Share

Bab 2

Amira menyeringai mendengar itu. Tangannya terkepal, menahan emosi. Ia sangat tersinggung.

Dadanya bergemuruh ingin melawan, tapi ia tak punya kuasa. Seperti yang dikatakan pria itu tadi, dia bisa menghancurkan Amira kapan saja.

Amira memilih diam. Lalu beranjak begitu saja dari hadapan pria itu.

Aidan mengeluarkan handphone, lalu menghubungi asisten pribadinya, Marco.

"Hubungi Lidya, aku akan bayar 1 milyar untuk wanita itu (Amira) malam ini." Aidan memutuskan panggilannya setelah ia selesai mengutarakan kalimatnya.

Matanya terpaku pada notifikasi panggilan tak terjawab dari kontak bernama 'istri'. Maka ia menghubungi balik istrinya.

"Kenapa kamu susah sekali dihubungi? Dari semalam aku sudah menelponmu, tapi kamu malah hilang ditelan bumi. Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai tidak menjawab panggilanku?" Ngomel wanita di seberang telepon.

Wanita itu bernama Calista Salvador berumur 21 tahun. Usia pernikahan mereka bisa dibilang seumur jagung karena dua minggu mendatang pernikahan mereka genap satu tahun.

Aidan sangat menyayangi Calista. Meski wanita itu cerewet dan suka mengomel tapi ia tetap sayang padanya.

"Aku hanya lagi sibuk saja, Sayang. Oh ya, bagaimana Belanda? Kapan kamu akan kembali ke Indonesia?" Aidan mencoba mengalihkan pembicsraan.

Mood Aidan kembali setelah mendengar suara Calista. Ia berjalan menuju sofa lalu menjatuhkan bokongnya disana.

"Aku suka disini, tenang dan damai. Lain waktu, aku ingin berlibur disini bersamamu. Besok jadwal penerbanganku. Aku ingin kamu tinggalkan kesibukanmu, lalu jemput aku di bandara. Aku tidak mau saat menghubungimu, kamu kembali menghilang." Tuntut Calista kesal.

"Iya, aku mengerti."

Panggilan telepon itu kemudian berakhir. Aidan hendak menyimpan kembali ponselnya, tapi Marco menelepon.

"Tuan, wanita itu menolak tawaran Anda."

Aidan meringis. Tidak mengerti kenapa Amira menolak. Apa mungkin uang 1 milyar kurang?

"Katakan padanya, aku bayar 5 milyar." Balas Aidan tak tanggung-tanggung. Ia tidak suka wanita itu menganggapnya remeh, mungkin dikiranya seorang Aidan Salvador tak mampu membayarnya.

"Baik, Tuan." Marco terkejut dengan nominal yang Aidan sebutkan, itu terlalu berlebihan. Tapi tugasnya hanya menuruti perintah.

Wanita pelacur kelas Amira pasarannya sekitar 80-100 jutaan. Dan malam kemarin saat Amira melayani Aidan, ia dibayar 300 juta rupiah sekali tidur.

Marco mendatangi rumah bordil Mami Lidya untuk bernegosiasi. Kebetulan disana ada Amira, maka ia langsung mengajak mereka mengobrol.

"Tuan Aidan memberikan tawaran 5 milyar." Jelas Marco tanpa bertele-tele.

Percakapan mereka turut diperhatikan beberapa pelacur di sana. Semua telinga yang mendengarnya tercengang.

Nominal itu terlalu jauh dari harga pasaran, akan sangat disayangkan bila ditolak. Lagi pula siapa yang akan menolak uang sebanyak itu?

"Maaf, tapi aku menolak." Amira sama sekali tidak meragukan keputusannya. Ia dipandang bodoh disana, tapi ia tidak peduli.

Ia melakukan pekerjaan ini demi pengobatan ibunya bukan untuk menjadi kaya. Ia tidak tertarik dengan uang, hanya sekedar membutuhkannya saja.

"Rara, apa yang kamu katakan? Kamu bahkan belum memikirkannya tapi sudah menjawab saja. Apa kamu yakin tidak membutuhkan uang 5 milyar?" Mami Lidya ikut heran dan tak percaya dengan keputusan Amira.

"Iya, Mami. Aku sangat yakin dengan keputusanku."

Marco takjub dengan pendirian wanita yang duduk didepannya. Meski pekerjaannya cukup terhina, tapi tidak dengan harga dirinya.

Terpaksa Marco keluar dari rumah bordil itu dengan tangan kosong. Ia tidak tahu lagi, bagaimana caranya mengatakan ini kepada Tuan Aidan? Semoga beliau tidak akan tersinggung.

"Dia menolaknya??" Aidan terkejut mendengar itu. Pandangannya dingin dan datar. Entah apa yang sedang ia pikirkan, tidak ada yang tahu.

Masih di rumah bordil. Amira dikerumuni sejumlah pelacur yang bernaung di sana.

"Rara! Apa yang kamu pikirkan? Lupakan prinsipmu, dari mana lagi kamu akan mendapat uang sebanyak itu?"

"Sok jual mahal kamu, Ra!"

"Iya, Ra. Sangat disayangkan kamu menolak tawaran orang tadi."

Pelacur-pelacur itu menyerang Amira dengan kalimat pedas. Meski sebenarnya mereka iri terhadapnya.

Bagaimana tidak? Amira mendapat perlakuan khusus dari Mami Lidya karena Amira memiliki wajah yang sangat cantik, kebanyakan tamu muda, kaya dan terhormat nyaris semua Amira yang handle.

Karena hampir semua client Amira jadi kecanduan akan pelayanan yang Amira berikan. Tapi untunglah, Amira memegang teguh prinsipnya.

**

Di tempat lain. Amira kembali merasa bersalah harus membelikan ibunya obat menggunakan uang haram, tapi ia tidak punya pilihan.

Kanker payudara yang diderita ibunya sudah mencapai stadium tiga, pengeluarannya pun makin bertambah karena ibunya harus mendapatkan beberapa operasi yang harganya fantastis.

Hanya pekerjaan terhina ini yang bisa membantu Amira. Yang sekarang terpenting baginya adalah kesembuhan ibunya.

"Bu? Ibu? Bangun, Bu!!" Amira histeris tiba-tiba ibunya tak sadarkan diri. Ia mengguncang tubuh kurus itu dengan mata berkaca-kaca.

Hingga beberapa warga mulai berkumpul dan membantu Amira membawa ibunya ke rumah sakit.

Setelah dokter memeriksa kondisi ibu Amira, ia memanggil gadis 21 tahun itu.

"Kanker pasien sudah masuk stadium 4. Kita harus segera melakukan operasi pengangkatan sel kanker." Berat hati dokter itu mengutarakan kalimatnya.

"Iya, Dokter. Lakukanlah. Aku janji akan bayar semua biayanya." Amira mendesak. Ia takut kehilangan ibunya.

"Maaf, kami hanya bisa melanjutkan tindakan setelah administrasi selesai."

Amira gundah. Ingin memaksa, tapi tak bisa. Ia belum siap kehilangan ibunya.

"Malam ini pasien harus dioperasi. Biayanya berkisar 4,5 milyar rupiah. Anda bisa membayarnya lunas di administrasi, barulah kami bisa mengambil tindakan."

Tubuh Amira lesu mendengar itu. Uang tabungannya jauh dari angka yang disebutkan dokter, lantas apa yang harus ia lakukan sekarang? Haruskah ia menerima tawaran Tuan Aidan?

Amira tidak bisa berpikir jernih. Ia terdesak dan membutuhkan uang dalam waktu singkat. Tidak berpikir dua kali ia langsung mendatangi Mami Lidya.

"Aku mohon, Mami. Kali ini saja pinjamkan aku uang. Aku harus membayar lunas biaya operasi ibuku." Amira terisak. Tak kuat menahan beban ini.

"Maaf, Rara. Mami tidak bisa meminjamkanmu uang sebanyak itu. Lagipula hutangmu pada Mami masih banyak. Lebih baik kamu pertimbangkan tawaran Tuan Aidan saja. Dengan uang yang akan dia berikan, kamu bisa menggunakannya untuk biaya operasi ibumu."

Amira terdiam dan berpikir. Dalam situasi ini, ia harus melakukan segala macam cara demi bisa menyelamatkan ibunya.

"Baiklah, Mami. Aku akan menerima tawaran Tuan Aidan."

"Kamu serius?" Tanya Lidya terkejut.

Amira mengangguk terpaksa. Hanya ini jalan satu-satunya yang tersisa.

Tak berselang lama, Marco mendatangi Amira di rumah sakit. Ia membayar lunas biaya operasi ibunya Amira. Kemudian menyerahkan kepada wanita itu lembaran kertas.

"Apa ini?"

"Ini adalah kontrak perjanjian. Kamu bisa tanda tangan disana karena aku sudah membayar lunas biaya operasi ibumu. Mulai hari ini, kamu sah dibeli Tuan Aidan. Selama satu tahun, kamu hanya akan melayani hasratnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status