Aku pergi ke kampus pagi-pagi sekali, ini adalah hari terakhir Ulangan Akhir Semester. Hari ini pun tepat satu bulan aku bekerja, gajiku sudah ada di dalam rekening. Tidak banyak, tetapi aku yakin bisa cukup untuk kehidupanku setelah tiba di kota kelahiranku.
Aku sudah mengatakan kepada Robi bahwa aku tidak bisa bekerja saat waktu libur, aku harus pulang ke kota kelahiranku. Robi pun memberikanku izin.
Setelah selesai ulangan, aku ingin berbicara pada Diva. Tapi aku tidak bisa menemukan keberadaanya setelah ia keluar dari kelas. Sepertinya ia pergi ke kantin, ia terlihat pusing saat mengerjakan soal ulangan.
Aku berjalan menuju kantin sekolah, saat perjalanan aku tak sengaja berpapasan dengan Naka. Baik aku maupun Naka, kami bersikap seolah tidak saling kenal. Dan itu bermulai saat perbincangan tentang Naka yang melarangku bekerja. Sejak aku menolak perintahnya, ia bersikap seolah tidak mengenalku.
Aku menurutinya, aku tidak pernah menyapanya walau
Walaupun aku bingung, apa yang pernah kukatakan pada Javin dan Joana sebelumnya. Aku mengangguk tipis dan berucap dengan suara rendah, “Tentu saja, aku akan menepati janji yang pernah kuucapkan.”Javin menatapku lama, hatiku sakit. Ternyata Javin tidak mengenaliku ….“Jadi kakak adalah kakak kami? Kakak bukan suruhan bibi untuk menyakiti kami, ‘kan?” ucapnya polos. Matanya masih menatapku.Aku tidak tahan lagi, aku segera memeluk Javin dan Joana dengan air mata yang mengalir deras.“Apa Paman dan Bibi sering menyakiti Javin?”Pria cilik ini mengangguk, “Bibi mengirimi aku dan Joana makanan basi. Joana jadi sakit.”Aku mengepalkan kedua tanganku. Setelah menghapus air mata di wajah dan menghirup udara banyak-banyak, aku berucap lembut, “Sekarang Paman dan Bibi tidak akan menyakiti Javin dan Joana lagi. Kakak akan menjaga kalian.”Joana menatapku dnegan mata bulatn
Setelah tiba di penginapan, aku segera memesan ayam goreng sesuai keinginan Javin sebelumnya.Sambil menunggu pesanan tiba, aku mendekati Javin dan Joana yang duduk di kursi. “Kakak sudah memesan ayam goreng untuk Javin dan Joana, sekarang ayo mandi dulu.”Selepas memandikan mereka, pesanan tiba. Aku segera menghidangkannya dan membiarkan Javin dan Joana memakannya dengan lahap.“Javin sangat suka ayam goreng, ya?” pria cilik ini mengangguk, aku tersenyum tipis memandangnya.“Kalau Joana, ayam gorengnya enak?”Joana mengangguk, “Iya, Jo suka ayam goreng.”Aku mengangguk lalu membelai puncak kepalanya, “Ayo habiskan ayamnya.”Mereka mengangguk dan kembali memakan ayam goreng dengan lahap. Melihat itu, aku tersenyum tipis.*****Paginya, sebelum Javin dan Joana bangun aku segera pergi menuju rumah Paman dan Bibi. Butuh keberanian mengingat kali terakhir aku mendat
Hari ini aku mendatangi Yumna bersama kedua adikku, uang yang kubawa sudah menipis, tidak lama lagi tidak ada uang yang bisa kugunakan.Setelah tiba di tempat Yumna, aku segera menghubunginya. Tidak lama ia pun muncul dengan wajah berseri-seri. “Hai, sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu, Alice?”Aku tersenyum tipis, “Seperti yang kamu lihat, aku baik saja. Bagaimana dengamu?”“Tentu saja aku baik-baik saja! Masuklah, maaf kalau rumah ini tidak sebagus rumahmu.” Aku menggeleng tegas.“Tidak apa yang kamu katakan, rumahmu sangat bagus bahkan aku tidak memiliki rumah untukku pulang.” Ucapku lembut.Yumna memandang Javin dan Joana, “Hei, apa kalian sudah baik-baik saja? Apa tidak lelah saat ke sini, hm?”Javin menjawab dengan wajah datarnya, “Tidak, kami baik-baik saja, terima kasih!” sedang Joana tersenyum tipis.“Kalian ingin makan apa, aku akan si
Sebenarnya, ke mana arah kehidupanku? Setelah jauh darinya, pikiranku masih saja tertuju padanya. Apakah dia tahu bahwa aku hanyalah korban saja? Apakah dia akan menelponku dan mengajakku kembali? Apakah dia akan mengatakan padaku bahwa dia masih menyukaiku walau yang sudah terjadi sebelumnya? Aku berusaha untuk menghilangkan dia dari pikiranku, tapi ketika kebenaran menghantamku, dia kembali memenuhi isi pikiranku. Apakah usahaku selama ini hanya sia-sia saja? Mataku terpejam, bayangan kebersamaanku dengan Naka justru menari-nari. Hal itu membuatku kesal, mengapa melupakannya begiu sulit untuk dilakukan? Apakah aku begitu bodoh sampai tidak bisa menghilangkan hal yang membuatku kesakitan? “Lupakan, Alice! Naka dan Pak Dean adalah sumber masalah. Orang normal akan melupakan dan menjauhi sumber masalah.” “Lihatlah kedua adikmu, apakah kondisi mereka baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Tidak, ‘kan?” sisi lain dari
Ia memegang tanganku, “Mendengar kamu mengatakan itu, aku jadi ingin memanggilmu idiot. Cepat ceritakan, apa yang terjadi padamu?”Aku menghela napas, “Jangan memanggilku wanita bodoh setelah kamu tahu apa yang terjadi denganku. Jika kamu berjanji, aku akan menceritakannya.”“Kamu mengatakan itu membuatku ingin memanggilmu wanita idiot mulai sekarang. Tapi karena aku penasaran, aku akan berjanji tidak akan memanggilmu wanita idiot.”Aku menggaruk kepalaku, “Kamu sudah berjanji, jadi jangan melanggarnya!”Yumna mengangguk, “Iya, cepat ceritakan!”Aku menyugar rambut ke belakang, “Jadi saat aku tiba di kota tempatku berkuliah, aku tidak tahu bagaimana, tapi koperku tertukar. Aku sadar saat sudah datang di tempat kosku, aku menghubunginya karena ada informasi pribadinya di dalam koper. Aku dan pria asing ini bertemu di Kafe dekat tempatku tinggal.” Yumna langsung memotong.
“Uang tabukanku akan habis, aku tidak bisa selamanya menumpang di tempat Yumna.” Aku berujar lirih, ujung tanganku memijit pangkal kening.Aku menatap komputer jinjing di atas meja, “Tidak apa, lagipula aku tidak akan kuliah lagi.”Air mataku menetes, “Aku ingin kuliah sejujurnya. Tapi sampai kapan aku akan bersikap egois? Aku sudah merasakan hidup yang baik saat ayah ada, sekarang adikku tidak akan merasakan kebahagiaan lagi. Setelah ayahku tiada, Javin dan Joana kesepian dan hidup serba kekurangan.”Setelah memindahkan beberapa data-data penting dari komputer jinjing, aku mengiklankannya di Internet.“Aku tahu ini tidaklah mahal, tapi aku yakin uangnya bisa bertahan sampai aku menemukan pekerjaan.”Aku sudah mengirimkan beberapa surat lamaran pekerjaan, belum ada satu pun yang menghubungiku, aku sedikit stress dibuatnya.Javin masuk ke dalam kamar, “Kakak, apa aku boleh ikut Club Dance?
“Mana adikmu?” ini adalah pertanyaan yang kesekian kalinya.“Sebentar lagi adikku akan keluar.” Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama.Ia diam samabil menatap jalanan, “Mana adikmu?”“Kalau kamu tidak bisa menunggu, kamu bisa pulang sekarang, Adam.” ucapku dengan senyuman tipis.Ia menggaruk kepalanya, “Kamu tidak merasa kepanasan?”Aku menatap batang lehernya, “Kulitmu memerah, sepertinya terbakar, ya?”Adam sedikit melompat menatapku, “Benarkah? Apa bisa kamu memeriksanya lebih dekat?”Aku mengangguk, “Mendekatlah,”Tubuhnya mendekat, aku memeriksa batang lehernya, “Apa ini terasa panas?”Ia mengangguk, “Sedikit. Alice, apa aku akan menjadi butiran debu seperti vampire?”Hilang sudah rasa kasihanku padanya atas kalimat yang baru Adam katakan. Aku menatapnya datar, “Tidak, kamu akan
“Alice, semangat bekerja! Ini adalah hari pertamamu, jadi kamu harus berhati-hati.” Aku mengangguk samar.“Aku mengerti, terima kasih, Yumna.”“Aku dengar dari Jo, kemarin kamu membawa pria. Apa itu pacar barumu?”Aku menggeleng, “Tidak, dia temanku.”Yumna mengangguk, “Ah, benarkah? Jo bilang pria kemarin mengajak ke taman bermain. Wah, Alice memiliki wajah cantik adalah kelebihan, belum lama kamu di sini sudah ada pria yang tertarik padamu. Sedangkan aku, pria yang kusukai tidak tertarik padaku, pria asing pun tidak ada yang tertarik padaku.”Aku memandang Yumna datar, “Aku tidak tertarik padanya, kalau kamu suka aku akan mengenalkannya padamu.”“Oh, jadi pesona pria kemarin masih jauh dari mantan pacarmu, ya? Apa pria kemarin tampan?”Aku mengangguk, “Ya, lumayan, tapi otaknya sedikit terganggu.”Yumna menjawab dengan kekehan keci