Aku menyelinap diantara ribuan orang yang tengah menunggu acara wisuda dimulai. Aku mencari bibiku dan suaminya. Mereka berjanji akan datang hari ini untuk menghadiri prosesi wisudaku.Aku sudah cantik dengan kebaya anggun, rambut tersanggul rapi, wajah dengan riasan apik sulapan dari MUA dekat kostanku.Aku ingin orang-orang yang kusayang dapat melihatku hari ini, termasuk Daniel.Aku berharap Daniel bisa datang. Aku sudah mengundangnya via email beberapa hari yang lalu, meskipun Daniel tidak meresponnya.Setelah lama berkeliling. Akhirnya aku bertemu dengan bibi dan paman, aku mengejak mereka duduk dikursi paling depan. Aku memang meminta panitia untuk mengosongkan kursi itu untuk keluargaku.Tiba-tiba ada yang mencolekku dari belakang. Aku menolehnya. ternyata Daniel. Aku tersenyum bahagia menyambut kedatangannya. Aku mengenalkan Daniel pada bibi dan paman. Mereka sangat menyukai Daniel yang ramah. Aku mempersilahkan Daniel duduk bersama mereka.Dengan waktu yang bersamaan, Ren
Aku, bibi dan paman duduk dan berfoto dihalaman kampus. Aku melihat kearah Daniel yang juga tengah sibuk berfoto dengan Rena dan Mamahnya.“Ren foto bareng, yuk.” Aku memanggil Rena.“Ayuk..” Jawab Rena.Rena, Mamahnya juga Daniel menghampiriku. Kami semua berfoto. Akupun mengambil foto Bersama Daniel.Daniel sudah kembali ke mode awal, banyak senyum dan tidak cuek. Lengkap sudah kebahagiaanku.“Congratulation, Sofi.” Daniel mendekatiku dan mengulurkan tangannya. Aku meraih tangan Daniel.“Terima kasih banyak mantan Bos." Daniel tersenyum. Dan terima kasih juga sudah datang memenuhi undangan saya.”“Sama-sama. Well, lulusan terbaik kampus ternama, Nona Alea Sofia, sudikah Nona kembali menjadikan saya, Bos." "No. Saya nggak mau jadi maid lagi.""Udah mulai jual mahal yah sekarang?" Aku menutup mulutku menahan tawa."Saya melamar kamu, untuk bergabung diperusahaan saya yang tak seberapa besar itu.”“Apaan sih, Mas?” Aku menyenggolnya.“Saya serius, Sofi. Saya harap kamu mau bek
Hari ini, jam 08.00 pagi hari, aku datang kekantor Daniel. Aku membawa surat lamaran beserta cv dalam map. Semoga aku bisa diterima dan bekerja disana. Aku sangat optimis untuk tidak hanya mengejar cita-cita, tapi juga mengejar cintaku. Aku harus menjadi wanita sukses agar pantas menjadi pendamping Daniel. Aku menemui recepsionis dikantor Daniel dan menanyakan ruangan Daniel. Tapi recepsionis tersebut tidak mengizinkan aku untuk masuk.“Maaf, Mba. Kalau mau melamar pekerjaan disini, Mba tinggalkan saja surat lamarannya. Kalau CV Mba cocok dengan posisi yang kami butuhkan, nanti kami hubungi Mba untuk interview.” Ujar recepsionis berkemeja putih itu.“Oh, begitu ya, Mba.” Recepsionis itu mengangguk. Aku menyerahkan surat lamaranku padanya.“Sofi.” Aku terkejut mendengar seseorang memanggilku dari arah belakang. Aku menoleh dan melihatnya.“Mas.” Aku menyapanya. Ternyata itu Daniel.“Ngapain disini?” Tanya Daniel.“Maaf pak Daniel, Mba ini mau melamar kerja disini, saya tidak
Malam yang begitu indah. Bulan hanya nampak menunjukkan dirinya separuh. Aku rindu malam bersama Daniel diteras rumahnya. Lagi apa Daniel sekarang? Aku membuka galeri foto diponselku. Melihat foto-foto saat wisudaku kemarin. Daniel Nampak begitu manis dengan setalan jas warna hitamnya. “Andai kamu tahu bagaimana hebatnya aku mencintaimu, Mas..” Aku bergumam.Kring kring..Suara ponselku berdering.Kukira nama Daniel yang akan tampil dilayar ponselku. Ternyata Salman."Hallo, Bang.""Hallo, Sofi. Lagi apa kamu?""Nggak ada, lagi duduk-duduk aja dikostan. Kenapa, Bang?""Nggak apa-apa. Aku suruh nelpon kamu sama Ayah. Suruh nanya, gimana sama tawaran Ayah waktu itu? Kamu terima?""Maaf, Bang. Saya nggak bisa terima tawaran Ayah Bang Salman." Jelasku dengan sungkan."Kenapa?""Hemm.. Saya udah kerja di tempat lain, Bang.""Dimana? Kantor mantan Bos kamu itu?""Iya, Bang.""Kenapa sih, Sof? Padahal perusahaan Ayahku lebih besar dari perusahaan dia. Aku juga bisa bayar kamu lebih besar
Hari ini, hari kedua aku masuk kantor. Aku membawa bekal dari kostan untuk makan siangku. Aku baru saja masuk kerja setelah berhenti bekerja dirumah Daniel.Aku harus menghemat pengeluaranku. Karena tanggal gajian masih lama, sedangkan keuanganku sudah menipis. “Makan siang, yuk..” Daniel berdiri didepanku mengagetkanku.“Saya bawa bekal dari kostan, Pak.” Aku menunjuk kotak makan dimeja kerjaku.“Oke, masuk ruangan saya, dan bawa itu!” Aku melihat Daniel dengan bingung. Daniel masuk keruangannya, meninggalkan aku begitu saja. 'Ishh.. Kenapa aku harus membawa makananku keruangannya?' Aku menggerutu. Aku berjalan menuju ruangan Daniel dengan kesal.“Ada apa, Pak?” Aku berdiri disamping sofa tempat Daniel duduk.“Silahkan duduk.” Aku duduk disofa berhadapan dengan Daniel. “Buka kotak makannya!" "Kenapa, Pak?"Udah buka cepetan!" Aku membuka kotak makanku sesuai intruksi Daniel. "Masak apa kamu hari ini?” Tanya Daniel sambil melihat isi kotak makanku.Aku hanya membawa nasi g
Aku menunggu taxi depan kantor, cuaca mulai mendung. Sepertinya tidak lama lagi akan turun hujan, tapi aku belum menemukan taxi. Aku melihat Daniel sedang menaiki mobil dari kejauhan. Aku pura-pura tidak melihatnya. Meskipun, aku berharap Daniel menghampiriku dan mengajakku untuk pulang bersamanya. Benar saja, mobil Daniel mendekatiku.“Belum dapet taxi?” Tanya Daniel dengan senyumnya.“Belum, Pak.” Jawabku sembari membalas senyum Daniel.“Ya udah, naik. Biar aku anter.” Aku mengangguk. Ini yang aku suka dari sosok Daniel. Dia tidak pernah bertanya untuk menawarkan kebaikannya. Dia langsung to the point agar orang mau menerima kebaikannya.Mungkin beda cerita kalau dia orang lain, dia akan menanyakan terlebih dulu, apa aku mau ikut bersamanya?Daniel beda, dia langsung menyuruhku untuk menaiki mobilnya untuk mengantarku. Aku semakin yakin Daniel juga punya perasaan yang sama denganku. Tapi kenapa dia tidak mengungkapkannya? Ah, entahlah!“Mas tahu alamat kostanku?” Aku meli
“Ehemm.. Seneng banget kayaknya.” Aku menggoda Daniel. Kami makan siang di restoran seusai meeting. Ada raut bahagia diwajah Daniel. Mungkin karena proyeknya yang berhasil hari ini. “Iya, lah. Gimana nggak bahagia. Kerja sama lancar, kerjaan kantor semua lancar, ngedate juga lancar.""Hah? Ngedate? Sama siapa?" Tanyaku terkejut dengan pernyataan Daniel."Ngedate sama Assistant pribadi yang pintar dan cantik.""Uhuk". Aku tersedak. Aku mengambil gelas dan segera meneguk air didalamnya. "Kenapa, Sofi?""Nggak apa-apa, Pak." Aku menghela nafas menenangkan diri."Kayaknya kamu bawa keberuntungan deh, buat aku, Sof.” Ujar Daniel sambil menyantap makanannya.“Biasa aja, Pak. Jangan terlalu berlebihan. Takut saya terbang.” Daniel tertawa. Aku tersipu malu. “Habis ini kita kemana, Pak?” Tanyaku pada Daniel.“Sofi, Please.." Aku menyipitkan mataku tidak mengerti maksud Daniel. "Ini bukan dikantor, Sof. Jangan manggil Pak, dong.” Daniel berbisik persis didekat telingaku. Dadaku berdeg
Seperti biasa, aku masih membawa kotak makan kekantor berisi masakan yang kubuat untukku dan Daniel. Aku mengetuk pintu ruangan Daniel.“Masuk.” Suara Daniel dari dalam ruangan. Aku memasuki ruangan tersebut dan menaruh kotak makan yang kubawa diatas meja dekat sofa, tempat Daniel biasa makan. Daniel masih duduk dimeja kerjanya. “Kamu bawa makanan buatku, Salman nggak marah?” Aku memutar badan menatap Daniel.“Kenapa dia harus marah? Apa hubungan dia dengan saya masak buat bapak?”“Dia kan, pacar kamu.” Tangan Daniel menunjuk kearahku.“Pak, berapa kali Bapak harus nuduh saya? Setelah menuduh, Bapak percaya, setelah itu balik nuduh, dan percaya lagi, dan sekarang nuduh lagi? Bapak nggak capek? Saya aja capek lo, dengernya, Pak! Saya nggak ada hubungan apa-apa sama Salman.Bahkan nggak akan pernah ada hubungan!”“Tapi dia jelas-jelas ngomong begitu didepanku dan kamu. Sofi.”“Dia yang ngomong, Pak. Bukan saya! Please, percaya sama saya. Saya capek Pak dituduh-tuduh terus.”