Semua orang mendadak lemas mendengar berita buruk ini, para wanita sontak menangis karena tidak dapat menahan perasaan sedih mereka. Erwin yang tidak terima mendengar kenyataan ini, ia langsung masuk ke ruang operasi. Para perawat baru saja melepas semua alat bantu medis dari tubuh Ellena, dengan tidak sabaran Erwin menghampiri Ellena, dan meraih tangganya.
"Tidak ... kamu tidak boleh mati ... Ellena." Erwin sudah tidak mempedulikan pandangan orang di sekelilingnya, semua orang nampak prihatin dengan sosok suami yang baru saja ditinggal mati oleh istrinya.
"Bangunlah ... kamu memintaku untuk mencintaimu, aku sudah mencintaimu. Bahkan dari dulu aku sudah mencintaimu, tapi aku sendiri yang terlalu bodoh untuk mengerti perasaan itu. Kumohon bangunlah ...."
"Aku sangat mencintaimu ...." Berulang kali Erwin membisikkan kata-kata ini di dekat telinga Ellena, berharap Ellena bisa mendengarnya dan bangun dari kematiannya.
Semua orang merasa terenyuh melihat b
Ruangan yang tadinya ramai, kini mendadak hening. Dinginnya udara yang keluar dari AC, kalah jauh dari aura dingin yang dipancarkan oleh Erwin, bahkan rasa dinginnya lebih menusuk hingga sampai ke tulang Lucas."Kamu bisa melihat sendiri, apa akibatnya jika melanggar perintahku?" sembur Erwin.Suara Erwin tidak terlalu keras. Namun, sangat mampu membuat perasaan Lucas sakit karena rasa bersalah."Maafkan saya, Tuan. Saya siap menerima hukuman dari Anda," sahut Lucas pasrah seraya berlutut. Melihat keadaan Ellena seperti ini, Lucas sedari tadi tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Dia merasa bodoh dan lemah karena tidak bisa melawan anak buah Nico saat menyerangnya di saat ia membelikan makan siang untuk Ellena.Seharusnya Lucas mampu untuk melawan ke delapan orang suruhan Nico, dengan begitu tidak akan terjadi kejadian seperti ini, Lucas sungguh merasa bersalah."Sudahlah, saat ini aku bisa mengampunimu, karena kamu sudah mendapatkan balasann
Suara berisik dari dalam kamar mandi mengusik tidur nyenyak Ellena, dengan pelan ia mencoba membuka matanya. Saat netranya terbuka sempurna, ia sedikit terkejut ketika melihat Erwin yang bertepatan keluar dari kamar mandi.Erwin tidak kalah kagetnya ketika melihat Ellena sudah sadar, dengan perasaan bahagia, ia langsung bergegas menghampiri Ellena. "Kamu sudah bangun?" tanya Erwin senang.Ellena terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan Erwin, tenggorokannya juga terasa kering, hingga membuatnya tidak nyaman untuk berbicara, hingga akhirnya Ellena memilih mengangguk kecil untuk menanggapi pertanyaan Erwin.Senyuman Erwin semakin melebar melihat istrinya mau merespon pertanyaannya. "Mau minum?" tawar Erwin yang langsung diangguki oleh Ellena.Setelah membantu Ellena minum, Erwin segera memencet tombol yang berada di dinding ruang rawat inap untuk memanggil perawat yang berjaga.Senyuman di bibir Erwin belum juga luntur, Ellena yang tidak biasa melihat
Setelah beberapa hari kemudian, akhirnya Ellena bisa kembali pulang ke rumah. Ellena merasa senang karena akhirnya ia tidak perlu lagi berduaan dengan Erwin di dalam satu ruangan yang sama. Ellena merasa sangat canggung ketika Erwin hanya selalu berada di dekatnya, apalagi Erwin malah melarang orang lain masuk ke dalam ruang rawat inapnya untuk menjenguknya, meskipun orang itu adalah Azkia.Sedangkan Erwin masih tampak keberatan dengan keputusan Ellena yang menginginkan dirawat di rumah saja. Meskipun sang dokter juga sudah memperbolehkan Ellena pulang, tapi Erwin tetap merasa khawatir. Namun, karena Erwin sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menuruti semua keinginan Ellena, maka dengan berat hati Erwin setuju dengan keputusan Ellena untuk dirawat di rumah.Setelah sampai di rumah, Erwin langsung keluar dari mobil dan menggendong Ellena untuk didudukkan di kursi roda. Erwin sama sekali tidak memperbolehkan Ellena berjalan, bahkan Erwin
Harapan Ellena untuk jauh dari Erwin seperti dulu lagi tidaklah terwujud. Awalnya Ellena mengira jika ia meminta dirawat di rumah, Erwin bisa kembali bekerja di kantor lagi. Namun, nyatanya Erwin tetap memilih bekerja sambil merawat Ellena di rumah, dan akhirnya lagi-lagi mereka menghabiskan waktu hanya berdua saja di dalam kamar. "Kenapa wajahmu cemberut seperti itu?" tanya Erwin yang melihat bibir tipis Ellena sedikit manyun. Ellena yang sedang duduk di atas ranjang, buru-buru ia langsung mengubah ekspresinya, ia langsung menoleh dan sebuah se
Dengan sangat terpaksa akhirnya Erwin melepaskan bibir Ellena. "Sial!" gumamnya. Lalu kemudian dengan malas ia berjalan menuju pintu, dalam hati Erwin tidak bisa berhenti mengumpat, sekaligus bertanya-tanya, untuk apa mereka datang ke sini? Sedangkan Ellena dengan pelan mulai membuka kedua matanya, tangannya yang sudah bebas sontak memegang dadanya, jantungnya berdegup kencang, seiring dengan pipinya yang semakin memerah karena teringat lagi dengan ciuman memabukkan itu. "Ini sungguh memalukan," gumam Ellena, lalu kemudian kepalanya menoleh untuk melihat Erwin yang sedang membukakan pintu. Ketika pintu terbuka, tanpa permisi ketiga orang wanita langsung masuk ke dalam kamar tersebut. Sedangkan Erwin berdecak tidak suka, ia melirik tajam pelayan yang sudah membawa mereka ke sini. Tatapan maut dari Erwin sontak membuat pelayan itu menundukkan kepalanya. "Ellena," sapa ketiga wanita itu ramah.
Ellena tersenyum senang saat angin segar menerpa wajah cantiknya, ia menghirup rakus udara luar rumah yang sudah beberapa hari ini tidak bisa ia nikmati. Matanya yang indah terus berkeliling memandangi taman yang berada di samping rumah Erwin, merekam jelas untuk diabadikan dalam otaknya, seolah-olah ini adalah hari terakhirnya menikmati indahnya taman tersebut.Azkia yang berdiri di samping Ellena, ikut tersenyum melihat kebahagiaan Ellena. Akhirnya Azkia bisa bernapas lega, karena Erwin sudah menyadari perasaannya, buktinya dia memperlakukan Ellena se-posesif ini."Kamu mau ke mana?"
Seminggu telah berlalu, sekarang Ellena benar-benar sudah sembuh. Erwin sudah memperbolehkan Ellena keluar kamar sesukanya, mereka berdua kini sudah menempati kamar yang dulunya milik Erwin. Kamar itu sudah direnovasi semewah mungkin, semua Erwin lakukan semata-mata untuk membuat Ellena senang, meskipun Ellena tidak pernah mengatakan ingin mempunyai kamar semewah ini.Ellena sekarang juga sudah bebas mengobrol dengan para pelayan. Namun, tidak saat Erwin berada di sekitarnya, karena Erwin akan selalu menempel kepadanya. Perlakuan Erwin kepada Ellena memang berbeda dari yang dulu, Erwin yang sekarang telah melarang Ellena melakukan pekerjaan rumah apapun, Ellena diperlakukan layaknya tuan putri dan nyonya rumah yang sebenarnya."Apakah kamu tidak ingin berangkat ke kantor?" tanya Ellena seraya membantu Erwin berpakaian. Sekarang Ellena sudah berani bersikap biasa kepada Erwin, dengan perlahan ia mencoba menghilangkan rasa canggung ketika bersama Erwin. Apalagi ia akan s
Meski saat ini Erwin bukanlah bos mereka. Namun semua orang anggota Black World tampak menundukkan kepalanya hormat saat Erwin melewati mereka. Erwin diantarkan oleh James menuju tempat di mana Nico berada, kali ini Nico tidak lagi ditempatkan di ruang bawah tanah, ia sudah dipindahkan ke ruang eksekusi.Selama menuju ruang eksekusi, Erwin sama sekali tidak melihat Rose. Wanita itu sudah tahu jika hari ini Erwin akan datang ke markas, jadi dia memilih pergi ke suatu tempat untuk bersembunyi dari Erwin, perlahan tapi pasti, Rose mulai belajar melupakan perasaannya, karena ia cukup sadar diri, jika cintanya tidak sebesar perasaan Ellena yang mencintai Erwin dengan begitu tulus.Erwin masuk sendirian ke dalam sebuah ruangan yang memiliki alat penyiksaan lengkap, di sana duduklah seorang laki-laki yang menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya. Tubuh kurusnya terlihat bergetar, gumaman yang hampir tidak jelas, terus menerus keluar dari mul