Share

Perjodohan

Seperti hari-hari lainnya, Harsya sibuk dengan semua tugas yang menumpuk dikantornya, mungkin bila kantornya hanya menjalani bisnis biasa sih tidak akan sesibuk itu.

Perusahaan properti hanya sebagai kedok saja, sebenarnya bisnis keluarga Pradigta lebih dari semua itu.

Bisnis didalam dunia kegelapan yang sangat kotor namun begitu menggiurkan, banyak musuh yang akan didapat namun banyak punya teman yang akan mendekatimu hanya untuk menjilat dirimu.

Seperti keluarga Pradigta, mereka menjalankan bisnis menjual senjata api yang tidak diketahui orang biasa, mereka hanya menerima cliet orang-orang besar karena keluarga pradigta sangat angkuh dan sombong, mereka memiliki kualifikasi tersendiri untuk setiap client mereka namun setiap orang yang menjadi client mereka sangat puas jadi seangkuh apapun keluarga Pradigta, tetap saja didunia mafia keluarga itu sangat dihormati.

"Tumben jam segini pulang?" Tanya Fajar dengan wajah yang sangat terheran, bagaimana tidak terheran, seorang Harsya Pradigta jam 5 sudah pulang dari kantor? Wow sungguh keajaiban dunia ke 8.

Bagi asisten seorang Harsya, Fajar tau kalo Harsya merupakan seorang penggila kerja jadi tidak mungkin ia pulang secepat ini bila tidak ada urusan yang benar-benar sangat penting.

"Papa nyuruh pulang cepat, katanya ada urusan penting."Jawab Hasya singkat.

"Oh pantesan," gumam Fajar karena Fajar tau perkataan papa Harsya adalah perintah bagi Harsya jadi ia memahami mengapa wanita workaholic tersebut tidak melanjutkan pekerjaannya sampai larut malam hingga badan wanita muda itupun kehabisan energi.

Para pegawai yang ada di kantor Pradigta shock melihat nona muda mereka keluar dari kantornya dijam segini sedangkan mereka tau bahwa sekarang bukan jadwal bertemu client.

Wajah para pegawai punya cengo seperti melihat keajaiban dunia ada di depan mata mereka, namun tiada satupun yang berani bertanya karena aura yang dikeluarkan Harya mampu membuat orang-orang disekitarnya menggigil kedinginan.

Harsya yang melihat reaksi para karyawan pun hanya memasang wajah datar karena ia tidak peduli asal mereka tidak menggangu kehidupan saja itu sudah cukup bagi seorang Harsya yang tidak perduli dengan dengan interaksi sosial karena ia hanya mau melakukan semua itu hanya untuk bisnis semata.

Dimata para karyawannya, Harsya merupakan sosok pemimpin yang sangat beribawa namun sifat cueknya membuat siapa saja yang berada di dekatnya akan merasakan kedinginan.

"Huh," keluh Harsya ketika menginjak kakinya disebuah mansion yang sangat mewah, rasanya ia tidak ingin melangkahkan kakinya namun ia harus memaksakan diri, ia punya firasat yang tidak enak namun ia harus tetap melangkahkan kakinya kedalam rumah mewah tersebut, ia harus menjadi manusia tau utang budi, ia tak ingin di cap sebagai beban karena seorang Harsya memiliki harga diri yang sangat tinggi.

"Selamat pagi non, tuan Pradigta sudah menunggu nona di ruang kerjanya, katanya tadi berpesan kepada bibi kalo nona sudah pulang, nona langsung kesana aja." Ujar seorang wanita paruh baya kepada Harsya sambil menyunggingkan senyum ramah miliknya kepada nonanya tersebut.

"Baik bi makasih." Jawab Harsya dengan singkat disertai senyum yang sangat irit, namun bibi yang menyapa Harsya tadi hanya terkekeh pelan, karena ia merasa kasihan dengan nona mudanya itu, cantik namun sulit didekati, berada didalam rumah mewah namun tak merasakan sedikitpun kebahagiaan, ia terkadang heran melihat Harsya, kedua orang tuanya sangat perhatian kepada gadis itu namun gadis itu sepertinya hanya mengganggap perhatian yang diberikan hanya sebuah kepalsuan semata.

Padahal bibi tau berapa tulusnya kedua orang tua Harsya kepada dirinya, apalagi sejak keluarga Pradigta mengadopsi Harsya, rumah mewah itu tidak terasa dingin lagi, rumah mewah itu terasa begitu bewarna sejak kedatangan nonanya kerumah tersebut, awalnya kelurga itu sangat bahagia dengan sifat ceria yang dimiliki Harsya membuat siapa saja bahagia bila bersama gadis cilik tersebut.

Namun entah sejak kapan Harsya berubah menjadi gadis dingin yang tak tersentuh, semua sikap manis yang ia miliki seakan lenyap begitu saja, bahkan tak jarang orang yang mengenal Harsya sejak kecil mengira bahwa gadis Harsya yang kini bukanlah gadis cilik yang dulu memiliki senyum.cerah dan membuat siapa saja disisinya merasa damai dan bahagia.

Semua orang bertanya-tanya mengapa gadis cilik yang sangat ceria kini menjadi begitu susah didekati? Apa yang terjadi dengan dirinya? Tiada yang bisa menjawab semua teka-teki tersebut, bahkan keluarga Pradigta samapi menyewa seorang detektif handal untuk mengetahui mengapa anaknya berubah pun tak mendapatkan jawabannya, seakan sifat yang ceria yang dimiliki Harsya waktu kecil hilang begitu saja terbawa angin, sungguh miris namun tak ada yang tau harus bersikap bagaimana.

"Tok... Tok... Tok?" Terdengar ketukan 3 kali disebuah ruangan bercat coklat, ruangan tersebut nampak sederhana namun begitu elegan.

"Harsya, silahkan masuk nak." Jawab seseorang dari dalam ruangan tersebut.

Mendengar jawaban dari dalam ruangan coklat tersebut, Harsya tanpa ragu-ragu langsung melangkahkan kakinya memasuki ruangan tersebut.

Pandangan matanya tertuju kepada seorang pria paruh baya yang sedang asik dengan sebuah dokumen dan pena ditangan kokohnya.

"Duduk Harsya." Perintah pria paruh baya tersebut tanpa memalingkan pandangannya dari kertas yang ada didepan matanya.

Tanpa ba-bi-bu, Hardys mendudukkan ekornya dikursi yang ada didepan meja keluarga Pradigta tersebut.

Meja yang sangat kokoh terbuat dari kayu jati pilihan dengan warna coklat gelap membuat tampilan meja tersebut sangat indah dan elegan.

"Ada apa pa?" Tanya Harsya langsung, karena ia tidak mau berada diruanggan yang membuat ia sesak ini apalagi bersama orang yang tidak tulus mencintainya.

Mendengar pertanyaan putri sulunya yang sangat to the point itu membuat Pradigta langsung meletakkan pena yang sedang ia pegang dan kini perhatiaannya tertuju kepada gadis cantik yang ada didepan, siapa lagi kalo bukan Harsya.

Sebenarnya Pradigta sangat merindukan putrinya yang dulu, putri semata wanginya yang sangat lucu, yang selalu memberikan ia senyum termanis yang ia punya bukan seperti sekarang, ia merasa putrinya sangat enggan berlama-lama dengan dirinya, hatinya merasa sangat terluka namun ia tidak dapat berbuat apapun, ia tidak ingin anak sematawangnya itu merasa tambah tidak nyaman dengan dirinya, ia takut kehilangannya putri tercintanya.

"Papa ingin menjodohkan kamu."

Mendengar perkataan pria yang ada didepannya itu membuat hati Harsya berdenyut sangat, "mungkin kini sudah saatnya aku membalas budi keluarga ini." Pikir Harsya dengan miris.

"Apapun yang papa ingin aku lakukan, akan aku lakukan, aku tau semua itu yang terbaik untukku kan." Jawab Harsya dengan datar.

Sebenarnya Pradigta tidak ingin menjodohkan putrinya itu namun ia tidak ingin putri cantikanya sendirian selamanya, ia juga tak ingin Harsya didalam bahaya, ia tau bisnis yang ia miliki di dunia mafia sangat berisiko untuk keluarga, mungkin kini kekuatan keluarga Pardigta masih sangat kuat, namun ia tidak tau kedepannya bagaimana, ia tidak ingin putri kecilnya terluka, andai saja putrinya menolak mungkin ia akan memikirkan cara lain walaupun itu cukup berisiko kepada keselamatan dirinya sendiri.

"Baiklah nanti malam jam 7 pria itu akan datang kemari, kamu siap-siap, bila kamu tidak menyukainya, bilang saja karena papa tidak mau anak perempuan papa tifak bahagia." Ujar Pradigta dengan nada yang sangat lembut namun ditelinga Harsya perkataan itu sebuah perintah yang mengatakan bahwa apapun yang terjadi ia tidak boleh menolak perjodohan itu.

"Baik pa, aku akan ke kamar." Ucap Harsya tanpa ekspresi, dan sekali lagi Pradigta hanya dapat memandang punggung putri kecilnya dengan tatapan nanar, ia tidak tau hal apa yang mengubah putrinya jadi begini, ia sangat sedih apalagi istrinya yang sangat merasa kehilangan putri kecil mereka.

Sesampai dikamarnya, Harsya langsung menghempaskan dirinya disebuah ranjang yang berukuran king size, ia merasakan dirinya sangat lelah, ia tak ingin hidup seperti ini, ia merasa hidupnya sedari awal bukan miliknya.

Dinginnya udara memeluk dirinya dengan amat erat, ia merasa di dunia ini ia hanya sendirian, tak ada yang mau menemani dirinya, bahkan terkadang Harsya memilih untuk mati saja tapi nampaknya dunia pun tak merestui dirinya untuk pergi dengan damai.

Ia hanya ingin sekedar dicinta dan dimanja orang sekelilingnya seperti anak-anak yang lain namun semua itu hanya sebuah harapan yang entah kapan bisa ia raih, ia tak butuh uang, ia tak butuh sebuah kepalsuan, ia hanya butuh sedikit ketulusan namun hal tersebut sangat sulit untuk ia dapatkan.

Mungkin orang-orang diluar sana sangat iri dengan dirinya yang memiliki segalanya padahal mereka tidak tau ada harga yang harus Harsya bayar untuk mendapatkan semua yang ia miliki sekarang, ia tak ingin hidup seperti ini namun mungkin ini takdir yang ditorehkan tuhan untuk dirinya.

Uang dan kekuasaan mungkin sangat diidam-idamkan semua orang namun seorang Harsya hanya ingin sedikit ketulusan saja.

Untuk apa harta dan kekuasaan bila dirimu tak bahagia? Untuk apa semua itu bila disekelilingmu tidak ada yang tulus kepadamu, untuk apa?

Tapi Harsya sadar, bahwa kehidupan ini snagat kejam, tanpa uang dan kekuasaan ia tidak akan dihargai siapapun, walaupun didalam hatinya ia ingin membuang semua itu namun Harsya sudah bertekad, ia tidak ingin dibayang-bayangi dengan rasa menyedihkan, ia tidak ingin dipandang lemah oleh siapapun, ia harus kuat.

Cinta? Harsya tidak membutuhkan semua itu, yang kini ia butuhkan adalah uang dan kekuasaan untuk ia dapat bertahan dunia yang kejam ini, bila bukan dirinya yang melindunginya, siapa lagi? Ia tidak punya seseorang pun didunia ini yang mau peduli kepada dirinya dengan tulus.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status