"Aduh.." Kakiku tersandung bebatuanpantai Tambak Wedi Surabaya. Pantai dengan spot Jembatan Suramadu."Kamu nggak apa-apa?" Tangan Danielmenahanku yang hampir jatuh"Sakit, Mas.""Ayok naik." Daniel membungkukkanbadannya. Dia memintaku untuk naik kepunggungnya."Nggak usah, Mas." Aku menolak."Udah cepetan. Aku bawa kamu ketempat duduklesehan dibibir pantai." Aku masih ragu untuk menaiki punggung Daniel."Cepataaan.. Tenang aja, aku kuat, kok."Aku menaiki punggung Daniel perlahan.Daniel membawaku kebibir pantai. Kami dudukditikar yang sudah disediakan oleh para pedagang disana.Daniel memesan dua susu jahe hangat untuk kami."Sini kakinya, aku pijitin. Sakit, kan?""Wah.. Selain menikmati semilir angin pantai,kita juga bisa menikmati service pijatan, ya?"Aku dan Daniel tertawa. Aku meluruskan kakiku,kemudian Daniel memijatnya perlahan."Enak juga mijitnya. Belajar dari mana?""Seperti kata kamu. Bakat terpendam."Kami kembali tertawa."Indah sekali viewnya. Lampu kelap kelip
Aku berjalan beriringan bersama seorang laki-laki muda manis nan rupawan. Laki-laki yang menjadi majikan sekaligus keluarga untukku saat ini.Hari ini, Daniel membawaku untuk meeting bersama rekan bisnisnya.Tidak hanya hari ini, mungkin beberapa hari kedepan aku akan mengikuti kegiatan Daniel untuk aku tulis dalam skripsiku.Daniel menarik kursi dan memeprsilahkan aku untuk duduk, lalu menarik kursi disampingku untuk dirinya sendiri.Dimeja ini, sudah ada dua orang laki-laki. Yang satu sudah paruh baya, dan satunya lagi masih muda energik yang ternyata itu adalah PA dari si bapak paruh baya tersebut.“Kenalkan, ini Sofi.” Daniel mengenalkan aku pada mereka. Aku mengulurkan tanganku bersalaman dengan mereka.Aku melempar senyum tipis pada mereka. Mereka membalas senyumku."Kebetulan Sofi sedang menyusun skripsi dikampusnya, dan judul skripsinya relate dengan apa yang akan kita bahas hari ini.Jadi, dia ikut meeting untuk bahan penelitiannya. Semoga Bapak tidak keberatan dia ada disin
Aku bersiap pergi kekampus. Memasukkan beberapa buku kedalam tas lalu menentengnya keluar kamar.Aku melirik jam ditangan, masih jam 05.30 pagi. Aku sengaja bangun pagi dan menyelesaikan tugasku sebelum Daniel datang.Aku memilih untuk pergi kekampus sendiri menggunakan taxi. Aku membuka pintu utama rumah Daniel. Tiba-tiba aku terserempak dengannya didepan pintu. Daniel sudah pulang jogging. Badannya masih berpeluh. Dia menatapku heran.“Kamu mau kemana berangkat pagi-pagi begini?” Daniel mengelap wajahnya. Entah kenapa Daniel pulang lebih cepat dari biasanya. Padahal, aku sedang berusaha menghindarinya. Aku masih ingat bagaimana sikap Daniel dan Farah kemarin di restoran. Hatiku masih sakit mengingat kejadian kemarin.“Saya.. saya mau kerumah temen, Mas. Ada beberapa buku yang harus saya pinjam untuk referensi skripsi saya. Mas Di tenang aja, saya udah menyelesaikan semua pekerjaan saya.”“Sofi, masuk kedalam dulu, please..” Pinta Daniel.Daniel tidak membiarkan aku pergi. Ak
Aku membuka lembaran buku dan mencatat beberapa tulisan untuk referensi guna melengkapi isi skripsiku.Aku melirik lenganku dan melihat jam sudah pukul 09.00 siang.Hampir dua jam aku berada diperpustakaan kampus, aku hampir lupa kalau aku ada janji untuk menemui dosen pembimbingku.Aku menutup semua buku dan mengembalikannya pada rak tempatnya semula. Aku keluar dan berlari menuju ruangan dosen pembimbingku. Di koridor kampus, aku bertemu beberapa teman yang juga tengah sibuk kesana kemari mengurusi skripsinya.Sebentar lagi tidak akan kutemui riuh kelas yang penuh dengan candaan dan ejekan teman-teman. Meskipun kami harus berganti teman setiap semester, tapi kami selalu saling merindukan.“Selamat siang..” Aku membuka pintu dan mengucapkan salam. Mataku terbelalak melihat dosen pembimbingku tengah bercengkrama dengan sosok laki-laki yang kukenal.“Siang, Sofi. Masuk, masuk sini.” Dosenku mempersilahkan aku duduk disofa tamu kali ini. Padahal, biasanya dia menyuruhku duduk diku
Aku mengeluarkan buku dari dalam tas kemudian menggantung tas tersebut dibelakang pintu. Membuka jam tangan yang menempel sejak tadi pagi.Aku membaringkan tubuhku diatas kasur, melihat kesekitar kamar.Sudah tidak lama lagi kamar ini akan dihuni oleh maid baru. Rasanya aku enggan meninggalkannya. Kamar ini menyaksikan bagaimana tangis, tawa, juga perasaan yang kusembunyikan selama ini pada majikanku, Daniel.'Tuhan, aku mencintainya.' Aku bergumam. Hatiku perih setiap kali mengingat kenyataan bahwa aku dan Daniel tidak akan bisa bersatu.Derajat akan menjadi penghalang perasaanku padanya.Ting nong..Suara bel pintu dari luar. Aku terperanjat bangun dan berlari menuju pintu.Sepertinya tidak mungkin Daniel, karena Daniel punya kunci duplikat rumah ini. Aku membuka pintu dan melihat Salman berdiri didepannya.“Bang Salman? Ada apa Abang datang kesini?” Aku bertanya heran.“Kenapa gak boleh?" Jawabnya dengan senyuman.Salman memang selalu terlihat tampan dengan senyum dan tuturny
Ting nong..Suara bel rumah berbunyi. Malam ini aku meminta Rena untuk menemaniku. Aku kesepian sendirian dirumah Daniel.Aku berjalan kepintu utama, sementara Rena asyik menonton drama Turki di ruang tamu."Bang Salman. Ada apa malam-malam kesini?" Tanyaku agak heran. Aku takut Daniel marah kalau tahu Salman datang kerumahnya."Aku mau nganterin makanan buat kamu sama Rena.""Rena?" Tanyaku terkejut. "Kok Bang Salman tahu Rena ada disini?" "Tahu. Dia tadi w******p aku.""Ooh.." Jawabku pura-pura santai. Padahal, aku ingin sekali marah pada Rena."Kamu nggak nyuruh aku masuk?" Tanya Salman."Maaf, Bang. Disini perempuan semua. Nggak baik kalau Abang masuk kedalem." Ucapku beralasan.Aku memang tidak mau membawa masuk laki-laki kerumah Daniel. Aku sudah janji pada Daniel. "Siapa, Sof?" Rena kelur menemui kami."Ren. Ini pesenannya?" Aku terkejut mendengar ucapan Salman. Pesanan? Kenapa Rena pesan makanan pada Salman? Padahal aku bisa membuatkan makanan apa saja untuknya.Aku menyesal
Bulan malam ini membulat sempurna. Aku mendongak menatapnya indah.Tidak seperti matahari yang enggan dipandang. Bulan selalu memberi kesempatan kepada siapapun yang ingin melihat keindahannya. Mungkin karena dia tahu, bahwa sebagian besar cahayanya adalah titipan dari sang matahari.Dia bisa bercahaya dengan sempurna karena ada bantuan dari yang dicintainya, yaitu matahari. Sayangnya, mereka harus selalu berjauhan.Mataku beralih melihat gerbang rumah Daniel, kenapa Daniel belum sampai? Harusnya malam ini dia sudah tiba dirumah. Lima hari sudah dia meninggalkan aku sendiri dirumah ini. Aku rindu. Aku berdiri berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan teras juga rembulan malam. Aku duduk disofa menunggu kedatangan Daniel.Aku yakin dia pasti pulang malam ini. Aku melirik jam dinding berwarna hitam diruang tamu. Ternyata sudah pukul 09.00 malam. Aku berbaring diatas sofa. Mulutku sudah mulai menguap, mataku enggan terbuka, sepertinya aku mulai mengantuk.Aku membiarkan mataku ter
Aku melihat sekeliling kantin. Mataku mencari sosok Rena, tapi aku tidak menemukannya disana. Mungkin Rena sedang terkena macet jalanan Surabaya. Aku duduk disalah satu meja yang kosong, melipat kedua tanganku diatas meja, untuk menopang kepalaku. Kepalaku sakit. Fikranku mulai menerka-nerka. Siapa sebenarnya penfitnah itu? Dan apa motif dia memberikan berita bohong pada Daniel tentangku?“Mba Sofi, kenapa? Tumben ndak langsung teriak manggil Ibu.” Ibu kantin dengan logat jawa yang khas menghampiriku dengan wajah heran. Mungkin karena aku tidak seceria biasanya.“Nggak apa-apa, Bu. Cuma kecapekan aja. Mungkin karena sibuk nyelesein tugas skripsi.”“Ndak apa-apa, tapi itu matanya sampe bengkak. Mba Sofi pasti abis nangis, kan?” Aku mengangguk dan kembali menangis. Aku memeluk ibu kantin tanpa rasa malu. Tidak menghiraukan mahasiswa yang sedang memperhatikanku. Aku memang akrab dengan ibu kantin, tapi kami tidak sedekat ini. Kali ini aku tidak tahu harus menangis dipundak siapa.