Share

cemburu dengan mantan?

🌷🌷

Tidak pernah terlintas di benakku bisa akur dengan mantan. Hal Yang sering aku lakukan dulu adalah menjaga jarak sejauh mungkin dengan mereka. Perasaan takut disakiti lagi, lebih dominan dari rasa benci, dan aku memilih menjauh.

Denis mengantarku pulang setelah puas jalan-jalan di taman, tidak lupa ia membelikan aku pop corn. Ia masih ingat rupanya dengan apa yang kusuka.

Aroma parfum dari tubuhnya memenuhi rongga hidung saat aku duduk manis di boncengan membangkitkan kenangan di masa lalu. Ahh ... aku merindukan momen kebersamaan ini.

“Pilihin parfum dong, Sayang,” ucapnya kala itu saat kami tengah berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan, dan aku dengan senang hati memilih.

“Ini kayanya cocok deh!” Aku menyodorkan parfum dengan aroma campuran menthol dan pinus. Menurutku cocok dengannya yang maskulin tapi terkesan dingin, mirip primata yang ada di hutan. Denis memang seperti itu, btw.

Denis dengan wajah semringah saat aku menyodorkan parfum pilihanku. Sejak saat itu ia selalu membelinya jika sudah habis, dan itu menjadi aroma kenangan hubungan kami.

Aku memandangi langit-langit kamar, terlintas bayangan wajah Denis di sana tengah tersenyum dan sukses membuatku berdebar. Apakah ini tanda akan adanya CLBK? Cinta lama belum kenyang.

“Aku mau CLBK, The!” serunya siang tadi.

“Cinta lama belum kelar?” tanyaku.

“Bukan ... tapi cinta lama belum kenyang!”

“Kok?”

“Iya, kita belum kenyang memadu kasih, belum kenyang mencintai dan menyayangi. Aku belum kenyang membuat kamu bahagia!”

“Halah ... modusmu kaya wedus, Denis!”

“Aku akan pelan-pelan dan menunggumu, sampai siap terima aku kembali!” Denis meraih tanganku dan menggenggamnya erat lalu menciumnya lembut. Membuatku kembali nostalgia di saat kami memadu cinta.

Adegan kemesraan ini disaksikan oleh mamang batagor dan para penghuni taman. Eaakkk ....

Saat tengah asyik berpandangan mata, ponselku bergetar membuyarkan kemesraan. Papa mengirimkan chat kalau sedang ke puncak mengunjungi sanak saudara. Sudah bisa dipastikan beliau tidak akan pulang dalam waktu dekat. Dan soal burung perburungan ia serahkan pada asisten kepercayaan, Bi Sumi!

🌷🌷

Aku membuka mata saat mendengar pintu kamar diketuk.

“Ada apa Bi Sumi?”

“Ada tamu, Non!”

“Siapa yang bertamu pagi buta begini?”

“Mas Denis, Non!”

Aku mengerjap, melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Tanganku menyibak selimut lalu berjalan menuju cermin.

Aku berkaca sebelum turun ke bawah menemui Denis.

Ish, ngapain sih. Cuma ketemu Denis, Theresia. Bukan calon pacar! Aku memutar badan, segera turun menemui Denis.

“Ngapain lagi, sih, ke sini?”

Denis menoleh saat aku berdiri di sampingnya. Ia berdiri lalu berjalan mendekat, tanpa komando Denis mencium keningku.

“Pagi, calon istri!” serunya.

Aish, kenapa lelaki itu pandai membuat aku klepek-klepek!

“Nggak usah gombal. Mau ngapain pagi-pagi buta ke sini?” Tanganku menyeka kening bekas kecupannya.

“Aku kangen.”

“Non, tamunya nggak disuruh masuk dulu?”

“Nggak usah, Bi. Dia udah mau ....”

“Mau, Bi. Aku mau sarapan di sini, boleh?”

“Boleh atuh, Mas.”

“Bi ...,” teriakku, tapi Bi Sumi pura-pura tidak mendengar.

“Eh, Non. Kata ibunya tetangga Bi Sumi, kalo ada tamu pagi-pagi itu disuruh masuk. Pamali!” seru Bi Sumi berjalan mendekat, tangannya menggandeng Denis masuk ke dalam rumah.

Ini yang punya rumah aku atau Bi Sumi, sih?

Aku berjalan di belakang mereka, Denis yang dituntun Bi Sumi duduk manis di meja makan. Odading Mang Solihin tersedia di meja, makanan favorit Bi Sumi, dan tentunya kesukaanku juga.

Bi Sumi naik ke lantai atas, meninggalkan aku dan Denis berdua di dapur.

Ingin rasanya aku menyanyikan lagu terdiam sepi saat menghadapi situasi begini. Canggung dan entah apa yang harus aku lakukan. Aku melirik Denis yang sedang asyik melahap odading, ia bahkan tidak menganggap aku ada.

Halo, Denis. Aku ada di sini, loh! Ingin rasanya aku berteriak. Tapi, ah, sudahlah.

Setengah jam aku tak diacuhkan, dengan kesal pergi dari dapur menuju ruang tengah, mengambil remote dan menyalakan TV.

“Kamu belum jawab pertanyaan aku kemarin, The!” seru Denis lalu duduk di sebelahku.

Aku memeluk lutut, lalu menenggelamkan wajah. Aku malas berhadapan dengan situasi begini, aku tidak suka. Ini terlalu romantis.

“The ....”

Aku mengangkat wajah, lalu menoleh ke arahnya. Pandangan mata Denis teduh, aku merasakan seperti ada penyesalan dari tatapannya.

“Aku masih sayang sama kamu. Aku mau menebus semua kesalahanku.”

Tahan, Theresia. Jangan sampai goyah.

“Nggak, aku nggak akan mau pacaran sama kamu!”

“Idih, ge'er. Siapa juga yang mau ngajak kamu pacaran!”

Tuh 'kan. Aku dikerjain lagi!

“Aku mau ngajak kamu nikah. Jadi istri aku!” serunya.

Hancur, roboh, runtuh benteng pertahanan ini.

Yes, i do, Denis. Aku mau nikah sama kamu!

Tidak ... tidak ... untuk kali ini tahan harga dulu.

“Sorry, aku nggak bisa!”

“Kenapa?”

“Masih banyak laki-laki baik di luar sana. Dan aku pasti bisa cari ganti yang lebih baik dari kamu. Yang nggak seenak udelnya ninggalin pas lagi sayang-sayangnya.”

“The, please. Kasih aku kesempatan kedua.”

“Masih ada waktu tiga minggu buat cari pendamping di grup CCC, dan aku pasti bisa!”

“Lalu kalo kamu nggak bisa dapat jodoh dari waktu yang ditentukan, kamu akan dijodohkan dengan orang yang kita sama sekali nggak tahu kaya gimana!”

Kalimat Denis membuatku kaget. Maksudnya apa?

“Aku nggak ngerti!”

Denis mengeluarkan ponsel miliknya, lalu membuka grup CCC. Aku menggeser posisi, lebih dekat dengannya hingga kaki kami bersentuhan. Aku menghidu parfum kenangan dari tubuhnya. Nyaman, dan aku ingin kembali ke masa itu, di mana kedua hati ini masih saling mencinta.

Denis ... aku rindu!

“Ini. Syarat paling akhir dan wajib kamu tahu. Kalo misalkan dalam waktu satu bulan kandidat belum menemukan jodoh, maka mau tidak mau harus mau dijodohkan dengan orang yang dipilih admin. Makanya alumni dari CCC pasti menikah.”

Aku melongo. Mana bisa. Itu namanya pemaksaan!

“Tapi aku tetep nggak mau balikan sama kamu!”

“Theresia, ibuku pengen ketemu sama Mama.”

“Kamu 'kan tahu kalo Mama udah meninggal!”

“Maksud aku, ibuku pengen ketemu Mama yang akan melahirkan cucunya!”

Denis ... hayu, nikah!

Aku menutup wajah dengan tangan, malu. Sudah bisa dibayangkan jika wajahku memerah seperti kepiting rebus.

Aku merasakan tangan Denis berada di bahu, mengusapnya pelan dan memberikan rasa nyaman.

Denis ... usaha lebih keras agar aku mau balikan sama kamu.

Ish, dasar Theresia labil!

“Theresia!”

Aku menoleh ke arah pintu, di sana berdiri Dewi. Wajahnya yang putih kini terlihat memerah. Ia habis nangis.

“Wi ....” Aku berdiri lalu mendekatinya. Dewi berlari ke arahku, memelukku erat. Aku mengusap punggungnya, Dewi terisak di dadaku.

“Wi, kenapa?”

Dewi masih menangis, tidak menjawab pertanyaanku. Denis berdiri di antara kami, memandang dengan tatapan bingung.

“duduk dulu, Wi.” Aku menuntunnya duduk di atas karpet, tempat duduk tadi.

Mulut Dewi masih diam, tapi tangisnya sedikit reda.

“The ... Dion selingkuh!” serunya lalu kembali menangis. Aku menyerahkan tissue untuknya. Dion adalah calon suami Dewi, karyawan di perusahaan milik Papanya.

“kamu salah lihat kali, Wi!” seruku berusaha menenangkan.

“Aku nggak mungkin salah. Wanita yang Dion temui kemarin itu mantan kekasihnya.”

Aku mengusap punggung Dewi, sementara Denis hanya diam mengamati kami.

“The ... aku harus gimana?”

Pertanyaan Dewi membuatku bingung. Jangankan membantunya mencari solusi, masalah yang ada di depan mataku pun belum ada penyelesaiannya.

“Kalo aku boleh kasih saran. Kalo pasangan kita selingkuh, jangan dicemburui. Rasa cemburu itu hanya akan membuatnya besar kepala. Jika mampu tahanlah, jika tidak maka balaslah!”

“Mas, siapa?” Dewi bertanya saat menyadari kehadiran Denis.

“Kenalin, aku calon pacar, calon tunangan, calon suami Theresia!” Denis mengulurkan tangan dengan percaya diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status