Part 34"Hallo, assalamualaikum Dek Reina. Kamu ada dimana?" tanya Mas Rusdy di seberang telepon."Waalaikum salam. Aku di rumah saja Mas, ada apa?""Siap-siap ya, bentar lagi aku jemput.""Mau kemana?""Ke percetakan sama butik.""Oh, oke."Panggilan telepon itupun terputus. Semenjak aku menerima lamarannya. Mas Rusdy jadi semakin gencar menghubungiku, entah itu melalui pesan maupun telepon. Terkadang video call tapi aku malu sendiri kalau melihat wajahnya. Jadi lebih memilih untuk panggilan saja. Gamis warna biru elektrik dan hijab dengan nuansa senada, kupakai kali ini untuk membalut tubuhku. Tak lupa hiasan bros swarovski dengan design simple, kusematkan di dada sebelah kiri. Tak lupa aku memoles wajahku dengan make-up tipis-tipis dan lipbalm berwana pink yang membuat bibirku tak begitu pucat.Aku tersenyum memandangi sendiri wajahku di depan cermin. Tak lupa membawa clutch pandan handmade dengan hiasan payet dan bunga-bunga. "Wah tak biasanya nih mbak dandan. Cantik banget, mau
Part 35Selesai doa bersama, aku mencium punggung tangan lelaki yang sudah menjadi suamiku, dan dia justru mengecup puncak kepalaku, membuatku canggung karena sudah dilihat oleh orang-orang.Saat semua mengukir senyuman, tiba-tiba saja ..."Mas, awaaaasss!!" teriak Freya.Doorrr!Bersamaan dengan suara tembakan itu, Freya yang tiba-tiba memeluk Rusdy, terkena sasaran tembak. Tubuhnya bersimbah darah."Astaghfirullah hal'adzim. Apa yang terjadi?" pekik seseorang.Semua orang menjadi panik karena insiden penembakan ini. Beberapa orang berlarian kalang kabut keluar dari pesta. Pun dengan anak buah Mas Rusdy, mereka berlarian keluar gedung untuk mengejar pelaku penembakan."Freyaaa ....!" teriak Bu Wirda dengan histeris. Pipinya sudah basah oleh air mata. Ia memeluk putri kesayangannya dengan erat, tak peduli dengan darah yang ikut menempel pada bajunya.Pak Hadiyan tampak menghubungi seseorang. Wajahnya terlihat begitu gusar. Sedangkan ibu mertuaku, dia memelukku erat sambil menangis ter
Part 36POV HendiSetelah mendekam di jeruji besi kurang lebih selama tiga mingguan, karena harus menjalani masa penyelidikan, menjadi saksi dan yang lain-lain. Tapi akhirnya aku dibebaskan. Aku dinyatakan tidak bersalah. Dan pelaku yang sesungguhnya sudah tertangkap, yaitu kaki tangan Bos Komara. Entah kenapa bos Komara malah katanya tak terlibat dalam hal ini dikarenakan saat ditest lab, dia dinyatakan bebas alias negatif narkotika. Tapi yang membuatku tercengang, kaki tangan bos itu bisa melenggang bebas setelah beberapa hari pemeriksaan, tak ada menjalani masa hukuman atau yang lainnya, seperti tak terjadi kasus apapun.Hari-hari mendekam di penjara memberikanku pelajaran banyak hal. Aku kepikiran ibu dan juga istriku, mereka pasti sangat mengkhawatirkanku.Kuhela nafas dalam-dalam, keluar dari tahanan, bingung apa yang harus kulakukan. Karena semua barang disita, hanya dompet kosong beserta identitas diri dan handphone saja yang dikembalikan.Berada di kota asing tanpa siapa-siap
Part 37POV HendiDrrrttt drrrttt ... Tiba-tiba ponselku bergetar. Kulihat sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal."Ya, halo ...""Mas, to-long ...""Kartika? Ini Kartika kan?""Ya mas, tolong ... Sakit ...""Kamu dimana, sayang?""Di rumah, Mas.""Ya sudah, mas segera pulang. Kau tunggu sebentar ya.""Cepetan Mas, aku dah gak kuat, sakit banget.""Kamu mau melahirkan?""Iya sepertinya, Mas."Mendengar ia akan segera melahirkan, gegas aku pulang. Kusingkirkan beberapa pertanyaan. Di rumah bukannya tadi sepi? Apa dia baru pulang. Entahlah."Bu, aku pulang dulu. Kartika mau melahirkan," pamitku."Ya nak, hati-hati. Semoga selamat istrimu."Aku mengangguk. Hatiku benar-benar dilanda kekacauan. Rasanya pusing tidak terkira. Kepalaku serasa mau pecah. Belum lagi rasa sesak di dadaku belum juga hilang."Ayo, aku antar. Aku juga sekalian mau pulang," ajak Rusdy.Aku meliriknya sekilas. Seperti tak ada sorot dendam di matanya. Mungkin dia menganggap kejadian tadi sebagai angin lalu.*"Te
Part 38POV HendiSaat mencari keberadaannya, mendadak kutemukan secarik kertas berisi tulisan Kartika.*Aku pergi. Jangan cari aku.*Rasanya kalang kabut. Malam-malam begini pergi kemana Kartika? Padahal aku sudah bertekad dalam hati, ingin membina rumah tangga ini dengan baik, apalagi sekarang sudah ada Hana. Aku mengurut kening dengan penat. Bisa-bisanya dia pergi dalam kondisi masih lemah seperti itu. Sebagai suami, jelas saja aku sangat khawatir. Untung saja tadi Hana aku titipkan pada ibu. Aku pulang ke rumah karena ingin mengambil susu formula dan diapers. Tapi sampai disini justru Kartika pergi entah kemana. Aku kembali ke rumah ibu membawa susu dan diapers untuk persediaan Hana. Besok aku harus mulai mencari kerja. "Bu, aku nitip Hana sebentar Bu," ucapku sembari menyerahkan susu dan diapers."Kamu mau kemana?" Ibu balik bertanya."Cari Kartika, Bu. Dia pergi dari rumah," sahutku agak kesal."Halaaaah untuk apa dicari segala! Pergi biar pergi aja. Malah syukur kalau gak a
Part 39Praankk ...!!Lelaki paruh baya itu mengamuk, melemparkan semua barang-barang yang ada didekatnya."Aaarghhh ..." geramnya. Teriakan suaranya menggema di seluruh ruangan. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia teramat kesal. Penampilannya berantakan. Pun dengan barang-barangnya terlihat pecah belah, berserakkan di lantai. Remuk redam. "Kenapa gagal lagi, gagal lagi hah?!" pekiknya dengan histeris. "Aku gak percaya ini! Lagi-lagi dia lolos dari maut!! Kalian kalau kerja yang bener dong!! Punya anak buah semuanya gak ada yang becus!" tukasnya sembari mengangkat jari telunjuknya ke wajah anak buahnya sendiri."Habisi satu orang aja, gak bisa. Gagal terus!!" pungkasnya kembali.Ada amarah terselip dalam nada bicaranya. Ia benar-benar terbakar emosi apalagi mendengar pernikahan mereka tetap berlangsung dengan lancar. Dan korban tembak itu bukanlah si target, melainkan orang lain. Gemuruh panas mengalir di dalam darahnya. "Aaarghhh! Apa yang harus kulakukan! Beragam cara untuk
Part 40"Mas, apa aku tidak salah dengar? Kamu mengajakku pulang? Apa kamu masih mau menerimaku?""Ya, kita mulai lagi hubungan ini dari awal. Lebih baik berubah dan mengakui kesalahan dari pada mengakhiri hidup seperti ini.""Mas ...?""Aku akan menerimamu kembali. Kamu tetaplah istriku. Sampai kapanpun, akan tetap jadi istriku. Lupakanlah masa lalu yang buruk, kita mulai lagi dari awal ya?"Kartika memeluk tubuh suaminya dengan erat. Bahkan saking eratnya seperti tak ingin terlepas."Maafin aku, Mas. Aku sudah salah padamu. Aku hanya memanfaatkanmu dulu. Maaf Mas ..."***Hendi membawa Kartika pulang ke rumah ibunya. "Assalamualaikum, Bu.""Waalaikum salam."Wanita paruh baya yang sedang menggendong bayi cacat itu terkejut melihat kedatangan mereka."Kartika ...?" tukas ibu dengan nada tak percaya.Kartika menghambur ke arah ibu mertuanya. Wanita itu bersimpuh di kaki sang mertua."Maafin aku, Bu. Aku punya banyak salah pada ibu dan juga pada kalian. Maafin aku, Bu. Aku janji akan
Part 41Setelah kekacauan yang terjadi di hari pernikahan mampu membuat ketakutan bagi sebagian orang, tapi aku masih bisa bersyukur. Semua kembali baik-baik saja. Pun dengan kondisi Freya yang juga mulai membaik.Aku bersyukur karena pernikahan ini sudah sah. Ya, secara resmi aku dan Mas Rusdy telah sah sebagai suami istri.***Aku duduk di depan meja rias sembari menyisir rambutku yang tergerai panjang. Jantungku kembali berpacu cepat ketika seseorang membuka pintu kamar. Mas Rusdy masuk sambil tersenyum. Deg deg deg. Bagaimana ini? Kenapa rasanya begitu gugup menghadapinya.Aku ikut tersenyum melihatnya di pantulan cermin. Aku tetap duduk mematung di depan kaca rias. Mas Rusdy mendekat ke arahku lalu ia berjongkok di sampingku. Melihatnya seperti ini justru membuat debaran-debaran jantung ini semakin tak menentu.Mas Rusdy meraih tanganku, menggenggam kedua tanganku dan menciuminya dengan lembut. Saat ini posisiku menghadap kearahnya."Kamu sudah mandi?" tanyanya.Aku mengangguk.