parkir mungkin membuat Kak Adit tidak berniat menyapaku atau dia sedang terburu-buru masuk ke laboratorium," batinku melihat sikap cueknya tadi sembari mencoba menepis pikiran lain yang timbul karena Kak Adit tidak menyapaku. Sementara aku melamun, teman-teman gengku masih asyik bercanda, liburan dua hari kemarin mungkin mereka rasakan seperti sudah setahun tidak bertemu, sehingga begitu bertemu langsung heboh menceritakan pengalaman lib
Bab 3 Lamunanku melayang saat pertama aku menjalani ospek di kampus ini, dengan atribut ospek yang harus kukenakan ternyata sekarang baru kusadari bahwa itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan dan bisa membuat aku tersenyum, walaupun dalam keadaan galau seperti ini. "Hari ini hari ospek kamukan, Aya?" Papa bertanya kepadaku. "Iya Pa, Insya Allah hari ini Aya di ospek, cuma Aya geli dengan atribut ini Pa, tempat sampah ini harus digandul di leher," sergahku agak dongkol dengan atribut ospek yang harus kukenakan ini. "Alaa, kamu nih anak manja, baru berpakaian gitu aja sudah mewekk!" celetuk kakakku yang sedang menikmati sarapannya. "Ihh... Kakak, Ayakan belum pernah pakaian seperti ini terus lagi masak aku akan naik motor dengan pakaian mirip badut seperti ini!" seruku manja kepada Kakakku. "Terus lihat deh rambut Aya ini Ma, harus diikat dengan jumlahnya sesuai dengan tanggal. Aduhh.... Aya bingung dengan segala peratur
Bab 4 Sore ini Klub Pencinta Alam di kampus akan mengadakan rapat untuk membahas tentang kegiatan mendaki. Aku dan teman-teman gengku sudah sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, nampak kakak senior sedang membimbing kami tentang peralatan apa yang harus disiapkan, bekal apa yang harus kami bawa dan tentu saja akomodasi apa yang akan kami gunakan nanti pada saat akan ke lokasi kegiatan. Direncanakan kegiatan akan dilaksanakan pada hari Sabtu Minggu, berarti masih ada tiga hari untuk mempersiapkan semua bekal yang akan kami bawa mendaki. Tidak terasa, akhirnya saat berangkat mendaki telah tiba segala bekal telah aku siapkan, dan bersiap-siap berangkat untuk kumpul dulu di kampus, tidak lupa aku pamitan dulu kepada Papa dan Mama untuk berangkat. "Ma, Aya izin mau pergi mendaki bareng teman-teman kampus, doain Aya pulang dengan selamat yah, Ma." aku meminta izin kepada
Bab 5 Udara dingin Gunung Bawakaraeng serta kabut yang masih tebal menyelimuti pendakian kami pagi itu. "Len, lumayan dingin yah," kataku kepada Lenny sembari merapatkan jaketku sembari tidak sadar aku meraba perutku "Selamat menikmati pendakian ini anak, Sayang" bisikku dalam hati yang mulai merasakan adanya kedekatan dengan anak di rahimku ini. "Iya Aya, kabutnya juga masih tebal banget," tukas Lenny yang berjalan di depanku. "Iya nih, untung aku sudah mandi tadi jadi hawa dinginnya ngga terlalu menusuk," tukasku sambil terus berjalan Walaupun tas ransel dipunggungku isinya cuma mie instan dan air gelas tapi cukup menambah berat beban perjalananku. Tetapi entah kenapa aku merasakan ada tenaga yang mendorongku hingga aku dengan mudah mencapai puncak Gunung Bawakaraeng. Kakak-kakak senior berjalan di depan kami,
Bab 6 Jam sembilan malam, suasana Pantai Losari sudah sangat ramai. Pantai Favorit anak-anak muda Kota Makassar ini setiap malam Minggu pasti sangat ramai oleh pengunjung.Kami kemudian mencari tempat parkir yang sudah penuh sesak.Aku mengambil ponselku ingin menelfon Indri ingin menanyakan lokasi nongkrong mereka "Halo Indri kalian dimana? Aku sudah di Panlos ini sama Kak Adit" kataku begitu ponselku tersambung "Aku di tempat biasa kita nongki, di Lego-lego yang paling ujung, Aya" kata Indri menyebutkan tempatnya. "Oh okey baiklah, aku menuju kesana" jawabku seraya mengajak Kak Adit "Kak, mereka di Lego-lego yang paling ujung, kita jalan-jalan saja kesana yuk" dan kami menyusuri Panlos menuju pantai terapung Lego-Lego sembari berbincang-bincang Kak Adit menanyakan keadaanku "Aya, gimana keadaanmu? Maksudku apa kamu tidak mengalami morning sick atau mual di pagi hari sejak sebulan ini kamu gak haid lagi?
Bab 7 "Emang dia sudah punya pacar?" Indri bertanya kepadaku "Dia pernah bilang kalau pacarnya anak Unhas" kataku "Iya sih aku juga pernah dengar dia punya pacar anak Unhas" kata Indri sambil menatapku lekat , dia kemudian melanjutkan "Tapi aku tak yakin mereka masih pacaran deh, sudah dua malam mingguan ini kalian jalan kan? Berarti mereka mungkin sudah tidak pacaran lagi Aya!" Tebak Indri. "Itulah Indri, aku juga bingung, sebenarnya perasaan Kak Adit itu seperti apa kepadaku, aku juga masih bingung!" kataku sambil memainkan handphone ditanganku seraya berfikir apakah kuceritakan saja kepada Indri tentang kehamilanku ini? Tapi tiba-tiba berdering ponsel Indri membuat aku mengurungkan niatku untuk bercerita tentang kehamilanku. "Telfon dari Lenny, katanya hari ini dia izin karena pesanan katering Mamanya lagi banyak" kata Indri begitu selesai berbicara di telepon. "Oh pantesan dia nggak masuk
Bab 8 Jam 7:00 malam, aku dan Kak Adit masih berada di kosan Indri, tugas ketikanku sudah selesai kukerjakan, dengan bantuan kakak terdahsyatku yang jago mengetik sepuluh jari membuat tugas ketikanku cepat selesai. "Capek juga yah, habis ini jalan cuci mata, yuk" ajak Indri. "Aku sih okey aja," jawabku cepat. "Kalau aku kayaknya gak bisa deh, soalnya masih ada tugas Lab malam ini," Kak Adit menjawab "Yah gitu deh, Kak Adit sibuk banget," kata Indri kemudian "Gimana dong,emang kayaknya gitu tugasnya," Kak Adit menjawab kemudian tersenyum "Iyadeh gak papa kalau Kak Adit gak bisa ikut, kita berdua aja Indri, aku juga mau tinta printer ini" kataku kepada Indri. "Iya kalian jalan berdua aja yah, nnti aja kita jalan lagi" Kata Kak Adit kepada ku. "Baiklah kak, siapp!" Kataku kepada Kak Adit. "Ayuh deh kalau Kakak mau pulang, aku antar dulu yuk" kataku kepada Kak Adit "Ayuh, Indri aku pul
Bab 9 Sejak Kakak Bermata Dingin bermalam minggu bersamaku saat syukuran ulang tahun Indri di Pantai Losari Lego-lego, setiap malam Minggu pasti aku akan menjemput Kakak Bermata Dingin di Kampus kemudian kami akan jalan untuk bermalam minggu berdua. Entah kami hanya sekedar nongkrong di Pantai Losari, atau hanya sekedar keluar makan kemudian pulang. Aku merasakan Kakak Bermata Dingin mulai menaruh perhatian kepada ku. Tentu saja aku bahagia dengan keadaan ini, tapi juga aku masih di liputi keraguan, bukanlah Kak Adit pernah mengatakan kalau dia sudah punya pacar? Lantas hubungan dengan aku, apa dong? Apakah hubungan kami bisa dikatakan pacaran? Sementara dia belum pernah mengatakan menyukai ku? "Halo, Kak Adit lagi dimana?" Aku menelepon Kak Adit. "Aku ada di Kampus,Aya. Kamu sendiri dimana?" Balik tanya Kak Adit. "Aku di kosan Indri ini Kak, Kakak kalau ada waktu kosong, Kakak kemari yah?" Sahutku kemudia