Selang satu jam kemudian, satu persatu keluarga dekat Daniel datang ke rumah. Raiga yang sejak tadi memilih berada di ruang kerjanya melihat dari lantai atas, semua orang sedang bercengkerama. Raiga tak langsung turun menyapa tapi memilih ke kamar untuk membangunkan Yura yang dia pikir sedang tidur.Tanpa mengetuk pintu, Raiga masuk ke dalam. Namun, dia tak mendapati istrinya itu di atas ranjang, hingga sedikit panik dan memanggil namanya.“Yura! Ra, apa kamu di kamar mandi?”“Hem … iya.”Raiga lega, dia heran sendiri kenapa tiba-tiba merasakan cemas, saat tidak langsung melihat gadis itu setelah masuk.Yura keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan tangan dengan tisu, dia memandang Raiga yang nampak bingung bahkan tak mengedip menatapnya.“Apa saudara kakak sudah datang?” Alis Yura berkerut, dia sampai harus mengulangi pertanyaan karena sang suami tidak menjawab. “Kak Rai, kakak kenapa?”Raiga gelagapan, dia mengangguk sambil menunjuk ke arah pintu kamar. “Iya, mereka sudah datang,
Makan malam pun berlangsung dengan penuh kehangatan, Yura hanya mendengarkan orang-orang bicara tanpa ikut menyela. Sesekali Zie mengajaknya bicara, tapi dia hanya menjawab dengan kata ‘iya’ ‘tidak’ atau sekadar gelengan kepala. Sebenarnya Yura penasaran dengan sosok Serafina, bocah yang diceritakan orang-orang tadi. Ini sudah hampir setengah jam, tapi bocah itu belum juga datang. “Apa kalian ada rencana honeymoon? Paman akan memberikan kalian hadiah tiket dan akomodasi.” Richie bicara ke Yura dan Raiga. Sedangkan semua orang nampak mendengarkan dan ikut senang mendengar tawaran dari pria itu. Yura bingung untuk menjawab, dia menoleh suaminya yang masih sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulut. Yura mengerutkan kening, heran apa mungkin Raiga berpura-pura tak merespon pertanyaan Richie. “Bagaimana?” tanya Richie. “Ah … kalau itu aku terserah kak Rai, karena dia harus bekerja, kalau aku kuliah tidak setiap hari, jadi lebih fleksibel,”jawab Yura. Ia sedikit kecewa karena Raiga masih
Sampai makan malam selesai, Marsha dan keluarganya belum juga datang. Richie bahkan meminta Kimi menghubungi putrinya, takut jika sampai sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Mereka semua kini berkumpul di ruang keluarga dan kembali membahas hal-hal random dari mulai perusahaan sampai dengan gosip artis yang sedang panas diperbincangan di media.“Bagaimana?” tanya Richie melihat sang istri baru saja selesai menghubungi Marsha.“Mereka sudah dekat, biasa cucu kesayanganmu itu rewel,”kata Kimi. Wanita itu duduk di sebelah suaminya lantas ikut mengomentari apa yang sedang dibicarakan oleh para iparnya.“Lalu, kapan Sean akan kembali lagi bekerja?”Pertanyaan yang dilontarkan Nic membuat Zie menoleh sang suami. Meski tahu harta yang dimiliki Sean sangat banyak, tapi jelas tidak mungkin dipakai sebagai biaya hidup terus menerus. Keenan semakin lama semakin besar, tidak mungkin memberi contoh yang kurang baik ke putranya itu. Sebisa mungkin Zie ingin mendidik Keenan mandiri, meski tahu ber
Semua orang terdiam karena tidak ada yang salah dari ucapan Yura. Hanya saja, sedikit terasa ada gesekan antara gadis itu dan Ghea. Serafina sendiri langsung diam melihat semua orang tidak ada yang membujuknya. Yura sendiri memilih untuk berdiri, dia meminta izin ke semua orang undur diri lebih dulu ke kamar. Gadis itu memandang sejenak Raiga, sebelum benar-benar pergi dari sana. “Aku tidak perlu menjadi orang lain hanya demi sebuah pengakuan atau kesan baik, aku adalah aku, aku akan tetap menjadi diriku,”gumam Yura di dalam hati. “Lihat! Gara-gara kamu merengek, tante Yura jadi tak enak hati,”ucap Marsha. Tidak ada satu orangpun yang berani membantah perkataannya ke Serafina, karena semua orang tahu bahwa ini adalah salah satu cara Marsha mendidik buah hatinya dan Jeremy. Marsha memiliki prinsip untuk tidak memanjakan sang putri. Serafina harus tahu dirinya salah, harus sadar bahwa karena sikap manjanya bisa menempatkan orang di posisi yang tidak nyaman. “Sudahlah! Mungkin Yura
Malam pertama seharusnya dilalui dengan melakukan hal romantis dan diakhiri dengan bercinta, mungkin begitu pemikiran dari kebanyakan orang.Namun, tidak dengan Raiga dan Yura. Setelah mengobrol dengan Serafina, Yura memilih berbaring dan memejamkan mata. Tentu saja dia belum benar-benar terlelap, dia bahkan masih mendengar suara Raiga yang berada di kamar mandi.Yura meringkuk dan menarik selimutnya pelan-pelan, dia tidak ingin sampai Raiga tahu dirinya belum tidur.Saat langkah kaki pria itu terdengar mendekat, Yura semakin merapatkan kelopak mata. Ia merasakan Raiga mulai berbaring di sisinya. Raiga hendak mematikan lampu tidur, tapi sebelum itu bertanya-“Apa kamu terbiasa tidur dengan lampu menyala?”Mata Yura seketika terbuka lebar, dadanya berdetak tak karuan karena kaget ternyata suaminya tahu bahwa dia sejak tadi berpura-pura tertidur. Yura tak menjawab, dia tidak ingin malu di depan Raiga.“Aku matikan ya.”Raiga memutuskan untuk memadamkan lampu, karena Yura tak menjawab. I
“Kenapa tidak menunggu sampai sarapan siap dulu?”Seperti apa yang sudah dia katakan. Pagi itu Yura memutuskan untuk pulang bahkan sebelum semua anggota keluarga Tyaga bangun.Daniel ingin mencegah menantu barunya itu untuk pergi sepagi ini. Namun, sepertinya gagal karena Yura bersikeras. Gadis itu menggeleng, menatap ke arah dalam kamar di mana Ghea nampak duduk di atas ranjang.“Tante, aku pamit pulang dulu.”Wajah Daniel kebingungan mendengar Yura memanggil Ghea dengan sebutan ‘tante’ bukan ‘mama’. Sebagai kepala keluarga, dia merasa apa yang terjadi saat ini seharusnya bisa dihindari. Daniel menoleh kebelakang, dengan tatapan sedikit kesal dia memandang Ghea yang tak acuh dengan kedatangan Yura - yang mengetuk pintu kamar mereka di pagi buta.“Raiga akan mengantarmu ‘kan?” tanya Daniel pada akhirnya. Menahan Yura pun dirasanya sudah tidak lagi bisa.“Tidak, dia masih tidur. Aku akan naik taksi saja.”Yura tersenyum lantas menganggukkan kepala. Tak menunggu Daniel menjawab, dia sud
“Maka dari itu kejar Yura sebelum terlambat!”“Aku tidak mau terlihat mengalah kepadanya, dia akan seenaknya sendiri nantinya ke aku.”Raiga masih saja membantah Sean, dia bahkan mundur ke belakang dan hendak menutup pintu kamarnya, tapi Daniel ternyata berada di dekat sana dan mendengar apa yang dua putranya itu bicarakan.“Biar Papa saja yang mencegahnya,”kata Daniel. “Sepertinya Papa tahu kenapa Rai memilih menjadi dokter ketimbang pengusaha.”Sean tergelak karena tahu sang papa baru saja menyindir adiknya. Ia berhenti memasang mimik seperti itu saat melihat Ghea juga keluar dari kamar. Wanita yang melahirkannya itu nampak memandang punggung Daniel yang menjauh, dia baru saja kena marah sang suami. Daniel bahkan berkata kecewa karena sikapnya ke Yura.“Aku paham apa yang terjadi di sini, agaknya mama dan kamu sama-sama membuat Papa merasa tak enak hati. Kamu keterlaluan Rai, meski kamu tidak memiliki perasaan ke Yura setidaknya kamu bisa sedikit bersikap baik demi bayi yang ada di
“Kamu pasti tahu pepatah yang berbunyi tak kenal maka tak sayang, cobalah untuk mengenal Yura lebih dulu. Jangan bersikap seperti ibu tiri Cinderella!” Nasihat Daniel masih terngiang di telinga Ghea. Setelah hari di mana suaminya mencegah Yura pulang, dia terus saja merasa bersalah. Daniel memang tidak mendiamkannya, tapi tetap saja pria itu menunjukkan rasa kecewa kepadanya beberapa hari ini. Daniel memilih tak banyak bicara bahkan melewatkan pillow talk bersamanya. Yura benar-benar tak mau kembali lagi ke rumah mereka, sedangkan rumah Raiga masih butuh banyak penyempurnaan, sehingga belum layak untuk ditinggali. “Nyonya, kita sudah sampai.” Suara sang sopir membuat Ghea tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke luar jendela mobil. Wanita itu membuang napas sampai kedua pundaknya mengedik, tatapannya sedikit ragu. “Kenapa aku bisa ke sini?” gumamnya. “Iya Nyonya? Maaf apa Anda ingin kembali?“ “Tidak-tidak, bukan!”ucap Ghea. Ia sadar kalimatnya barusan hampir disalahartikan ole