Lelaki itu sedari tadi menahan emosinya ketika Syilla membentak juga menuduhnya yang tidak-tidak, apa lagi ini masalah perebutan hak asuh anak mereka yaitu si kecil Darrell. Duo Orang tua biologis bayi laki-laki yang bernama Darrell Frederich 'or' Bilal Elbarak itu tengah asyik berdebat merebutkan sesuatu yang bisa dilakukan secara kepala dingin, tetapi Syilla malah terlihat ngegas terus sedari tadi.
"Aku tidak peduli, kau memang harus pertanggung jawab atas hidup dan mati Darrell, karena dia adalah darah dan dagingmu."
"Memangnya kau pikir selama ini aku tidak cukup bertanggung jawab?" Tanya Darren dengan nada santai.
Sementara Leon yang masih setia berdiri disamping Tuannya malah menatap Bos freezernya itu jengah, pasalnya saat di Los Angeles semalam Darren tampak acuh tak acuh seolah enggan berbicara sama sekali dan pagi ini malah bersikap aneh saat berdebat dengan wanitanya pula.
Leon sempat berpikir, apakah pria yang sedang duduk begitu tenang it
Lelaki berhati kejam bak iblis berwajah malaikat itu beranjak dari duduknya, melangkahkan kaki jenjangnya mendekati Syilla dengan tatapan tak teralihkan menatap wajah damai itu. "Minggir." "Jangan sakiti istrimu lagi, Bos." Kata Leon parau, bagaimanapun juga Leon begitu menyayangi Syilla seperti adiknya sendiri. "Hm." Darren langsung membopong tubuh mungil wanitanya ala bridal style, membawanya keluar paviliun dan mendudukkannya dikursi penumpang sebelah kursi kemudi. Darren menatap kagum wajah cantik itu dengan senyuman manis yang hampir tak pernah ia tunjukkan, tangan besarnya mengusap lembut pipi cubby jejak air mata kemarin sore, karena ulah kelompok Mara Salvatrucha yang mengambil putra mereka secara paksa. "Cantik, aku tidak menyangka bisa membuat wanita tak berdosa ini mengikuti jejak kekejamanku. Bahkan karena ketakutan ku mengenai takdirnya, aku harus memaksanya melakukan dosa besar di usia dini hingga terlahirnya putra kesayanganku.
Itu bukan Leon tapi pemuda berparas tampan khas negeri Paman Sam, tangan kiri King Frederich yang bertugas mengawasi pergerakan para musuh yang berpenghianat atau berani bermain didalam kawasan kekuasaan King Frederich. Tiger Leecov. "Shutt!!" Umpatnya kesal, dengan lembut lelaki itu mengecup kepala Syilla dan langsung melirik sinis bayangan dibalik kaca mobilnya. Cepat-cepat Darren mengusap bekas air matanya dan langsung keluar dari mobil sport mewah yang didesign serba mewah. Jangan lupa mobil itu adalah kendaraan kesayangan King Frederich yang dirancang khusus anti peluru dan serba hitam bahkan mobil jenis itu hanya ada satu di dunia. "Bos--" Darren hanya menaikkan sebelah alisnya seakan bertanya; 'Ada apa?' Seakan mengerti apa yang enggan di ucapkan Bos sensitifnya itu, pemuda itu langsung menjawab tanpa pertanyaan. "Maaf, Bos. Mrs. Elbarak terus memaksa Mr. Huang Fu untuk memberitahu keberadaan Miss Syilla saat ini." Darre
Keempat orang dewasa itu hanya mengangguk tanpa bantahan, keempatnya langsung bergerak melangkahkan kaki memasuki paviliun mewah dengan tenang tanpa menaruh rasa curiga apapun. Karena, pada dasarnya paviliun milik King Frederich tak menunjukkan jika tempat itu area pertumpahan darah seperti kompleks perumahan Jln. Elizabeth. 'Hm, Darren benar-benar pria misterius, dia anak kandungku tapi sikapnya berbanding balik denganku. Mungkinkah karena selama dua puluh tahun hidup ditengah-tengah Keluarga Elbarak sehingga dia menjadi pribadi yang unik.' Kun berguman kecil dan sedikit melirik takjub isi Paviliun putranya. Aroma khas mawar dan cengkeh menjadi hal pertama tercium ketika memasuki ruang tamu. Bahkan, bisa Kun prediksi jika aroma itu masih baru ada pemiliknya tak lama sebelum mereka berempat sampai. Sesuai dengan tebakannya, Kun merasa sebelum ia datang sepertinya Darren baru saja duduk disofa kulit harimau ketenangan. "Awas, ada pecahan kaca dilantai.
"Hhh... cucu manisku ini begitu merindukan Orang tua kandungnya?" Celetuk Kun mulai gemas dengan tingkah cucu kesayangannya itu. "Opa--" "Kesini sama Opa, nak. Kita makan kue yang di suguhkan Nenek Nia dulu sambil menunggu Daddy kembali." "Cidak, na-na-na, Daddy.." pekik anak itu kekeuh sambil menunjuk kearah tangga, kedua mata tajam coklatnya yang tiba-tiba hendak memerah membuat Kun terkejut dan langsung mendekati Darrell yang tengah bersih keras ingin naik kelantai dua. "Bilal, kenapa kamu tidak lagi menjadi anak penurut seperti Daddy Izzu, hm?" Kata Devanya berusaha keras menahan Darrell yang sudah keluar sikap keras kepalanya. "Daddy... Mommy..." teriaknya spontan dan langsung menangis histeris dalam pelukan Opanya. Anak itu seolah-olah benci dengan siapapun yang mencoba menahannya untuk berkeliling didalam rumah tempat kelahirannya sendiri. "Tidak apa-apa, sebaiknya jangan menahan cucuku lagi, dia mungkin mengira Daddy dan Mommy
Diruang tamu tampak Devanya gusar sendiri sambil melihat-lihat kearah tangga, tak ada yang bisa ia pungkiri jika cucu angkatnya itu begitu berani meminta naik ke lantai atas. Walaupun dia baru tahu jika Darrell adalah cucu Mr. Huang Fu namun Devanya masih ragu, mengingat wajah anak itu begitu mirip dengan Izzuddin dan ada sedikit ada kemiripan dengan Arsyilla. 'Ya Allah, semoga saja Bilal cepat turun sebelum pemilik rumah kembali.' Sementara seorang pria paruh baya tampak asyik dan bersantai sambil mencomot kue dango (kue Jepang berbentuk bulat seperti bola kecil dan dimatangkan dengan cara dikukus atau direbus di dalam air), jujur saja pria paruh baya yang bernama Jeremy Elbarak itu cukup menggemaskan saat mencoba satu persatu kue unik yang Dania sajikan dimeja. Dania juga tampak antusias menyuapi Lian, pemuda berusia lima belas tahun dengan sebuah dessert bananas foster amaretto. Kalau di Indonesia semacam manisan atau kolak pisang yang d
Belum juga Jeremy bertanya banyak hal tentang negara kelahiran keponakan menantunya itu yaitu Negeri Tirai Bambu itu, yang merupakan Negara militer terkuat No.3 setelah Frederal Russia dan AS. Terdengar ucapan salam dari seseorang namun karena cengkeraman tangan istrinya membuat pria paruh baya itu mengerutkan kening tanda bingung. "Assalamu'alaikum." Suara seorang lelaki menyeru secara tiba-tiba, membuat Lian menghentikan penjelasannya pada Jeremy. "Ada apa, Bun? Kalau pegang itu jangan keras-keras, lengan Ayah sakit." Omel Jeremy pada istrinya, seolah tidak mendengar ucapan salam barusan. "Wa'alaikum salam." Jawab Lian kemudian pemuda itu beranjak dari duduknya mengabaikan tingkah aneh dua pasang paruh baya itu mengomel dengan masalahnya sendiri. "Lian, kamu disini?" Tanya perempuan yang baru datang dengan suaminya itu. "Iya, Lian bersama Darrell kesini, Aunty." "Darrell? Dia ada disini? Tapi--" tanya perempuan sambil menelusuri seti
"Kak--" "Huff.. ternyata begini rasanya morning sickness, sungguh-- kenapa calon bayiku itu begitu menyiksaku." Desah lelaki itu dengan wajah lelah sambil menatap wajah tampannya di cermin, seolah tidak mendengar panggilan istrinya. Janggungnya tampak naik-turun saat ketika melihat wajah lelahnya tercetak jelas disana, Izzuddin merasa apakah seperti ini yang istri mungilnya itu rasakan saat mengandung putra pertamanya dulu. 'Arsyi-- maafkan Kakak, jika Kakak tahu rasanya morning sickness ini begitu menyiksa, Kakak tidak begitu memaksamu untuk mengandung anak Kakak.' Gumannya dalam hati, mengetahui rasanya begitu menyiksa seperti ini seharusnya dulu ia tidak terburu-buru, namun apa daya semuanya sudah terjadi. "Apa Kakak menyesal jika Syilla hamil anak Kakak, dalam waktu tak terduga." celetuk Syilla dengan mata berkaca-kaca, Izzuddin sempat terkejut ketika istrinya tiba-tiba berucap seperti itu. 'Astaga, wanita ini kebiasaan muncul tiba-tiba.'
"Mommy... Daddy..." teriak bayi laki-laki tiba-tiba menyeru, ketika Izzuddin akan menjahili Arsyilla habis-habisan didalam Paviliun sisi lainnya, lagi pula siapa yang berani memasuki ruangan tungku api pribadinya. Izzuddin yang melihat putra kesayangannya itu muncul tiba-tiba dalam gendongan Opanya hanya bisa menatapnya dingin, mungkin lelaki itu sedikit kesal ketika ia akan membuat istrinya ketakutan beralih perhatiannya langsung mengarah pada putra kecilnya. 'Pengganggu.' Desisnya dalam hati sambil melirik sinis ke arah Mr. Huang Fu. Tak hanya itu, Kun juga merasakan sosok lain Darren itu tampak kesal padanya, diam-diam pria paruh baya itu tersenyum mengejek seolah terkata. 'Rasakan pembalasan, Baba. Karena kamu sudah membuat cucu Baba ini seganas dirimu.' "Darrell, anak Mommy.." Pekik wanita itu dengan tatapan berbinar-binar ketika melihat putra semata wayangnya kembali dalam keadaan baik-baik saja. "Opa.. uyun-uyun.." pinta Darrell seperti