Huachim ....Aku duduk di saung yang terletak dekat kolam ikan sambil mengelap hidung yang terus-menerus mengeluarkan ingus. Papa dan Denis begitu asyik serta terlihat kompak saat memancing. Di saat Papa mendapatkan ikan pancingan, Denis turut serta membantu. Pun sebaliknya, sampai hasil tangkapan mereka banyak.Jika hatiku luluh dengan semua sikap manis dan hangatnya Denis, apakah aku harus menerima Denis kembali? Jawab please. Jangan biarkan aku galau sendirian, guys.Aku merapatkan jaket, cuaca hari ini terasa begitu dingin, tapi kulihat kening Denis dan Papa berpeluh, serta pakaian mereka pun basah oleh keringat.“The, kamu nggak apa-apa?” Denis mendekat ke arahku yang duduk di pojokan saung, merapatkan diri dengan tiangnya. Butuh kehangatan akutuh.Aku menjawab pertanyaan Denis dengan gelengan kepala.“Kita pulang aja, muka kamu pucat, tuh.” Denis menyentuh keningku, rona wajahnya menampakkan kekhawatiran.“Aku nggak apa-apa. Kalian terusin aja mancingnya.” Aku berusaha mengukir
🌷🌷Aku menatap pantulan wajah di cermin. Kening yang sudah lebar terasa semakin lebar saat mengingat ucapan Dewi kemarin yang menyarankan agar aku mengambil cuti selama satu bulan, hanya untuk mengikuti ide gilanya. Alibinya adalah demi kebaikanku. Entah dia bersungguh-sungguh atau tidak, namun yang pasti aku sungguh dan sangat keberatan dengan jalan pikirannya yang super aneh. Kadang aku berpikir, sebenarnya dia itu temanku bukan, sih?Aku menoleh, menatap buku segede gaban yang tebalnya sampai seribu halaman. 30 Hari Mengejar Jodoh, huruf-huruf itu berjejer rapi di sampul buku. Aish, ingin rasanya melemparkan itu buku ke muka lelaki pakboy yang meninggalkan aku pas lagi sayang-sayangnya. Belum lagi Papa, yang terus saja merengek ingin segera gendong cucu, padahal cucunya dari ketiga abangku sudah berjumlah satu lusin. Apa masih kurang?Aku bangkit, lalu melemparkan tubuh ke kasur. Empuk. Ingin melemparkan diri ke pelukan lelaki, belum ada yang berkenan untuk segera menghalalkan d
🌷🌷Pagi-pagi buta suara Dewi sudah membuat gaduh saat nongol di kamar, padahal ayam tetangga saja belum pada bangun. Lah ini anak udah stand by aja dimari.“The. Ada kabar baik buat kamu!” Dewi menarik selimut yang menutupi tubuhku.“Paan, sih, Wi. Ini masih pagi tau!” Aku malas membuka mata. Lampu dan gorden pun masih tertutup rapat. Jika pun sudah siang, Bi Sumi pasti membangunkanku.“Pagi dari Hongkong. Udah jam sembilan loh, The!” Dewi menarik tanganku agar duduk. Oke, aku manut. Dewi bisa lebih sadis dari ibu tiri jika keinginannya tidak dituruti.Aku bisa menebak, jika Dewi bersekutu dengan Bi Sumi agar masuk zona nyamanku. Dasar mereka wanita nggak ada akhlaq!Aku melihat Dewi sudah rapi dengan dandanan yang natural. Bibir yang hanya dilapisi lipensetip tipis, ditambah taburan bedak bayi membuatnya terlihat lebih segar kaya asinan Bogor.“Mandi, gih. Jangan lupa hari ini ada kencan buta hari kedua!” Dewi menunjukkan angka dua dengan jarinya.Ish, lagi-lagi Dewi mengingatkan
🌷🌷Siapa sih yang tidak pernah mengalami kasus bau kaki seperti kasus Roy Bayangan kemarin. Aku, Dewi, dan kamu yang lagi baca pun pasti pernah mengalami? Hayo ngaku! Pasti kakimu pernah bau, ya 'kan? Kalo nggak ngaku, aku sumpahin yang boong jadi sukses. Amin!Mataku nyaris tidak bisa terpejam malam ini. Di luar hujan, sepertinya langit dan seperangkatnya mengerti akan adanya hati yang sedang gegana. Gelisah galau merana.Huhuhu ... gagal lagi, deh punya pacar ganteng. Padahal aku udah semangat banget mau ngenalin Roy ke Papa, dan gara-gara Dewi itu semua sirna.Saat jalan pulang kemarin, Dewi tak henti minta maaf. Bahkan ingin membatalkan kencan buta untuk besok pagi, padahal antrean stok lelaki untuk kencan besok panjang, ada sepuluh orang yang ingin merasakan kencan denganku. Namun kali ini aku yang menyeleksi orang-orang itu dan pilihanku jatuh kepada pemilik akun bernama Dede kontainer. Ebuset, namanya aneh banget. Tapi kalo bukan karena tampangnya yang ganteng, aku nggak baka
🌷🌷Menjalin hubungan dengan mantan? Tidaaak ....Aku meremas rambut menirukan gaya perempuan saat melihat suaminya yang direbut pelakor.Memimpikannya saja aku tidak berani, apalagi sampai menginginkan itu terjadi. Kata Papa gula alias sugar dady, mantan itu rasanya kaya sayur kemarin lusa. Asem, kecut, basi! Mau dihangatkan pake cara dipresto juga rasanya akan tetep nggak enak. Jangan dicicipi, letakkan ke tempat pembuangan sampah yang terdalam, biar dia tenggelam dan nggak bisa bangkit lagi. Nggak percaya? Sana cobain deh.Hari ini Dewi tidak ada kabar, terakhir di chat dia bilang kalau masih sibuk mengurus pernikahannya. Ya sudah. Urusan comblang menyomblang ini biar aku yang tangani sendiri. Malu jika sampai urusan jodoh teman pun turun tangan. Kan katanya jodoh ada di tangan Tuhan, jadi biarlah takdir Tuhan yang berbicara, dan aku yang melakukannya semaksimal mungkin. Hiya ... bisa ngomong bijak aku. HahahaSore ini langit mendung, hujan turun rintik-rintik mirip air mataku yan
🌷 Wanita itu tulang rusuk, lelaki tulang punggung, mantan tulang belulang. Buang!🌷🌷Aku meremas kertas berwarna merah muda yang diberikan Pak Edi-OB kantor. Di sana tertulis nama Denis dengan seorang wanita berinisial T. Tapi itu bukan Terasi apalagi nama Theresia, melainkan nama Tania yang bersandingan dengan nama Denis.Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia, harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia ... huwo uwo ....Sakit, nyesek, plus pengen makan odading campur jadi satu. Air mata luruh tanpa salam. Dada ini pun remuk redam.Huaaaaaaaa ... Denis kamu jahat! Tangisku menggelegar sambil garuk-garuk tembok. Untungnya aku memiliki ruangan pribadi, jadi mau menangis sambil koprol pun bebas.Surat undangan pernikahan Denis yang masih disegel, aku potong-potong menjadi bagian paling kecil. Diiringi lagu mengheningkan cipta, dan berakhir di tempat sampah.Huuhuhu ... membayangkan hal itu membuatku kembali berderai air mata dan menjadi cengeng. Aku menyeka air mata deng
🌷🌷Tidak pernah terlintas di benakku bisa akur dengan mantan. Hal Yang sering aku lakukan dulu adalah menjaga jarak sejauh mungkin dengan mereka. Perasaan takut disakiti lagi, lebih dominan dari rasa benci, dan aku memilih menjauh.Denis mengantarku pulang setelah puas jalan-jalan di taman, tidak lupa ia membelikan aku pop corn. Ia masih ingat rupanya dengan apa yang kusuka.Aroma parfum dari tubuhnya memenuhi rongga hidung saat aku duduk manis di boncengan membangkitkan kenangan di masa lalu. Ahh ... aku merindukan momen kebersamaan ini.“Pilihin parfum dong, Sayang,” ucapnya kala itu saat kami tengah berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan, dan aku dengan senang hati memilih.“Ini kayanya cocok deh!” Aku menyodorkan parfum dengan aroma campuran menthol dan pinus. Menurutku cocok dengannya yang maskulin tapi terkesan dingin, mirip primata yang ada di hutan. Denis memang seperti itu, btw.Denis dengan wajah semringah saat aku menyodorkan parfum pilihanku. Sejak saat itu ia selalu me
Bab. 7Aku, Dewi dan Denis duduk bertiga di ruang tengah. Sahabatku tertawa lepas saat Denis melemparkan guyonan padanya. Mudah-mudahan masalah yang Dewi hadapi segera menemukan titik terang dan Denis berhenti mengejarku.“The ... gimana kencan buta kamu. Ada hasil?” Dewi menanyakan itu tanpa rasa bersalah. Harusnya ia berpikir ribuan kali jika masuk ke sebuah grup biro jodoh. Ini pun risikonya tidak main-main, jika dalam waktu 30 hari masih jomlo, maka akan dinikahkan dengan orang yang pilihan admin grup.Otakku membayangkan bagaimana calon suami pilihan admin. Tiba-tiba tubuhku bergidik saat terbayang Lamban yang jadi suamiku. Nggak bakal bisa bohong kalo dia jadi suamiku, sedangkan aku paling jago bohong sama Papa.Eits ... jangan ditiru, ya.Aku menjawab pertanyaan Dewi dengan menggelengkan kepala, lalu mengembuskan napas panjang.“Mas ini, siapa kamu, The?” Dewi menunjuk Denis yang tengah fokus nonton drakor. Yaelah, laki-laki, kok doyan nonton beginian.“Dia mantan aku d