Share

Cinta Untuk Amira (Wanita Kupu-kupu Malam)
Cinta Untuk Amira (Wanita Kupu-kupu Malam)
Author: Mama Arka

Bab 1

"Rara, malam ini kamu akan melayani seorang CEO Muda. Dia sudah membayarmu mahal, jadi Mami harap kamu memberikan service terbaik untuknya."

"Baik, Mami."

Namanya Amira Evelyn berumur 21 tahun, kerap dipanggil Rara saat sedang melakukan pekerjaannya sebagai pelacur.

Satu tangannya menenteng sebuah tas  berisikan pakaian ganti untuk digunakan setelah pekerjaannya selesai.

Ia dibawa seorang pria berpakaian jas menuju hotel berbintang. Pria itu mengantarnya sampai ke dalam kamar President Suite.

"Tunggu disini." Perintah pria itu, meminta Amira menunggu di ruang tamu dalam kamar ini.

Sementara pria tadi melangkah menuju arah ranjang. Sepertinya ia akan melapor kepada seseorang yang berada disana yang merupakan client Amira malam ini.

"Tuan, wanita kiriman Lidya sudah datang." Jelas Marco, selaku asisten pribadi dari pria yang tengah duduk di kursi, samping ranjang.

"Suruh dia kesini." Balas Aidan sebelum menyeduh kopinya. Suaranya serak dan terdengar tegas.

Namanya, Aidan Salvador berumur 29 tahun. CEO muda yang menjabat sebuah perusahaan raksasa di Indonesia. Ia sudah memiliki istri, tapi belum dikarunia anak.

Marco menundukan kepala sebagai tanda hormat sebelum ia memanggil Amira.

"Mari ikut saya, Tuan Aidan sudah menunggu." Ujar Marco seraya menggiring Amira menemui bosnya.

Sesampainya mereka, Amira bisa melihat seorang pria muda mengenakan kimono menatapnya tajam.

Pria itu tampan, memiliki rahang tegas tapi terlihat sangat dingin. Aura yang dipancarkan pria itu cukup menjelaskan bahwa ia kaya dan terhormat.

"Namanya Rara, malam ini dia yang akan melayani Anda, Tuan." Secara singkat Marco memperkenalkan Amira kepada Tuan Aidan.

Amira mengulas senyum, sebelum nyalinya menciut mendapati tatapan dingin dan tidak bersahabat dari pria itu.

Marco kemudian pergi meninggalkan Amira bersama Aidan di kamar itu.

Aidan bangkit menuju ranjang seraya membuka kimono yang ia kenakan. Tubuhnya tak berbenang, memamerkan roti sobek dan beberapa otot kekar.

Sebagai wanita normal Amira terpaku melihat tubuh sixpack itu. Saliva tertelan begitu saja saat netranya menatap kepemilikan pria itu di depannya.

"Apa kau hanya akan menonton saja?" Sindir Aidan membuat lamunan Amira buyar. Gadis itu kaget menatapnya.

"Ma-maaf." Sontak jawab Amira.

Amira mencoba meyakinkan diri untuk mampu melayani pria itu. Ia mendekati ranjang lalu menatap Aidan. "Boleh saya langsung memulainya?"

Masih dengan wajah datar dan mempesona Aidan mengiyakan pertanyaan Amira.

Amira memulai tugasnya disana. Hal pertama yang ia lakukan adalah menanggalkan seluruh kain yang ada ditubuhnya.

Bukan karena ia ingin cepat-cepat bersetubuh dengan Aidan, tapi niatnya supaya semua cepat berakhir.

Aidan menatap tubuh polos itu. Wajahnya tidak berekpresi selain datar dan dingin.

Amira kemudian naik ke ranjang. Menjamah tubuh pria yang sudah berbaring dibawahnya. Ia memasang wajah menggoda, demi membawa pria itu melayang ke surga dunia.

Tangannya bermain di bagian inti Aidan. Memijat dan merasakan otot-otot yang mengeras. Ia bingung, padahal mereka baru saja akan mulai tapi milik pria itu sudah kaku duluan.

"Lakukan yang benar! Aku telah membayarmu mahal!" Tampik Aidan kesal, membuat Amira tersentak, pria itu sungguh tak sabaran.

Tiba-tiba tangan kekar Aidan mencengkram pinggang Amira. Sekejap memutar posisi mereka, menjadi Amira yang berada di bawah.

Dengan kasar ia melebarkan paha Amira. Dan bersiap masuk menghujam tubuh pelacur yang ia bayar.

"Akhh!!" Mata Amira membulat dengan mulut menutup rapat. Ia menahan rasa sakit yang ia rasakan setelah kepemilikannya dimasuki begitu saja.

Aidan menghujam Amira dengan buas. Ia seperti kelaparan parah dan ingin segera dipuaskan.

Amira menutup rapat mulutnya. Ia tidak mengerti, kenapa laki-laki diatasnya bergerak sangat cepat sampai-sampai ia kesulitan menyeimbangi.

"Tu-tuan, tolong pelan-pelan." Sangking tak tahan Amira memohon.

"Diam dan terima saja. Aku sudah membayarmu full malam ini."

Kegiatan panas mereka berlangsung 2 jam. Herannya, Aidan masih berstamina dan masih ingin lagi, tapi sayangnya Amira sudah tumbang duluan.

Gadis itu terlelap karena kelelahan. Padahal tidak banyak yang ia lakukan, selain menerima hujaman Aidan.

Aidan benar-benar kurang puas dengan pelayanan Amira, meski ia sudah beberapa kali mendapatkan klimaks, tapi entah kenapa, ia masih ingin lagi dan lagi.

Tekadnya sudah bulat, besok ia harus mengulang kegiatan panas ini dengan wanita itu.

Bola matanya menoleh ke arah Amira yang sedang terbaring. Tatapannya masih sama, datar dan dingin. Tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya.

Pagi hari. Aidan terbangun setelah cukup tidur. Pandangannya melihat ke sisi lain ranjang. Ia tidak menemukan Amira di sana. Apa gadis itu pergi tanpa berpamitan?

Pertanyaan Aidan terpatahkan setelah seorang gadis berpakaian casual keluar dari arah kamar mandi.

Amira terlihat berbeda. Wajahnya hanya berpoles make up tipis. Ia terlihat, seperti gadis biasa pada umumnya. Sesuai dengan umurnya yang masih 21 tahun.

"Saya akan pergi sekarang, terima kasih Tuan sudah membayar jasa saya." Amira menaikan tas jinjing ke bahu. Hendak pergi dari sana.

"Kau tidak akan kemana-mana sebelum memberikan pelayanan kedua." Suara bariton itu menghentikan langkah Amira.

Wanita itu terpaku tanpa menoleh. Apa maksud pria itu? Bukankah semuanya sudah selesai? Amira berbalik dengan wajah bertanya.

"Aku akan menelepon Lidya untuk transaksi kedua. Aku masih butuh pelacur untuk memuaskan hasratku pagi ini." Ujar Aidan sambil mengenakan kimono.

"Tidak perlu repot-repot, Tuan. Biar saya saja yang menghubungi Mami Lidya dan meminta wanita lain yang akan datang untuk melayani Anda."

Aidan menatap Amira tajam. Ia mendekatinya dengan sorot mata mengintimidasi.

"Kenapa harus meminta wanita lain yang datang? Kau sudah disini." Aidan memberikan ketegasan. Jelas tidak ingin dibantah.

Tapi, Amira memiliki prinsip tidak melayani client yang sama karena ia takut bakal kecanduan. Prinsip itu sudah ia pegang lama, sampai hari ini prinsipnya masih ia pertahankan.

"Saya mohon maaf, Tuan. Saya tidak bisa melakukannya. Saya akan meminta teman saya datang kesini dan melayani Anda." Amira tak berani menyampaikan kalimatnya sambil menatap wajah dingin pria itu. Ia menundukkan kepala.

"Berani kau membantahku? Kau tidak tahu aku siapa? Aku bisa saja menghancurkanmu detik ini juga." Hardik Aidan penuh penegasan.

Amira tersentak. Ia tidak menyangka pria itu akan langsung emosi. Ia tidak mengerti, kenapa hal sepele ini dibesar-besarkan? Jika saja pria itu mengiyakan perkataannya, pasti wanita penggantinya sudah tiba.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Ia tidak bisa melayani pria itu untuk kedua kalinya. Bagaimana caranya ia bisa pergi dari sana?

Jika tahu akan begini akhirnya, mendingan sejak awal Amira tidak menerima job ini. Nasi sudah jadi bubur, mau tidak mau Amira juga harus bersikap tegas terhadap pria itu.

"Maaf, Tuan. Mungkin ini tidak penting bagi Anda, tapi ini sangat penting bagi saya. Selama saya menjalani pekerjaan ini, saya memiliki prinsip tidak akan melayani client yang sama. Saya harap Anda bisa menghargainya."

Aidan terkekeh kecil mendengar itu. Ia tersenyum sinis.

"Namanya pelacur ya pelacur, bukankah yang kalian cari adalah uang? Aku bisa memberikannya, bahkan dua kali lipat dari yang kemarin."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status