Sejenak, Aya juga Rangga melupakan polemik yang terjadi dengan Arinda. Rangga yang tau pertemuan bunda dengan istrinya itu semakin tak habis pikir dengan tindakan memberikan sejumlah untuk Aya supaya menjauhkan dari putranya, mengganti arah fokus pikiran keduanya dengan persiapan ulang tahun Sean. Aya dan Rangga membuat cara ulang tahun Sean di taman bermain yang ada di mal besar Ibu kota. Aya tak tanggung-tanggung menggelontorkan dana untuk membahagiaan putra sambungnya, Rangga melarang, tapi Aya bersikeras, ia ingin mencurahkan kebahagiaannya untuk Sean. Usianya masuk enam tahun, tahun depan masuk SD, Aya merasa jika Sean pantan mendapat hadiah besar ini sebelum mulai fokus serius belajar.
Rangga dan Aya terkejut saat melihat Mita yang mendadak muncul di rumah mereka saat keduanya sedang merapikan goody bag untuk bingkisan anak-anak. Aya yang baru berjumpa secara langsung dengan Mita tak tau harus berekspresi apa selain bahagia menyambut wanita yang sudah melahirkan Sean.
Ballroom hotel itu tampak cantik dengan hiasan serba warna hijau. Aya sudah bersiap bersama Rangga untuk mendampingi Jani di ruang mekap, menunggu aba-aba untuk berjalan ke meja akad nikah. Jemari tangan Jani dingin saat Aya menggenggamnya, lalu tangan Jani satunya mengusap perut Aya yang ada janin berusia enam minggu di dalamnya. Rangga tersenyum melihat istrinya sudah dipastikan mengandung buah cintanya, pun bahagia melihat kakak dan adik ini bisa menemukan kebahagiaan dengan jodoh masing-masing. Pintu ruang mekap terbuka, Aya beranjak, pun Jani yang mengatur napasnya supaya tak terlalu tampak grogi. Rangga berdiri di sebelah Aya, perlahan mereka bertiga berjalan ke ballroom tempat akad nikah diselenggarakan.Semua mata menyorot ke pengantin yang berjalan anggun, lalu duduk di sebelah Haris yang belum apa-apa sudah menangis bahagia bisa bersanding dengan Jani yang belum lama ia kenal tapi begitu kuat ia yakini sebagai pasangan hidupnya. Aya dan Rangga duduk
Sudah lima bulan berjalan pernikahan Rangga dan Aya, kehamilan wanita itu juga sehat dan baik-baik saja. Setelah berita artikel busuk itu berhasil diredam tim dari keluarga Agung, bahkan orang-orang Rangga juga turun tangan, keduanya semakin berpegangan erat juga menunjukkan jika rumah tangga mereka baik-baik saja. Sean sedang di ajak Ghania ke acara ulang tahun keponakan Reno yang tinggal di Lembang, Bandung. Rumah hanya terisi Rangga dan Aya karena bibi juga sedang mudik. Suami istri itu memanfaatkan dengan saling menghabiskan waktu bermesraan, di mana pun dan kapan pun. Rangga sedang menggosok tubuh belakang istrinya dengan sabun, lalu kedua tangannya mengarah ke depan, mengusap perut buncit Aya. Tak lupa, Rangga memberikan kecupan di leher juga bahu telanjang Aya. Wanita itu menyandarkan tubuhnya pada dada bidang suaminya. “Cewek atau cowok kata dokter?” bisik Rangga lalu menghisap leher istrinya hingga membuat titik
Arinda tampak tenang, ia sedang melakukan pemeriksaan MRI setelah rangkaian pemeriksaan lainnya. Kembali ia datang seorang diri, tanpa ada yang menemani karena memang itu kemauannya. Hasil pemeriksaan kesehatannya juga tak langsung di dapat hari itu, menunggu hingga empat hari paling cepat. Saat ia diminta beristirahat setelah melakukan MRI, ia termenung, mendadak rasa getir mampir dihatinya. Bukan karena hal lain, tapi, karena saat ia sakit, kedua anaknya tak ada yang bersamanya. Air mata perlahan turun, namun dengan segera ia menghapusnya dengan punggung tangan. Kembali ia mengatur napas lalu menunjukkan sisi kerasnya yang sekuat batu. Jemarinya mengusap layar ponsel, ia membaca satu pesan masuk dari Ghania. Ghania : “Bunda. Ghania mau kasih kabar, Ghania hamil, udah masuk tujuh minggu. Doain semoga kehamilan Ghania sehat, dan lancar sampai lahiran nanti.&rdqu
Rangga menghadiahkan Aya acara tujuh bulanan yang diadakan di rumahnya, sanak saudara dan teman dekat diundang hadir. Acara berlangsung ramai dan penuh rasa bahagia, hanya minus Arinda yang sudah pasti tak akan muncul. Banyak hadiah diberikan untuk Aya dan calon bayinya yang fix, berjenis kelamin perempuan. Dekorasi di halaman rumah itu serba warna pink dan putih, foto-foto hasil USG empat dimensi bergelantung indah, membuat tamu yang hadir begitu senang melihatnya. Bapak dan Ibu untuk sementara diminta Aya tinggal bersamanya, menempati kamar Sean, Sean sendiri senang bisa tidur bersama kakek dan neneknya. Ibu mengusap perut Aya, terasa bergerak pelan. “Aktif, ‘Nak,” ucap ibu. Aya mengangguk. “Aya, Bapak dan Ibu apa nggak kelamaan kalau di sini, kamu lahiran masih dua bulan lagi, kan?” Ibu yang tak enakan padahal
Arinda mengamuk saat suaminya berkata jika Rangga dan Aya akan menemuinya. Wanita itu menjerit disertai sumpah serapah untuk anak serta menantunya. Adam miris, ia bahkan mendadak menangis atas kondisi istrinya. Kenapa hatinya sekeras itu. Tanpa disadari keduanya, di depan pintu kamar rawat, Rangga dan Aya saling menggenggam, merasa sedih mendengar penolakan Arinda, namun Rangga, merasa memang bundanya keterlaluan. Bukannya sadar diri dengan kondisinya yang sudah sakit, dengan murkanya Arinda menolak kehadiran anak dan menantunya. “Ayo, sayang, kita pergi dari sini. Aku udah bilang kamu, kan, kalau Bunda tetap keras kepala mau sebaik kita menunjukkan sikap dan sekeras apa usaha kita.” Rangga menggenggam jemari Aya sambil berjalan ke arah lift. “Rangga…, tapi dia Bunda, Ibumu, kita nggak bisaa—“ Rangg
Aya sedang merapikan pakaian bayi ke dalam lemari yang sudah disiapkan. Memasuki usia kehamilan minggu ke empat puluh, membuat ia tak bisa aktifitas keluar rumah. Rangga melarang, pun kedua orang tuanya."Ma… ini, Nenek bawain susu kurma untuk Mama," ucap Sean sembari menyerahkan gelas. Aya duduk di tepi ranjang, Sean mengusap perut Aya sembari ia ciumi. "Aurora kapan lahirnya, Ma?" Sean mendongak menatap Aya lekat."Secepatnya. Sean udah nggak sabar mau ketemu Adek, ya?" Jemari tangan Aya menyugar rambut Sean."Iya, Ma. Ma… Sean berangkat les bahasa inggris, ya, ditemenin Kakek. Pak Bagus udah nunggu di depan." Sean meraih tangan kanan Aya, lalu menyalimnya. Tak lupa, Sean mencium pipi Aya."Hati-hati, ya, Nak, i love you, Sean gant
Rangga dan Aya bersuka cita menyambut putri cantik mereka. Sean yang datang bersama kakek begitu bahagia saat melihat Aurora tertidur di gendongan Aya. Sean menciumi lembut wajah adiknya. Rangga ikut duduk di atas ranjang rumah sakit, memangku Sean yang sangat semangat dengan kelahiran adiknya.Pintu kamar rawat terbuka, sosok Adam masuk sembari membawa hadiah terbungkus kertas kado. Rangga menduduk Sean di atas ranjang, ia berjalan cepat memeluk ayahnya yang juga membalas pelukan tak lalah erat."Selamat sudah menjadi seorang Ayah, Rangga. Impianmu berumah tangga, memiliki anak dengan Aya, terwujud." Adam melepaskan pelukan. Rangga mendekat ke ranjang, mengambil alih Aurora supaya ayahnya bisa menggendongnya. Bayi mungil itu berpindah ke lengan Adam yang mendadak mengharu biru.
Rangga berjalan cukup terburu-buru setibanya di rumah sakit. Ia juga segera bergegas ke lantai lima di mana Arinda dirawat. Sebenarnya ia malas, karena sudah terbayang kemurkaan Arinda. Tapi, kali ini akan mencoba, lagi pula Adam meminta ia hadir terkait kondisi bunda dari Rangga itu yang tak sadarkan diri. Pintu kamar terbuka, Adam duduk sembari menggenggam jemari tangan Arinda yang terpasang infus. “Yah,” sapa Rangga. Adam tersenyum, ia meminta Rangga masuk dengan dagunya yang mengangguk. Suara alat terdengar mengiringi telinga putra sulung Arinda. Rangga tak kuasa, tangisnya pecah, melihat keadaan bunda yang menyebabkan perang dingin diantara mereka kini lemah dengan tubuh kurus yang membuat wajah Arinda begitu tirus. Air ma