Share

6. Malam yang Harusnya Indah

Elya terdiam di tempatnya, gadis itu memakan nasi yang dibelikan Bariqi. Elya tampak makan dengan lahap, sesekali Bariqi akan melirik ke arah gadis itu yang telinganya tidak lagi tersumpal headset. Bariqi tidak tahu kenapa Elya bisa menarik perhatian banyak laki-laki di tempat kerjanya. Perawakan yang kecil sama sekali tidak menarik, tapi Bariqi pun sama dengan laki-laki lain yang selalu ingin menarik perhatian Elya. Hanya saja semua perasaannya tertutup oleh perasaan gengsi. 

Bariqi menyisihkan ayam dan telur di nasi gorengnya, pria itu memberikannya di nasi goreng Elya. “Aku gak suka ayam dan telurnya,” ujar Bariqi. 

Elya tidak menjawab, gadis itu tetap memakan nasinya yang kini ada ayam yang lebih banyak. Elya melirik Bariqi yang sudah selesai makan, pria itu menuju ke motor untuk mengambil air mineral yang tersimpan di jog. 

Elya benar-benar tidak mengelak kalau malam ini Bariqi jauh lebih tampan dari pada saat memakai baju koki. Perawakan tinggi tegap, rambut rapi dan wangi yang sangat memabukkan. Setelah Elya hirup dalam-dalam aroma Bariqi, aroma parfum Bariqi benar-benar enak dan membuat hidungnya termanja. Elya berani bertaruh, kalau Bariqi bersikap baik dengannya, pasti ia bisa jatuh cinta dengan Bariqi. Namun sayangnya, Bariqi tidak pernah bersikap baik, pria itu selalu membuatnya kesal setengah pingsan. 

“Nih, minum!” ujar Bariqi meletakkan air mineral di samping Elya. Elya melipat kertas nasi yang isinya sudah habis, gadis itu memasukkannya ke kantong kresek lagi. Dengan cekatan Bariqi mengambilnya dan membuang di tempat sampah yang tidak jauh dari mereka.

Semua gerak-gerik Bariqi tidak luput dari mata Elya. Elya membuka tutup botol dan segera meminum airnya. Sadar kalau hanya ada satu, Elya menghentikan minumnya dan menyisakan sedikit untuk Bariqi. 

Bariqi kembali duduk di samping Elya, pria itu menyambar botol air dan meminumnya sampai tandas. 

“Tadi aku lupa kalau hanya ada satu, aku terlanjur meminumnya dan hanya tinggal sedikit buat kamu,” ucap Elya. 

“Tidak apa-apa,” jawab Bariqi. 

“Kalau gitu aku mau kembali ke mess,” ujar Elya yang beranjak berdiri. Namun tangannya dicekal oleh Bariqi. Pria itu menarik tangan Elya dan memaksa gadis itu untuk duduk lagi. 

“Ini masih jam delapan, kenapa buru-buru?” 

“Besok aku harus kerja. Gak tahu apa kalau bosku kayak singa?” 

“Mana ada singa yang setampan ini?” tanya Bariqi menyugar rambutnya ke belakang. Elya hanya mencebikkan bibirnya. 

Bariqi menarik headset di jaket Elya, pria itu memasangkan di telinga sebelah kanannya dan telinga sebelah kiri Elya. 

“Putar musiknya!” titah Bariqi seenaknya sendiri. 

“Hah? Aku gak rela headsetku dipakai kamu,” ujar Elya ingin menarik headsetnya. Namun tangannya dicegah Bariqi lagi, tangan Bariqi terasa kasar di tangannya karena pria itu termasuk pekerja kasar. 

“Tangannya diam dulu!” titah Bariqi masih memegang tangan Elya. Elya menarik paksa tangannya, gadis itu buru-buru memutar musik di hpnya. 

Selama bertahun-tahun kerja bersama Bariqi, tidak pernah Elya merasakan ketentraman di hidupnya. Pasalnya setiap hari hanya ada pertengkaran hebat antara keduanya. Namun kini, tidak pernah ada di rencana Elya dia bisa duduk berdua bersama Bariqi dan tidak ada percekcokan yang berarti. Musuh bebuyutannya kini duduk di sebelahnya dan mendengarkan lagu bersama.

Bariqi memejamkan matanya tatkala mendengar lagu yang diputar Elya. Tanpa sadar, Bariqi menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. Elya memutar lagu dari Westlife- Nothing’s Gonna Change My Love For You. 

“Kamu jatuh cinta sama siapa memutar lagu ini?” tanya Bariqi melirik Elya. 

“Apa mendengar lagu ini harus jatuh cinta terlebih dahulu?” tanya Elya balik dengan sinis. 

“Oh iya, lagipula kamu juga percuma jatuh cinta. Gak akan ada orang yang cinta sama kamu.” 

“Kalau pun gak ada orang yang cinta sama aku, aku bisa mencintai diriku sendiri.” 

“Huh.” Bariqi mendengus seolah mengejek gadis di sampingnya. 

“Kenapa kamu bilang gitu, hah? Apa orang kayak aku gak pantas dicintai? Di dunia ini siapapun boleh jatuh cinta dan siapapun juga pantas dicintai. Aku suka dengan lagu ini, aku harap aku juga bertemu dengan laki-laki baik hati yang bisa mencintaiku. Kamu boleh bilang kalau tidak akan orang yang mencintaiku, tapi kehidupan juga siapa tahu? We never know,” oceh Elya memalingkan wajahnya dari Bariqi. Gadis itu menatap ke arah berlawanan, mata Elya berkaca-kaca menatap pepohonan yang tidak jauh darinya. 

Mendengar ucapan Bariqi membuat Elya sakit hati. Ia lagi-lagi harus tertampar kenyataan. Masalah orang yang mencintainya, terdengar sangat sensitif di telinga Elya. Karena yang diucapkan Bariqi pun benar adanya. Siapa yang mau mencintainya? Ia bukan siapa-siapa di dunia ini. Elya merasa ia selalu haus akan cinta dari orang-orang yang dia sayangi, tapi ia tidak pernah mendapatkannya. 

“Kenapa gitu saja ngegas? Lagian kamu juga harus sadar diri, kamu siapa sampai berharap ada orang yang mencintaimu?” tanya Bariqi. 

“Aku bukan siapa-siapa.” 

“So, jangan berharap lebih.” 

Elya meremas-remas baju yang dia kenakan, saat lagu yang dia putar sampai pada reffnya, Elya menarik headsetnya dengan kasar hingga satu sisinya terjatuh. Gadis itu masih memalingkan wajahnya. 

Bariqi yang terkaget pun menolehkan kepalanya pada Elya. Aura Elya kembali dingin, sama seperti sebelumnya. 

“Kamu kenapa?” tanya Bariqi. Elya tidak menjawab. 

“Heh, dengerin nih lagunya bagus. Katanya kamu suka dengan lagu ini,” ucap Bariqi memasang kembali headset di telinga Elya. Namun tanpa ia duga, Elya menarik headsetnya dan mencabutnya dari ponsel. Gadis itu membuang asal headset kabel ke sembarang arah. 

“Mulai sekarang aku gak suka mendengar lagu ini!” pekik Elya tertahan, gadis itu buru-buru berdiri, pun dengan Bariqi. Bariqi melihat mata Elya yang berkaca-kaca yang lantas membuat pria itu panik. 

“Elya, kamu kenapa?” tanya Bariqi. 

“Aku mau pulang. Jangan ikuti aku!” jawab Elya. Namun Bariqi menghadang jalannya. 

“Apa aku buat salah sama kamu? Kenapa kamu menangis?” 

“Siapa yang nangis? Aku Elya Rembulan, tidak ada kata menangis di kamus hidupku!” desis Elya. 

Bariqi tampak bingung dengan sikap Elya yang bisa berubah dengan drastis. Tadi masih bertengkar dengannya, sekarang Elya terlihat tidak baik-baik saja. 

“Elya, kamu ada masalah?” 

“Iya, ada masalah. Masalahnya kenapa malam ini yang seharusnya menjadi malam yang indah karena aku bisa tidur nyenyak atau nonton film dengan tenang malah bertemu denganmu. Bodohnya kamu yang menyadarkan aku kalau di dunia ini tidak ada orang yang mencintaiku. Oh iya, terimakasih sudah menyadarkanku, terimakasih. Sekarang aku tersadar lagi bahwa tidak ada yang mencintaiku sampai kapan pun itu,” ucap Elya mengusap air matanya yang akhirnya tumpah ruah juga. Gadis itu mendorong tubuh Bariqi dan segera bergegas pergi dari hadapan pria itu.  

“Elya, aku gak bermaksud begitu. Aku hanya bercanda,” ujar Bariqi mengejar Elya. 

Elya tidak menanggapi, gadis itu terus berlari menjauhi Bariqi. Perasaan Elya sangat kesal dengan Bariqi yang selalu berbicara seenaknya. Semuanya yang keluar dari bibir Bariqi selalu menyakitinya. Ia tahu kalau di dunia ini mungkin tidak akan ada orang yang mencintainya, tapi apa salahnya ia berharap. Namun kini Bariqi sudah menamparnya dengan ucapan pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status