Aku berusaha mencairkan suasana dengan bertanya seputar pekerjaannya dan apesnya dijawab pake gaya rapper.Pengen rasanya ngelus dada laki orang. Eh, dada Denis nggak apa-apa, deh. Dia pasti seneng dielus dadanya sama aku. Aku juga kangen nggak lakuin itu.Hayo, loh. Theresia, kamu nakal!Aku berusaha berbaur dengan situasi begini, meski yang kulihat Dewi sepertinya tidak nyaman. Ia bahkan butuh ketenangan yang jauh lebih tenang setelah masalah gagalnya pernikahannya.Duh, Wi. Maafin aku.Tiba-tiba mataku menangkap sosok tak asing, seorang lelaki tengah menggandeng tangan wanita hendak masuk ke dalam cafe.“Dion!” seruku pelan, tapi sepertinya Dewi mendengar ucapanku. Wajahnya lalu menatap ke arah sosok yang sedang aku amati.Raut wajah Dewi berubah drastis. Wajahnya yang semula sedikit ceria, kini mendadak muram.Kesialan hari ini tidak sampai di sini, Dion pun menyadari kehadiran Dewi. Lelaki itu berjalan mendekat ke arah kami.“Hai, Wi. Kamu lagi apa?” tanyanya. Dion memas
Memang benar, sejak saat aku menerima surat undangan pernikahan Denis, aku resign dan mengurung diri di rumah selama hampir setengah tahun. Lalu berikutnya aku kembali bertemu Dewi setelah sekian lama tidak berjumpa. Saat lulus SMA, Dewi ikut orang tuanya kuliah di luar negeri dan aku tetap di sini.Aku menoleh ke arah Denis, wajah lelaki itu menampakkan keseriusan. Ah, entahlah, aku tidak mau membayangkan yang indah-indah, tapi di sisi lain, hatiku pun kesepian dan sepertinya aku butuh manusia seperti Denis.Ah, dasar aku labil.“Kamu bawa aja uangnya. Aku nggak butuh!” Aku masih dengan pendirian ini, enggan menjalin dengan manusia yang sudah menjadi mantan.Lah, emang kalo udah mantan, dia jadi setan, gitu?“Ini hak kamu. Aku kembalikan.”Kartu ATM ia letakkan di dekatku. Denis lantas berdiri. Ih ... kok cepet banget pergi.“Aku pulang dulu.” Denis mengarahkan wajahnya, menatapku yang sedang menatapnya.“Saranku, kencan butanya nggak usah diterusin. Karena cintaku padamu aka
Aku membuka mata saat mendengar suara rintik hujan di luar. Mataku melirik ke arah jam di dinding, pukul lima sore. Aku bangkit dan keluar kamar.Hujan deras mengguyur bumi senja ini dan jauh dalam hati ini merasakan sepi. Kakiku perlahan mendekati teras, tangan kanan terulur menyentuh air yang turun dari atap.“Denis.” Nama itu lolos dari mulutku.Sebegitu besarkah rasa cintanya padaku, sampai ia melakukan ini semua? Apakah ia benar-benar akan berubah, dan tidak meninggalkan aku seperti dulu.Tuhan ... aku bingung.Aku berjalan semakin menjauhi teras, sampai tubuh ini basah oleh air hujan.Tuhan ... aku pun ingin bahagia, meski tak bersama dia ....Nyanyian sendu penghantar kegalauan sore ini. Mandi hujan sampai puas mumpung Papa tidak ada di rumah.Aku memejamkan mata, bayangan wajah Denis melintas. Kenangan masa lalu berputar-putar dalam ingatan, membuatku pusing.Aku menyudahi mandi hujan, bergegas ke kamar mandi guna bilas dengan air hangat lalu mengganti pakaian.Aku duduk di ru
Huachim ....Aku duduk di saung yang terletak dekat kolam ikan sambil mengelap hidung yang terus-menerus mengeluarkan ingus. Papa dan Denis begitu asyik serta terlihat kompak saat memancing. Di saat Papa mendapatkan ikan pancingan, Denis turut serta membantu. Pun sebaliknya, sampai hasil tangkapan mereka banyak.Jika hatiku luluh dengan semua sikap manis dan hangatnya Denis, apakah aku harus menerima Denis kembali? Jawab please. Jangan biarkan aku galau sendirian, guys.Aku merapatkan jaket, cuaca hari ini terasa begitu dingin, tapi kulihat kening Denis dan Papa berpeluh, serta pakaian mereka pun basah oleh keringat.“The, kamu nggak apa-apa?” Denis mendekat ke arahku yang duduk di pojokan saung, merapatkan diri dengan tiangnya. Butuh kehangatan akutuh.Aku menjawab pertanyaan Denis dengan gelengan kepala.“Kita pulang aja, muka kamu pucat, tuh.” Denis menyentuh keningku, rona wajahnya menampakkan kekhawatiran.“Aku nggak apa-apa. Kalian terusin aja mancingnya.” Aku berusaha mengukir
🌷🌷Aku menatap pantulan wajah di cermin. Kening yang sudah lebar terasa semakin lebar saat mengingat ucapan Dewi kemarin yang menyarankan agar aku mengambil cuti selama satu bulan, hanya untuk mengikuti ide gilanya. Alibinya adalah demi kebaikanku. Entah dia bersungguh-sungguh atau tidak, namun yang pasti aku sungguh dan sangat keberatan dengan jalan pikirannya yang super aneh. Kadang aku berpikir, sebenarnya dia itu temanku bukan, sih?Aku menoleh, menatap buku segede gaban yang tebalnya sampai seribu halaman. 30 Hari Mengejar Jodoh, huruf-huruf itu berjejer rapi di sampul buku. Aish, ingin rasanya melemparkan itu buku ke muka lelaki pakboy yang meninggalkan aku pas lagi sayang-sayangnya. Belum lagi Papa, yang terus saja merengek ingin segera gendong cucu, padahal cucunya dari ketiga abangku sudah berjumlah satu lusin. Apa masih kurang?Aku bangkit, lalu melemparkan tubuh ke kasur. Empuk. Ingin melemparkan diri ke pelukan lelaki, belum ada yang berkenan untuk segera menghalalkan d
🌷🌷Pagi-pagi buta suara Dewi sudah membuat gaduh saat nongol di kamar, padahal ayam tetangga saja belum pada bangun. Lah ini anak udah stand by aja dimari.“The. Ada kabar baik buat kamu!” Dewi menarik selimut yang menutupi tubuhku.“Paan, sih, Wi. Ini masih pagi tau!” Aku malas membuka mata. Lampu dan gorden pun masih tertutup rapat. Jika pun sudah siang, Bi Sumi pasti membangunkanku.“Pagi dari Hongkong. Udah jam sembilan loh, The!” Dewi menarik tanganku agar duduk. Oke, aku manut. Dewi bisa lebih sadis dari ibu tiri jika keinginannya tidak dituruti.Aku bisa menebak, jika Dewi bersekutu dengan Bi Sumi agar masuk zona nyamanku. Dasar mereka wanita nggak ada akhlaq!Aku melihat Dewi sudah rapi dengan dandanan yang natural. Bibir yang hanya dilapisi lipensetip tipis, ditambah taburan bedak bayi membuatnya terlihat lebih segar kaya asinan Bogor.“Mandi, gih. Jangan lupa hari ini ada kencan buta hari kedua!” Dewi menunjukkan angka dua dengan jarinya.Ish, lagi-lagi Dewi mengingatkan
🌷🌷Siapa sih yang tidak pernah mengalami kasus bau kaki seperti kasus Roy Bayangan kemarin. Aku, Dewi, dan kamu yang lagi baca pun pasti pernah mengalami? Hayo ngaku! Pasti kakimu pernah bau, ya 'kan? Kalo nggak ngaku, aku sumpahin yang boong jadi sukses. Amin!Mataku nyaris tidak bisa terpejam malam ini. Di luar hujan, sepertinya langit dan seperangkatnya mengerti akan adanya hati yang sedang gegana. Gelisah galau merana.Huhuhu ... gagal lagi, deh punya pacar ganteng. Padahal aku udah semangat banget mau ngenalin Roy ke Papa, dan gara-gara Dewi itu semua sirna.Saat jalan pulang kemarin, Dewi tak henti minta maaf. Bahkan ingin membatalkan kencan buta untuk besok pagi, padahal antrean stok lelaki untuk kencan besok panjang, ada sepuluh orang yang ingin merasakan kencan denganku. Namun kali ini aku yang menyeleksi orang-orang itu dan pilihanku jatuh kepada pemilik akun bernama Dede kontainer. Ebuset, namanya aneh banget. Tapi kalo bukan karena tampangnya yang ganteng, aku nggak baka
🌷🌷Menjalin hubungan dengan mantan? Tidaaak ....Aku meremas rambut menirukan gaya perempuan saat melihat suaminya yang direbut pelakor.Memimpikannya saja aku tidak berani, apalagi sampai menginginkan itu terjadi. Kata Papa gula alias sugar dady, mantan itu rasanya kaya sayur kemarin lusa. Asem, kecut, basi! Mau dihangatkan pake cara dipresto juga rasanya akan tetep nggak enak. Jangan dicicipi, letakkan ke tempat pembuangan sampah yang terdalam, biar dia tenggelam dan nggak bisa bangkit lagi. Nggak percaya? Sana cobain deh.Hari ini Dewi tidak ada kabar, terakhir di chat dia bilang kalau masih sibuk mengurus pernikahannya. Ya sudah. Urusan comblang menyomblang ini biar aku yang tangani sendiri. Malu jika sampai urusan jodoh teman pun turun tangan. Kan katanya jodoh ada di tangan Tuhan, jadi biarlah takdir Tuhan yang berbicara, dan aku yang melakukannya semaksimal mungkin. Hiya ... bisa ngomong bijak aku. HahahaSore ini langit mendung, hujan turun rintik-rintik mirip air mataku yan