Elya terdiam di tempatnya, gadis itu memakan nasi yang dibelikan Bariqi. Elya tampak makan dengan lahap, sesekali Bariqi akan melirik ke arah gadis itu yang telinganya tidak lagi tersumpal headset. Bariqi tidak tahu kenapa Elya bisa menarik perhatian banyak laki-laki di tempat kerjanya. Perawakan yang kecil sama sekali tidak menarik, tapi Bariqi pun sama dengan laki-laki lain yang selalu ingin menarik perhatian Elya. Hanya saja semua perasaannya tertutup oleh perasaan gengsi.
Bariqi menyisihkan ayam dan telur di nasi gorengnya, pria itu memberikannya di nasi goreng Elya. “Aku gak suka ayam dan telurnya,” ujar Bariqi.
Elya tidak menjawab, gadis itu tetap memakan nasinya yang kini ada ayam yang lebih banyak. Elya melirik Bariqi yang sudah selesai makan, pria itu menuju ke motor untuk mengambil air mineral yang tersimpan di jog.
Elya benar-benar tidak mengelak kalau malam ini Bariqi jauh lebih tampan dari pada saat memakai baju koki. Perawakan tinggi tegap, rambut rapi dan wangi yang sangat memabukkan. Setelah Elya hirup dalam-dalam aroma Bariqi, aroma parfum Bariqi benar-benar enak dan membuat hidungnya termanja. Elya berani bertaruh, kalau Bariqi bersikap baik dengannya, pasti ia bisa jatuh cinta dengan Bariqi. Namun sayangnya, Bariqi tidak pernah bersikap baik, pria itu selalu membuatnya kesal setengah pingsan.
“Nih, minum!” ujar Bariqi meletakkan air mineral di samping Elya. Elya melipat kertas nasi yang isinya sudah habis, gadis itu memasukkannya ke kantong kresek lagi. Dengan cekatan Bariqi mengambilnya dan membuang di tempat sampah yang tidak jauh dari mereka.
Semua gerak-gerik Bariqi tidak luput dari mata Elya. Elya membuka tutup botol dan segera meminum airnya. Sadar kalau hanya ada satu, Elya menghentikan minumnya dan menyisakan sedikit untuk Bariqi.
Bariqi kembali duduk di samping Elya, pria itu menyambar botol air dan meminumnya sampai tandas.
“Tadi aku lupa kalau hanya ada satu, aku terlanjur meminumnya dan hanya tinggal sedikit buat kamu,” ucap Elya.
“Tidak apa-apa,” jawab Bariqi.
“Kalau gitu aku mau kembali ke mess,” ujar Elya yang beranjak berdiri. Namun tangannya dicekal oleh Bariqi. Pria itu menarik tangan Elya dan memaksa gadis itu untuk duduk lagi.
“Ini masih jam delapan, kenapa buru-buru?”
“Besok aku harus kerja. Gak tahu apa kalau bosku kayak singa?”
“Mana ada singa yang setampan ini?” tanya Bariqi menyugar rambutnya ke belakang. Elya hanya mencebikkan bibirnya.
Bariqi menarik headset di jaket Elya, pria itu memasangkan di telinga sebelah kanannya dan telinga sebelah kiri Elya.
“Putar musiknya!” titah Bariqi seenaknya sendiri.
“Hah? Aku gak rela headsetku dipakai kamu,” ujar Elya ingin menarik headsetnya. Namun tangannya dicegah Bariqi lagi, tangan Bariqi terasa kasar di tangannya karena pria itu termasuk pekerja kasar.
“Tangannya diam dulu!” titah Bariqi masih memegang tangan Elya. Elya menarik paksa tangannya, gadis itu buru-buru memutar musik di hpnya.
Selama bertahun-tahun kerja bersama Bariqi, tidak pernah Elya merasakan ketentraman di hidupnya. Pasalnya setiap hari hanya ada pertengkaran hebat antara keduanya. Namun kini, tidak pernah ada di rencana Elya dia bisa duduk berdua bersama Bariqi dan tidak ada percekcokan yang berarti. Musuh bebuyutannya kini duduk di sebelahnya dan mendengarkan lagu bersama.
Bariqi memejamkan matanya tatkala mendengar lagu yang diputar Elya. Tanpa sadar, Bariqi menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. Elya memutar lagu dari Westlife- Nothing’s Gonna Change My Love For You.
“Kamu jatuh cinta sama siapa memutar lagu ini?” tanya Bariqi melirik Elya.
“Apa mendengar lagu ini harus jatuh cinta terlebih dahulu?” tanya Elya balik dengan sinis.
“Oh iya, lagipula kamu juga percuma jatuh cinta. Gak akan ada orang yang cinta sama kamu.”
“Kalau pun gak ada orang yang cinta sama aku, aku bisa mencintai diriku sendiri.”
“Huh.” Bariqi mendengus seolah mengejek gadis di sampingnya.
“Kenapa kamu bilang gitu, hah? Apa orang kayak aku gak pantas dicintai? Di dunia ini siapapun boleh jatuh cinta dan siapapun juga pantas dicintai. Aku suka dengan lagu ini, aku harap aku juga bertemu dengan laki-laki baik hati yang bisa mencintaiku. Kamu boleh bilang kalau tidak akan orang yang mencintaiku, tapi kehidupan juga siapa tahu? We never know,” oceh Elya memalingkan wajahnya dari Bariqi. Gadis itu menatap ke arah berlawanan, mata Elya berkaca-kaca menatap pepohonan yang tidak jauh darinya.
Mendengar ucapan Bariqi membuat Elya sakit hati. Ia lagi-lagi harus tertampar kenyataan. Masalah orang yang mencintainya, terdengar sangat sensitif di telinga Elya. Karena yang diucapkan Bariqi pun benar adanya. Siapa yang mau mencintainya? Ia bukan siapa-siapa di dunia ini. Elya merasa ia selalu haus akan cinta dari orang-orang yang dia sayangi, tapi ia tidak pernah mendapatkannya.
“Kenapa gitu saja ngegas? Lagian kamu juga harus sadar diri, kamu siapa sampai berharap ada orang yang mencintaimu?” tanya Bariqi.
“Aku bukan siapa-siapa.”
“So, jangan berharap lebih.”
Elya meremas-remas baju yang dia kenakan, saat lagu yang dia putar sampai pada reffnya, Elya menarik headsetnya dengan kasar hingga satu sisinya terjatuh. Gadis itu masih memalingkan wajahnya.
Bariqi yang terkaget pun menolehkan kepalanya pada Elya. Aura Elya kembali dingin, sama seperti sebelumnya.
“Kamu kenapa?” tanya Bariqi. Elya tidak menjawab.
“Heh, dengerin nih lagunya bagus. Katanya kamu suka dengan lagu ini,” ucap Bariqi memasang kembali headset di telinga Elya. Namun tanpa ia duga, Elya menarik headsetnya dan mencabutnya dari ponsel. Gadis itu membuang asal headset kabel ke sembarang arah.
“Mulai sekarang aku gak suka mendengar lagu ini!” pekik Elya tertahan, gadis itu buru-buru berdiri, pun dengan Bariqi. Bariqi melihat mata Elya yang berkaca-kaca yang lantas membuat pria itu panik.
“Elya, kamu kenapa?” tanya Bariqi.
“Aku mau pulang. Jangan ikuti aku!” jawab Elya. Namun Bariqi menghadang jalannya.
“Apa aku buat salah sama kamu? Kenapa kamu menangis?”
“Siapa yang nangis? Aku Elya Rembulan, tidak ada kata menangis di kamus hidupku!” desis Elya.
Bariqi tampak bingung dengan sikap Elya yang bisa berubah dengan drastis. Tadi masih bertengkar dengannya, sekarang Elya terlihat tidak baik-baik saja.
“Elya, kamu ada masalah?”
“Iya, ada masalah. Masalahnya kenapa malam ini yang seharusnya menjadi malam yang indah karena aku bisa tidur nyenyak atau nonton film dengan tenang malah bertemu denganmu. Bodohnya kamu yang menyadarkan aku kalau di dunia ini tidak ada orang yang mencintaiku. Oh iya, terimakasih sudah menyadarkanku, terimakasih. Sekarang aku tersadar lagi bahwa tidak ada yang mencintaiku sampai kapan pun itu,” ucap Elya mengusap air matanya yang akhirnya tumpah ruah juga. Gadis itu mendorong tubuh Bariqi dan segera bergegas pergi dari hadapan pria itu.
“Elya, aku gak bermaksud begitu. Aku hanya bercanda,” ujar Bariqi mengejar Elya.
Elya tidak menanggapi, gadis itu terus berlari menjauhi Bariqi. Perasaan Elya sangat kesal dengan Bariqi yang selalu berbicara seenaknya. Semuanya yang keluar dari bibir Bariqi selalu menyakitinya. Ia tahu kalau di dunia ini mungkin tidak akan ada orang yang mencintainya, tapi apa salahnya ia berharap. Namun kini Bariqi sudah menamparnya dengan ucapan pria itu.
Elya memasuki kamarnya dan membanting pintu dengan asal, gadis itu segera menuju ke ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana. Elya mengusap air matanya yang masih saja terjatuh. Padahal Elya sudah berjanji pada dirinya untuk tidak menangis lebih dari dua kali satu minggu. Namun hari ini ia sudah menangis dua kali. Hal yang menjadi pantangan Elya adalah menangis, tapi mau bagaimana lagi, ia tetap perempuan yang rapuh. Suara nada dering terdengar dari hp Elya, gadis itu buru-buru mengambilnya. Elya menerima telepon dari ibunya. “Assalamualaikum, ibu,” sapa Elya berusaha menggunakan nada seceria mungkin. “Waalaikumsalam, Elya. Bagaimana kerja kamu? Lancar?” “Lancar, Bu.” “Uangnya sudah ditransfer belum?” "Ibu butuh uang berapa memang?""Tidak banyak, hanya lima ratus ribu." "Oh.""Jadi gimana? Sudah atau belum?"Elya kembali ingin menangis. Ini masih di tengah bulan yang uangnya pun sudah pas-pasan, tapi ia sudah ditanya uang lagi oleh Ibunya. Elya melirik tempat ia menyimpan bera
Elya bangun cukup pagi hari ini, gadis itu segera membersihkan diri dan melakukan kewajiban subuhnya. Setelah selesai, Elya bersenandung pelan, menyanyikan lagu-lagu cinta kesukaannya. Tadi malam memang menjadi malam yang menyedihkan untuk Elya, tapi pagi ini menjadi pagi yang indah untuk Elya. Pasalnya hari ini adalah hari selasa, dimana si bosnya jadwalnya off. Hari selasa menjadi hari yang paling ditunggu Elya selain senin. Tidak bertemu bosnya sehari sudah membuat otak Elya rasanya fres bagai healing di tempat yang indah. “Akhhh tidak bertemu Si Anjing yang sering menggonggong itu rasanya sangat senang,” ucap Elya menguncir rambutnya dengan rapi. Gadis itu sudah siap dengan seragam kokinya, tanpa sarapan atau memakan apapun, gadis itu segera keluar dari kamarnya. Mata Elya membulat sempurna saat membuka pintu, ia melihat ada dua kardus besar di depan pintu messnya. Mata gadis itu mengarah ke samping kanan. Elya terkejut melihat seorang pria tengah tidur di kursi seraya menutup w
“Hari ini kamu gak usah kerja,” ucap Bariqi yang membuat Elya menatap pria itu. “Aku telpon manager untuk ijin kamu. Lagian tidak banyak orderan hari ini,” tambah Bariqi sembari mencuci gelas bekas jahe anget. “Enak saja, aku tetap kerja meski gak banyak orderan. Kalau gak kerja gajiku dipotong sehari, bisa rugi bandar,” oceh Elya. “Aku ganti.” “Gak usah seenaknya jadi orang. Aku mau kerja hasil keringatku sendiri. Sekarang kamu keluar dari sini!” titah Elya menarik tangan Bariqi. “Gak, aku gak akan keluar,” kata Bariqi dengan keukeuh. “Terus mau kamu apa sih?” “Aku mau kamu ikut aku.” “Aku harus kerja.” “Gak usah kerja, aku ijinkan sama manajer.” “Kok kamu seenaknya sendiri jadi orang. Aku asistenmu di kerjaan, tapi aku bukan siapa-siapa kamu saat di luar,” sentak Elya ingin menendang kaki Bariqi. Namun Bariqi segera menghindar. Bariqi merogoh celananya, mengambil dompet dan menarik dua kartu debit berwarna biru dan hitam. Elya membulatkan matanya melihat itu. S
Setelah perdebatan panjang dan prahara rumah tangga, akhirnya Bariqi dan Elya duduk anteng dalam mobil. Elya masih menatap sinis ke arah Bariqi, pun dengan Bariqi yang tidak kalah sinis. Bariqi menatap Elya dari atas sampai bawah, teman-temannya selalu mengatakan kalau Elya adalah gadis polos, dan teman-temannya seolah menjadi garda terdepan dalam menjaga Elya. Namun mereka tidak tahu kalau aslinya Elya tidak sepolos yang mereka kira. Elya saja sering menonton drama Petir merah, jelas otak Elya tidak polos lagi. Juga Elya bisa menjaga dirinya sendiri lebih baik dari orang lain. Bariqi tampak menimang-nimang, pantas saja Elya jomblo akut, karena tingkah lakuknya saja lebih ganas daripada laki-laki. “Kenapa lihat-lihat? Naksir?” tanya Elya sewot. Bariqi menjitak kepala Elya dengan kencang membuat Elya balas memukul pundak Bariqi. Bariqi tidak diam saja, pria itu kembali memukul lengan Elya. Tentu saja Elya memukul dada Bariqi lebih kencang. Tak! Bugh!Jrot! Suara jitakan, pukulan
Wajah Elya memanas mendapat ciuman dari Bariqi. Bukan memanas karena tersipu atau pun terbawa perasaan, melainkan memanas karena rasa marah. Bariqi tersenyum puas, pria itu menatap hpnya yang kini ada gambar dirinya tengah mencium Elya. “Bariqi!” desis Elya mengepalkan tangannya dengan kuat. Elya mengangkat tangannya dan meninju pipi Bariqi dengan kuat. Jrot! “Akhh!” Brukk!Tubuh Bariqi ambruk tepat di semak-semak yang ada di bawah tumbuhan apel. Tinjuan Elya sangat kuat membuat Bariqi tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. “Siapa yang mengijinkan kamu menciumku, hah?” teriak Elya menduduki perut Bariqi yang kini jatuh telentang. Elya meninju lagi pipi Bariqi, tidak hanya meninju, gadis itu juga mencekik Bariqi. Sebisa mungkin Bariqi menahan teriakannya. Di seberang sedang banyak orang dan ibu-ibu grub senam tengah bertamasya, kalau ia berteriak, sudah pasti dikira ia aneh-aneh dengan Elya. Apalagi kini mereka berada di semak-semak. “Elya, jangan begini. Kita selesaikan deng
Saat ini Bariqi dan Elya tengah duduk di ruang tamu rumah Bariqi. Tadi saat Elya sudah masuk ke mobil Bariqi dan Bariqi tengah membayar apel, ibu Bariqi nyelonong masuk ke mobil Bariqi dan ingin ikut anaknya bersama seorang gadis bernama Elya. Mau tidak mau Bariqi pun membiarkan ibunya ikut ke mobilnya. Ibunya memaksanya pulang bersama Elya. Bariqi duduk diam, sedangkan Elya di sampingnya pun juga mengunci mulutnya rapat. Bu Putri pergi mengambil minyak telon untuk mengobati tubuh Bariqi dan Elya yang penuh gigitan semut juga terkena bulu ulat. Dalam hati Bariqi, pria itu terus mengomeli ibunya yang pakai acara bertamasya dengan grub senamnya di Wisata Petik Apel. Ibunya sungguh mengganggu acaranya dengan Elya. Tidak hanya ibunya yang mendapatkan rutukan Bariqi, melainkan ibu-ibu yang lain. Sudah tahu tim senam, tapi pakai acara petik apel. Sudah senam paling semangat, tapi saat pulang makan gorengan, beli punten, sompil, lontong dan lain-lain. Bagi Bariqi, orang paling tidak konsis
Elya masih terdampar di rumah Bariqi. Bahkan saat ini di depannya ada sepiring nasi lengkap dengan urap dan bandeng, makanan kesukaan Elya, tetapi ia tidak enak hati ketika akan memakannya. “Nak, dimakan. Ibu ke dalam dulu, nikmati makanannya,” ujar Putri setelah menyodorkan satu teko air pada Elya. Putri memilih pergi dari ruang tamu agar anak-anaknya tidak canggung. Elya menatap pintu penghubung ruang tamu yang sudah menelan punggung Bu Putri. Elya tidak habis pikir kenapa orang yang sangat kalem dan cantik seperti Bu Putri mempunyai anak seperti Bariqi. “Dimakan, Elya!” titah Bariqi. “Kamu anak hadiah beli pasta gigi ya?” tanya Elya pada Bariqi. Bariqi mengerutkan alisnya bingung. “Kalau tidak gitu, pasti kamu anak pungut. Bagaimana bisa Bu Putri yang lemah lembut punya anak seperti kamu?” tanya Elya lagi. Bariqi menampilkan raut kesalnya, pria itu menjitak kepala Elya dengan pelan. “Mau aku anak hadiah dari pasta gigi atau anak pungut juga bukan urusan kamu,” ketus Bariqi.
Meski sudah mendapat bentakan dari Bariqi, Elya tidak kunjung menurunkan kakinya dari paha Bariqi. Gadis itu juga tidak peduli kalau kakinya juga sudah dipukul dengan kencang. “Elya!” desis Bariqi menatap Elya tajam. Elya hanya menampilkan ekspresi sinisnya pada Bariqi. Ia sudah terbiasa mendapatkan tatapan tajam dari Bariqi, ia tidak takut lagi. “Dek, adek mau apa? Di depan ada penjual sempol, adek mau biar Mbak belikan,” ucap Cici pada Elya. Elya membulatkan matanya mendengar ucapan Cici, sedangkan Bariqi yang tadi menampilkan raut garangnya kini menahan tawanya yang akan meledak ketika mendengar ucapan Cici. Elya bukan gadis biasa yang mudah disuap dengan sempol, gadis itu sukanya hanya sama duit. Elya mengembungkan pipinya, gadis itu segera menurunkan kakinya dan beranjak berdiri. “Mau kemana?” tanya Bariqi. “Pulang,” jawab Elya. “Oh iya mau aku pesenin ojek online?” Tangan Elya terkepal dengan kuat, tadi ia pulang tidak boleh dan Bariqi juga bilang kalau tidak ada ojek. Nam